Sementara, Ericko menyusup ke sisi Tom. Meski Tom berhasil diantar ke dermaga, apa mungkin Tom yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi akan membiarkan mereka hidup?Jadi, hanya dengan menyebabkan “kecelakaan”, mereka baru bisa mengalihkan perhatian Tom. Tom sangat membenci Jules. Apa mungkin Tom tidak ingin membunuh Jules?Selesai mandi air hangat, Jules mengenakan pakaian bersih berjalan keluar kamar mandi. Ketika dia mengeringkan rambut dengan handuk, dia menyadari Jessie sedang meletakkan semangkuk sup jahe ke atas meja.Jules meletakkan handuk di atas meja, lalu berjalan ke sisi Jessie, memeluknya dari belakang.Jessie memiringkan kepala untuk menatapnya. “Ada apa?”Jules membenamkan kepala ke sisi leher Jessie. Dia mengendus aroma wangi rambutnya sembari tersenyum. “Aku hanya merasa gembira.”Jessie melepaskan tangan Jules, lalu mengangkat mangkuk sup jahe. “Kamu jangan omong kosong dulu. Ayo, cepat diminum. Sup ini dimasak langsung sama aku.”Jules mengambil mangkuk dari tangan
Ariel duduk di bangku samping pengemudi. Sepanjang perjalanan, Ariel menopang dagu sembari bersandar di sisi jendela. “Kamu masih belum jawab pertanyaanku.”Jodhiva memegang setir mobil, lalu memutarnya. “Sudah berakhir.”Ariel tertegun sejenak, lalu memalingkan kepala untuk menatapnya. “Jadi, Tom sudah ditangkap?”Jodhiva mengiakan sembari memarkirkan mobil.Ariel menurunkan kelopak matanya. Tom sudah ditangkap. Itu berarti semuanya sudah berakhir. Sudah saatnya mereka untuk pulang.Entah sejak kapan pintu samping pengemudi dibuka. Jodhiva berdiri di depan pintu. “Turun.”Ariel membuka sabuk pengaman, lalu menuruni mobil dengan memegang kaleng Coca Cola. Belum sempat Ariel meminumnya, kaleng minuman pun disita Jodhiva. “Makan dulu.”“Kenapa kamu malah atur-atur!” Ariel mengulurkan tangan hendak mengambilnya. Namun, kaleng minuman malah sudah dibuang ke tong sampah.Saat Ariel hendak marah, Jodhiva malah mengusap kepalanya. “Aku akan belikan lagi setelah selesai makan.”Ariel terbengon
Ariel tidak berbicara.Jodhiva memainkan ujung rambut Ariel, lalu berkata dengan acuh tak acuh, “Bisa jadi kelak kita tidak bertemu lagi.”“Selalu ada perpisahan di setiap kali pertemuan.” Ariel memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa boleh buat?”Jodhiva mengangkat kelopak matanya menatap Ariel. Tatapannya ketika melirik Ariel mengandung kesan agresif. Wajah Ariel seketika terasa panas lantaran ditatap terus. Dia mengalihkan pandangannya. “Tidak ada gunanya kamu melihatku seperti ini.” Kemudian, Ariel segera menambahkan, “Aku juga tidak akan mengembalikan uangmu.”Terlintas senyuman di wajah Jodhiva. “Kamu tidak usah mengembalikannya.”Ariel mengangkat gelas di atas meja. “Aku juga tidak berencana untuk mengembalikannya.”Jodhiva tidak berbicara, melainkan hanya tersenyum saja.Selesai makan, Jodhiva mengantar Ariel kembali ke rumah sakit. Saat di perjalanan, dia singgah ke minimarket sekitar. Beberapa menit kemudian, Jodhiva kembali ke mobil dengan menyerahkan sekaleng Coca Cola ke
