Cherry mencoba untuk membayangkan gambaran itu. Dia pun tertawa terbahak-bahak.Cahya dan yang lain mendengar suara tawa. Seorang anak orang kaya tidak pernah bertemu dengan Cherry sebelumnya. Dia pun bertanya, “Siapa wanita di samping istrinya Tuan Javier? Sepertinya aku tidak pernah melihatnya dulu?”Hans berdeham. “Dia adalah putri dari Keluarga Martini.”“Ah, dia itu anak Keluarga Martini?”“Bukankah sebelumnya ada kabar dia membunuh ….” Belum sempat si lelaki menyelesaikan omongannya, Hans menyenggol si lelaki mengisyaratkannya untuk tidak melanjutkan omongannya.Hans melihat ke sisi Cahya. Cahya sedang menunduk sembari menggoyangkan gelas anggurnya. Memang tidak terlihat perubahan ekspresi apa-apa di wajahnya, tetapi saat mengungkit masalah Cherry membunuh, raut wajahnya terlihat masam.Liliana pergi bersulang dengan Claire. Mereka berdua mengobrol beberapa saat, kemudian tampak kedatangan Gina bersama Andreas dan Jules.Claire juga tidak menyangka Andreas akan datang bersama Gin
“Benarkah? Sayang sekali.” Zefri menghabiskan minumannya.Andreas menepuk-nepuk pundaknya, lalu mendekatinya. “Kalau tidak, bisa jadi Bu Ester telah menjadi istriku.”Zefri tidak berbicara. Hanya terlihat kerutan di keningnya.Claire dan Javier hanya menyaksikan dari sebelah. Claire berbisik di telinga Javier, “Kamu yang undang Pak Andreas ke sini?”Claire hanya mengundang Bu Gina saja. Tidak mungkin Bu Gina akan mengajak Pak Andreas untuk menghadiri acara pesta ulang tahun Javier.“Bukan.”Claire merasa bingung. “Dia datang tanpa diundang?”Javier melengkungkan ujung bibirnya ke atas. “Dia itu tidak tahu malu. Wajar kalau dia datang tanpa diundang.”Sepertinya Andreas datang untuk menitipkan Jules kepadanya. Javier kepikiran sesuatu, lalu meletakkan gelas alkoholnya. “Ada yang ingin aku katakan.”Claire tertegun sejenak. “Urusan apa?”Javier menutupi bagian punggung Claire dengan rambut panjangnya. “Dia ingin menitipkan Jules di rumah kita. Bagaimana menurutmu?”Jujur saja, Claire mer
Claire menjulurkan tangan kanannya, lalu mengangguk dengan menangis gembira. “Emm, aku bersedia!”Javier memeluk Claire, lalu mengecup bibirnya.Cahya dan Cherry spontan menutup mata kedua anak. Gina dan Liliana juga tersenyum gembira. Zefri dan yang lain juga bertepuk tangan untuk memberi doa restu.Kapal pesiar mulai berlayar di laut. Di dekat tangga di lantai dua kapal pesiar yang agak sepi itu, terdapat dua orang sedang berdiri di sana. Andreas menyulut sebatang rokok sambil memandang ke pelabuhan yang jauh. “Sepertinya kamu sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan dengan Zefri.”Ester mengenakan selendang sutra sambil berdiri di tempat yang gelap. Cahaya lampu hanya menerangi setengah tubuhnya saja. “Iya, Zefri tahu tentang hubungan kita. Sudah tidak ada yang janggal di antara kita.”Andreas mengangkat kepala mengembuskan napasnya, lalu tersenyum. “Benarkah? Bagus kalau begitu.”“Waktu itu kamu sengaja mendekatiku, bukan karena menyukaiku.” Ester membalikkan tubuhnya membelakan
Candice terdiam. Sebentar! Candice baru merespons. “Kakak ipar? Maksudmu, calonnya Kak Cahya?”“Jadi?”Candice merasa terkejut. Kedua matanya spontan berkilauan. “Kak Cahya dan Cherry?”Mereka berdua mencondongkan kepala mereka dengan perlahan. Cherry dan Cahya berdiri di ujung koridor. Mereka sedang memandang pemandangan malam di luar sana.“Kenapa kamu nggak bersama mereka? Di bawah seharusnya ramai sekali.”Cherry memalingkan kepala untuk melihat Cahya. Di dalam kegelapan, Cahya yang mengenakan jas putih itu kelihatan sangatlah tampan.Cahya mengalihkan pandangannya, lalu bersandar di dinding. “Kalau ke bawah, aku bakal disuruh minum.”Ternyata Cahya bisa di sini karena tidak ingin minum!Ujung bibir Cherry melengkung ke atas. “Tuan Cahya seharusnya jago minum, ‘kan?”Cahya memalingkan kepalanya. “Kata siapa?”Cherry melipat kedua tangannya sembari tersenyum. “Aku nggak pernah lihat Tuan Cahya mabuk.”Cahya melonggarkan dasinya, lalu kembali tersenyum. “Kalau aku bilang sekarang ak