Ekspresi Ariel menjadi kaku. Tatapannya tertuju pada gelas di tangannya. Jadi, Ariel minum gelas bekas diminum Jodhiva?Untung saja tidak ada yang menyadarinya. Ariel menyembunyikan ekspresinya, lalu meletakkan gelas kembali ke atas meja. Dia menggesernya ke sisi tangan kanan Jodhiva, kemudian berbisik, “Lagi pula yang rugi bukan aku.”Jodhiva meraba gelas itu dengan tersenyum. “Biasanya orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan suka berbicara seperti itu.”Ariel membalas dengan acuh tak acuh, “Iya, benar apa katamu.”Jodhiva mengisi teh ke dalam gelasnya, lalu meletakkannya di depan bibir. Ariel tertegun sejenak. Kali ini, dia tidak bisa bersikap tenang lagi.Jodhiva menyesap teh dengan perlahan, sengaja meminum bagian bekas diminum Ariel tadi. Gerakan Jodhiva yang sedang minum teh itu kelihatan sangat menggoda. Gerakan seperti disengajai, tetapi kelihatan cukup serius juga.Tatapan Ariel spontan tertuju pada bibir Jodhiva. Dia segera mengalihkan pandangannya. Wajahnya terasa m
Claire menyuguhkan sepiring buah-buahan ke dalam ruangan. “Lagi lihat apa?”Javier mengangkat kelopak matanya, lalu meletakkan ponselnya. “Masalah di Pulau Persia sudah selesai dengan lancar.”Claire meletakkan piring buah-buahan di atas meja, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya anak-anak dalam keadaan selamat.” Dia menusuk sepotong jeruk dengan tusuk gigi, lalu menyuapi Javier. Javier menutup majalah, kemudian memakan jeruk suapan Claire. Setelah itu, Javier menarik Claire, lalu memangkunya. “Jeruk hasil suapan istriku enak sekali.”Claire mengambil buah ceri. “Kalau anakmu bisa meniru gombalanmu, sepertinya aku akan merasa sangat tenang.”Javier pun tersenyum. “Namanya juga anak muda, bukannya wajar? Sejak kecil, Jerry tinggal bersama Jessie dan kita. Dia tidak sama seperti Jody yang tinggal di luar, yang sikapnya sudah diasah oleh Kakek Buyut. Jerry anaknya tidak pintar dalam mengekspresikan diri. Omongannya juga ceplas-ceplos.”Claire menekan-nekan keningnya. “Makanya aku s
Namun, Ariel malah tidak kesakitan. Dia membuka matanya, kemudian menyadari bahwa dia sedang berbaring di atas tubuh Jodhiva. Di bawah tubuh mereka berdua adalah sebuah bantalan yang sudah disediakan sejak awal.Ariel tersadar dari bengongnya. “Kamu ….”Tiba-tiba Jodhiva membalikkan tubuhnya untuk menindih tubuh Ariel, lalu menatapnya. “Kamu jatuh dari atas pentas. Kamu kalah.”Ariel tertegun sejenak. “Kamu sengaja?”Jodhiva pun tersenyum dan tidak menjawab.Ariel mendorong Jodhiva, lalu duduk di tempat. “Sejak kapan aku kalah? Kamu juga tidak menang.”Jodhiva tersenyum tipis. “Aku juga tidak bilang aku sudah menang. Aku hanya berharap kamu kalah saja.”Ariel terdiam membisu. Dia merasa dirinya bagai telah masuk ke jebakan Jodhiva saja. Ariel merasa kesal memukul pundak Jodhiva. Jodhiva mengerang kesakitan, lalu jatuh ke atas bantalan, seolah-olah telah terluka saja.Ariel menyadari pukulannya terlalu kuat. Dia pun segera melihat ke depan. “Hei, Jody, apa kamu baik-baik saja?”Jodhiva
Nada bicara Tobias melembut. “Semuanya sudah berakhir. Aku juga sudah aman. Kamu tidak usah mencemaskanku. Lagi pula, ada Dessy, pengurus rumah, dan Firman yang menemaniku. Aku juga akan hidup gembira meski kamu tidak di sisiku.”Jessie meletakkan peralatan makannya, lalu berdiri. “Tuan Tobias, Ariel, aku sudah kenyang. Aku pergi lihat mereka dulu.”Jessie sengaja memberi ruang untuk mereka berdua.Setelah Jessie meninggalkan tempat, Tobias baru bertanya kepada Ariel, “Ariel, menurutmu, bagaimana si Jody?”Ariel memutar bola matanya. “Bagaimana apanya?”Tobias berkata dengan serius, “Kamu kira aku sudah tua, tidak menyadarinya. Ada hubungan tidak jelas di antara kamu dengan Jody. Dia punya perasaan terhadapmu.”Kali ini, Ariel sungguh syok. “Jangan sembarangan bicara.”Jodhiva punya perasaan terhadapnya?“Coba kamu tanya diri kamu sendiri, apa aku sedang omong kosong?” Tobias mengambil saputangan menyeka ujung mulutnya. “Coba kamu pikir perasaan ketika kamu bersama dengan Jody. Kemudia