Candice melihat Claire dengan menarik napas dalam-dalam. Dia menahan rasa sakit di hati, lalu mengangguk. “Oke.”Candice yakin. Seandainya mereka berdua bisa berciuman malam ini, semua itu pasti inisiatif Kak Cahya!Entah karena pemandangan malam ini terlalu indah atau alkohol telah memabukkan mereka, kedua bibir semakin mendekat. Tetiba Cahya bagai dibangunkan oleh akal sehatnya. Dia pun berhenti.Saat Cahya hendak mundur, Cherry menarik dasinya, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir si lelaki.Cahya menatapnya. Belum sempat Cahya merespons, Cherry pun menunjukkan senyuman gembira. “Tuan Cahya yang menggodaku duluan. Aku tidak bisa menahan diri, makanya aku menciummu. Mohon maafkan aku, Tuan Cahya.”Cherry tersenyum, lalu membalikkan tubuhnya dan melarikan diri.Candice pun terbengong di tempat. Ternyata bukan Cahya yang mengambil inisiatif, Kak Cahya-nya malah dipermainkan oleh Cherry.Semuanya sungguh tidak masuk akal!Claire menepuk-nepuk pundaknya. “Aku sudah lama mengenal Cherr
“Jadi?”“Aku kira kamu terlalu gembira sampai nggak bisa tidur.”Tangan Cherry yang memegang peralatan makan pun berhenti. Dia menatap Claire dengan terbengong. “Kenapa aku mesti gembira?”Claire tersenyum lebar. “Semalam aku sama Candice taruhan. Candice kirim uang satu juta buat aku.”Cherry masih merasa bingung. “Taruhan apa?”Jerry meminum jus jagungnya. “Ibu dan Ibu Angkat taruhan siapa yang akan duluan ciuman di antara Tante dengan Ayah Angkat. Ibuku taruhan Tante Cherry akan duluan mencium Ayah Cahya.”Suasana seketika menjadi canggung. Wajah Cherry seketika menjadi merona. “Kalian ….”Claire juga merasa kaget. Dia menatap Jerry. “Dasar, gimana kamu bisa tahu?”Jerry mengunyah makanannya, lalu berkata, “Semalam Ibu Candice ngomel-ngomel di kamar kita.”Ternyata! Candice memang tidak bisa menjaga rahasia!Cherry ingin sekali bersembunyi saat ini. Kenapa dia malah dipergoki?Cherry masih tidak tahu bagaimana menghadapi Cahya. Semalam dia sungguh tidak sanggup menahan nafsunya!“Ay
Cherry langsung mengalihkan pandangannya. Dia melihat ke luar jendela. “Apa yang ingin kamu katakan?”Cahya baru teringat bahwa ucapannya dipotong oleh Cherry. “Aku ingin bertanya masalah semalam? Kenapa kamu … uhuk … kenapa bisa begitu?”Cahya tidak tahu bagaimana mengutarakannya. Hanya saja, dia tidak merasa risi dengan ciuman semalam. Dia merasa sangat gembira.Cherry menutup bibirnya dengan erat. Setelah terdiam beberapa saat, dia memegang cangkir tehnya. “Kamu ingin dengar?”Cahya menatap Cherry.Cherry menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum untuk menyembunyikan rasa canggungnya. “Semalam … aku … sepertinya aku sudah gila. Aku nggak bisa menahan diriku. Tentu saja, seandainya aku telah membuatmu merasa terbebani, anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa.”Ketika Claire menguping ucapan itu, keningnya spontan berkerut. Padahal semalam nyalinya begitu besar, kenapa hari ini dia malah begitu penakut?Javier meletakkan sepotong daging ke atas piring Claire. “Sepertinya aku akan men
Mana mungkin Cherry benar-benar mengharapkannya? Apa Cahya juga memiliki maksud lain terhadapnya?Beberapa saat kemudian, Cahya meletakkan cangkir teh ke depan bibirnya. Dia mengangkat kepala untuk melihat Cherry. “Semalam aku memang … kepikiran untuk menciummu.”Cherry merasa sangat syok. Dia pun berusaha menunjukkan senyuman di wajahnya. “Kamu mabuk, ‘kan?”“Bukan.” Beberapa saat kemudian. Cahya berkata, “Aku sangat sadar.”Cherry spontan terbengong di tempat. Dia curiga bahwa dirinya salah dengar. Cahya ingin menciumnya bukan karena sedang mabuk, melainkan karena sangat sadar.Ucapan Cherry semalam, bukannya ….Betapa inginnya dia bersembunyi saat ini!Pada akhirnya, kapal pesiar baru kembali ke Pelabuhan Lazen. Candice dan sekelompok orang berjalan menuruni kapal pesiar. Wajahnya tidak sebengkak sebelumnya lagi. Hanya saja, meski dia mengenakan masker, masih bisa terlihat bengkak di bagian matanya.Louis mengenakan topi di atas kepalanya. Candice pun terkejut. Saat dia memalingkan