Tobias yang mengabadikan momen manis itu segera bersembunyi.Wajah Ariel merona. Dia merasa sangat canggung, bergegas berlari ke dalam rumah.Jodhiva memegang wajahnya. Kali ini, dia tidak bisa bersikap tenang lagi ….Ariel berlari ke dalam ruang baca, lalu membuka pintu.Saat ini, Tobias sedang duduk di depan meja baca berlagak sedang membaca koran. Ariel berjalan ke depan meja, langsung mengulurkan tangannya. “Serahkan ponselmu.”Tobias mengangkat kepalanya sembari mendengus dingin. “Ponselku? Apa begini cara kamu berbicara dengan ayahmu? Kamu malah ingin memeriksa ponselku. Tidak mungkin.”Ariel melipat kedua tangan di depan dada. “Ayah tidak mau hapus, ya?”Tobias memalingkan wajahnya dengan arogan, kemudian bergumam, “Tidak! Dengan tidak gampangnya aku mendapatkan foto menantuku, kamu malah ingin menghapusnya. Kenapa kamu tidak menganggap jerih payahku?”Ariel tertegun sejenak. “Menantu apaan ….”Tobias terkekeh sembari melipat korannya. “Pokoknya aku sudah menetapkannya. Kamu tid
Carly berjalan ke sisi Dacia. “Dacia, kamu … apa kamu baik-baik saja?”Dacia menggeleng. Saat ini, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.Carly berusaha menenangkan Dacia di samping hingga kedatangan Jerremy. Jerremy menebak Dacia sudah mengetahui kabar itu. Itulah sebabnya dia bergegas ke akademi untuk mencari Dacia.Jerremy merangkul Dacia. “Terima kasih. Serahkan saja dia kepadaku.”Carly mengangguk.Jerremy membawa Dacia ke dalam mobil, lalu bergegas meninggalkan akademi. Dia membawa Dacia ke istana. Saat Dacia merasa bingung, kebetulan Jessie dan Jules berjalan keluar istana. “Dacia, beri penghormatan terakhir kepada kakekmu.”Dacia mengepal erat kedua tangannya, lalu bergegas berlari ke dalam istana.Saat ini, istana kedatangan banyak pejabat dan politikus dari seluruh penjuru. Jasad Raja Willie diletakkan di dalam kotak kaca. Raut wajahnya terlihat sangat santai, seolah-olah sedang tidur saja.Dacia muncul di depan aula, kemudian disusul dengan Jules. Dia melangkahkan kakinya p
Jules menatapnya. “Bagaimana kondisi tubuhmu?”Willie membalas dengan tersenyum, “Tidak apa-apa. Namanya juga sudah tua, wajar kalau sering sakit. Aku sudah bekerja selama bertahun-tahun. Aku selalu mendedikasikan diriku dalam urusan negara. Aku tidak merasa bersalah terhadap rakyatku, tapi aku merasa aku bersalah terhadap kalian.”Jules menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Tatapan Raja Willie tertuju pada luar jendela. Tatapannya kelihatan datar. “Aku bersalah terhadap nenekmu, juga bersalah terhadap ibumu, kamu, dan juga Dacia.”Willie merasa sakit hati dengan perbuatan yang dilakukan ibunya Dacia. Bagaimanapun, Lidya juga adalah putrinya. Terlebih, sebenarnya Dacia juga tidak bersalah.Jessie memutar sedikit bola matanya. “Kakek, kamu mesti jaga kesehatanmu dengan baik. Jadi, kamu bakal punya kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Dacia juga nggak bakal salahin kamu.”Ketika mendengar ucapan Jessie, Willie pun tersenyum. “Semoga saja seperti itu.”Willie mulai terbatuk-batuk. Jule
Jules merangkul pundak Jessie. Dia menggigit bagian yang sudah digigit Jessie tadi. “Emm, manis sekali, seperti aroma Jessie.”Wajah Jessie terasa panas. “Kamu … aku suruh kamu coba ubinya. Kenapa kamu sembarangan bicara, sih?”Senyuman di wajah Jules semakin lebar lagi. “Tadi kamu baru makan di rumah Kak Jerry. Sekarang kamu malah mau makan ubi.”“Putramu lagi lapar, bukan aku.”“Putra kita jago makan juga, sepertinya kelak dia akan menjadi bocah gendut.”Jessie mengusap perutnya sembari tersenyum. “Bisa jadi dia itu gadis gendut.”Jules mengesampingkan rambut Jessie. Dia melihat Jessie yang semakin rakus itu dengan tersenyum. “Tidak masalah. Aku suka dua-duanya.”Pada saat ini, ponsel Jessie tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponsel, lalu melihat sekilas. Ternyata ada panggilan masuk dari Silvia.“Ibu?”Silvia berkata dengan tersenyum, “Sayangku, malam ini aku dan ayahmu tinggal di istana, tidak pulang ke rumah. Ingat bantu aku sampaikan kepada Jules. Oh, ya, kalau Jules berani menin
Jules tersenyum. “Mereka semua baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman?”Daniel mengangguk sembari mengangkat gelas teh. “Aku juga baik-baik saja.”Jerremy berjalan menuruni tangga. Ketika melihat keberadaan Jules, dia pun berkata, “Pintar juga, datangnya saat jam makan.”Jessie mencondongkan kepalanya keluar dapur. “Jangan tindas suamiku!”Jerremy terdiam membisu.Daniel pun tersenyum, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Hari ini kita makan hotpot saja?”Jessie segera menimpali, “Iya, hotpot enak, kok!”Jules mengatakan, “Aku ikut istriku saja.”Saat Daniel hendak berbicara, Jerremy malah menunjukkan rasa tidak puasnya. “Masa makan ….”Dacia langsung berdeham.Jerremy berlagak merenung, lalu memiringkan kepalanya. “Iya, makan hotpot saja.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi.Pada jam lima sore, meja makan sudah dipenuhi dengan bahan makanan, seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, daging udang, dan berbagai jenis sayur hijau. Bukan hanya itu saja, ada juga camilan di s
Jodhiva berjalan keluar. “Apa kamu tidak pernah berendam?”“Nggak ada musim dingin di Pulau Persia. Siapa juga yang akan berendam?” Ariel menoleh. Ketika melihat Jodhiva hanya membungkus setengah tubuhnya dengan handuk, dia segera mengalihkan pandangannya.Jodhiva berjalan ke belakang Ariel, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk Ariel. “Bukannya kamu mau berendam air panas?”Ariel menarik napas dalam-dalam. “Aku memang mau berendam, tapi kamu malah menggodaku.”Jodhiva pun tersenyum. “Sekalian.”Usai berbicara, Jodhiva langsung menggendong Ariel.Ariel memeluk leher Jodhiva sembari memejamkan matanya. “Jangan ceburin aku!”Jodhiva membawanya turun ke dalam pemandian air panas. Seiring dengan suara “byur”, air memercik ke segala arah. Ariel muncul ke permukaan. Rambut panjangnya yang basah menempel di punggungnya.Ariel mengusap air di wajahnya dan berteriak, “Dasar berengsek!”Jodhiva memeluk Ariel di dalam pelukannya. “Ariel.”Ariel hanya merasa jari tangannya terasa dingin. Dia pun t
Di Grup Angkasa.Saat jam istirahat, para karyawan sedang membahas acara malam hari ini. Saat Edwin membawa kotak hadiah melewati sisi mereka, ada yang bertanya dengan tersenyum, “Tuan Edwin, itu hadiah buat kekasihmu?”Edwin merasa kaget. “Sejak kapan aku punya kekasih? Bukan punyaku, tapi punya Tuan Muda Jody.”Semua orang langsung mengerumuninya. “Apa isinya perhiasan?”“Apa Tuan Muda Jody menghadiahkannya untuk istrinya?”“Romantis sekali. Kenapa nggak ada yang kasih hadiah Natal buat aku?”Sebenarnya Edwin juga tidak tahu. Hanya saja, isinya memang adalah perhiasan dari suatu merek ternama.Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di belakang mereka, dia pun tersenyum. “Apa kalian tidak mau cepat pulang kerja? Kalau begitu, kalian lembur saja?”“Tidak, tidak! Kami ingin pulang kerja tepat waktu. Kami semua punya acara nanti malam.” Mereka segera kembali ke tempat duduk mereka.Edwin berjalan ke sisi Jodhiva, lalu menyerahkan kotak hadiah kepadanya. Dia bertanya dengan penasaran, “Ini had
Ariel terdiam sejenak.Pemikiran Sulivan sangat jernih, tetapi terlalu blak-blakan. Bagaimana dia bisa memiliki pacar nantinya?Ariel berjongkok di hadapan Sulivan untuk bertatapan dengan matanya. “Nggak ada yang menentukan kamu mesti menyukainya dan kamu nggak boleh menolak. Tapi, hadiah ini niat baik dari orang lain. Nggak peduli kamu suka atau nggak, kamu mesti berterima kasih.”“Meski kamu nggak mau, kamu boleh mengatakan kamu nggak memerlukannya, terima kasih atas maksud baikmu. Ini yang dinamakan sopan santun.”Sulivan menatap Ariel dalam beberapa saat. “Kamu cerewet sekali.”Saat Ariel hendak mengatakan sesuatu, anak perempuan itu pun menangis. Kali ini, Ariel merasa kewalahan, segera membujuk.Yogi mendengar suara tangisan itu. Dia langsung mendekat. Dia menyadari Ariel sedang membujuk anak perempuan yang sedang menangis dengan penuh kesabaran. Namun, anak perempuan itu masih tidak berhenti menangis.Yogi mendekat, lalu menggendong si anak perempuan. “Kenapa malah menangis? Apa
Ariel tertegun. “Selain kamu, siapa yang bisa bawa aku pergi?”Jodhiva meletakkan sebutir telur ayam di atas piring Ariel. “Bagaimana kalau bukan aku?”Ariel menggigit bibirnya. “Lain kali aku nggak bakal minum sebanyak ini lagi.”Ketika melihat Ariel sedang merenung kesalahannya, Jodhiva pun tertawa. “Kamu cukup tulus ketika mengakui kesalahanmu.”Ariel mengupas kulit telur. “Semalam … aku nggak ngawur, ‘kan?”Jodhiva mengiakan. “Sedikit.”Ariel merasa syok, spontan mengangkat kepalanya. “Apa yang aku katakan?”Jodhiva tidak menjawab, melainkan mempermainkannya. “Coba pikir sendiri.”Ariel berpikir dalam waktu lama. Sepertinya dia ingat dengan apa yang dikatakannya semalam. ‘Jody, aku sangat menyukaimu.’Tiba-tiba kedua mata Ariel terbelalak lebar. Dia menutup wajah meronanya. Apa? Dia malah mengutarakan perasaannya di saat sedang mabuk?Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Sudah ingat?”“Ergh … aku … aku mabuk.” Sekarang Ariel tidak sanggup mengatakannya lagi.Jodhiva membungkukkan tu
Yogi mengangkat kelopak matanya, lalu memalingkan kepalanya. “Masalah itu nggak ada hubungannya sama kamu.”Mengenai masalah dua orang wanita pendamping itu, Yogi tahu semua itu adalah ide Ariel.Ariel memang arogan, tapi dia tidak jahat hingga berencana menghancurkan reputasi seseorang. Sebenarnya Ariel dan dua wanita pendamping itu juga masuk jebakan orang lain.Ide buruk Ariel kebetulan melancarkan rencana orang lain. Itulah sebabnya setelah masalah terekspos, Yogi pun dijuluki sebagai “buaya darat”.Hanya saja, semuanya sudah berlalu lama. Yogi juga sudah tidak mempermasalahkannya lagi dan sudah tidak ada lagi “dendam” di hatinya.Beberapa saat kemudian, tidak lagi kedengaran suara Ariel, Yogi pun menatapnya.Ariel sedang tertidur bersandar di atas meja. Entah sejak kapan Ariel ketiduran? Sepertinya suara ribut di samping tidak bisa mengganggu tidurnya.Tatapan Yogi tertuju pada wajah Ariel. Dulu saat pertama kali bertemu dengan Ariel di Pulau Persia, dia merasa Ariel sungguh mirip