Tobias yang mengabadikan momen manis itu segera bersembunyi.Wajah Ariel merona. Dia merasa sangat canggung, bergegas berlari ke dalam rumah.Jodhiva memegang wajahnya. Kali ini, dia tidak bisa bersikap tenang lagi ….Ariel berlari ke dalam ruang baca, lalu membuka pintu.Saat ini, Tobias sedang duduk di depan meja baca berlagak sedang membaca koran. Ariel berjalan ke depan meja, langsung mengulurkan tangannya. “Serahkan ponselmu.”Tobias mengangkat kepalanya sembari mendengus dingin. “Ponselku? Apa begini cara kamu berbicara dengan ayahmu? Kamu malah ingin memeriksa ponselku. Tidak mungkin.”Ariel melipat kedua tangan di depan dada. “Ayah tidak mau hapus, ya?”Tobias memalingkan wajahnya dengan arogan, kemudian bergumam, “Tidak! Dengan tidak gampangnya aku mendapatkan foto menantuku, kamu malah ingin menghapusnya. Kenapa kamu tidak menganggap jerih payahku?”Ariel tertegun sejenak. “Menantu apaan ….”Tobias terkekeh sembari melipat korannya. “Pokoknya aku sudah menetapkannya. Kamu tid
Semuanya sulit untuk dipercaya.Jessie menggaruk pipinya. “Apa persyaratanmu?”Tobias berkata dengan serius, “Sebenarnya persyaratanku tidak penting. Aku hanya ingin Ariel bertemu dengan orang yang tepat. Aku sangat menyukai kakakmu. Semoga pandanganku tidak salah.”Tiba-tiba Jessie merasa bersalah. “Tapi kelihatan sekali Ariel nggak ingin ke ibu kota. Sepertinya nggak bagus kalau kita paksa dia ke ibu kota.”Tobias melakukannya memang demi masa depan Ariel, tetapi entah kenapa sepertinya tidaklah bagus jika menyuruh Ariel ke ibu kota demi bersama dengan Jodhiva.Kali ini, Tobias pun tersenyum. “Dengan karakternya, siapa juga yang bisa memaksanya? Kalau dia sendiri tidak bersedia, aku juga tidak punya cara lain. Tapi, bagaimana kalau dia bersedia?”Beda cerita jika Ariel bersedia. Meskipun Tobias mengelabuinya, kalau Ariel tidak bersedia, semuanya juga tidak ada gunanya. Apa mungkin Tobias tidak memahami putrinya? Ariel hanya tidak bersedia mengakui perasaannya saja.Keesokan harinya,
Jessie duduk di samping Ariel. “Betul juga.”Ariel yang sedang menunduk kepikiran sesuatu. “Tapi, kamu bilang kamu dan kakak keduamu pergi sekolah ke Negara Hyugana. Kenapa Kak Jody-mu tidak pergi bersama kalian?”Jessie tersenyum. “Kak Jody nggak ikut. Waktu itu dia tinggal di Negara Shawana. Setelah tamat sekolah, dia baru pulang untuk tinggal bersama kami.”“Oh, begitu ….”Jessie mendekati Ariel. “Sepertinya kamu sangat tertarik dengan masalah kakakku?”Ariel tertegun sejenak, lalu memalingkan wajahnya. “Kata siapa? Aku nggak tertarik.”Jessie juga tidak menjelaskannya. Dia kepikiran sesuatu, lalu mengeluarkan ponselnya. “Aku perlihatkan beberapa foto buat kamu.”Ariel merasa bingung. “Foto apa?”Jessie membongkar foto album, lalu menyerahkan kepada Ariel. Ariel mengambil ponsel mulai melihatnya. Tetiba terlintas ekspresi kaget di wajahnya. “Ini ….”“Ini foto aku dan Kak Jody ketika menjadi bintang cilik dulu. Gimana?”Ariel sungguh kaget. “Jody pernah jadi artis cilik?”“Dulu dia t
Jules berkata, “Mirip kita.”Jessie menarik selimutnya. “Bagaimana kalau anak laki-laki?”Jules mengesampingkan rambut yang menempel di leher Jessie. “Aku akan suka semua anak yang kamu lahirkan, tapi aku berdoa semoga kita punya anak perempuan.”Jessie membalikkan tubuh untuk berhadapan dengannya. “Biasanya orang lain ingin punya anak laki-laki untuk mewarisi bisnis keluarga. Kamu malah cuma ingin punya seorang anak perempuan?”Meskipun Jules tidak memiliki pemikiran seperti itu, dia juga adalah satu-satunya penerus di Keluarga Tanzil. Bagaimana jika orang tua Jules lebih menyukai anak laki-laki?Sekarang Jessie bahkan bisa membayangkan adegan keluarga orang kaya yang memaksa untuk “melahirkan anak laki-laki” demi mewarisi garis keturunan.Jules mengusap wajahnya, lalu tersenyum. “Tidak usah khawatir. Ayah dan ibuku juga sangat menyukai anak perempuan. Coba kamu lihat ibuku, dia lebih sayang sama kamu daripada sama aku.”Tatapan Jessie tertuju pada bekas luka goresan di tubuh Jules. D
Ariel memalingkan wajahnya. Dia masih saja menyangkal. “Tidak.”Jodhiva pun tersenyum. “Tuan Muda Ariel yang pernah tinggal satu kamar dengan pria malah tahu malu?”Ariel langsung membalikkan kepalanya untuk bertatapan dengan Jodhiva. “Apa kamu lagi bercanda? Untuk apa aku merasa malu? Kalau kamu berani, lepaskan saja semuanya!”Tatapan Jodhiva tertuju pada diri Ariel. Dia tidak berbicara.Ariel mendekatinya dengan tersenyum. “Aku kira Tuan Muda Jody tidak tahu malu. Ternyata kamu bisa malu juga, ya. Tidak masalah, aku juga tidak keberatan untuk melihat sekali lagi.”Meskipun Ariel dianggap tidak tahu malu, dia juga tidak ingin mengakui kekalahannya.Jari tangan Ariel menekan-nekan kancing pakaian Jodhiva. Namun, tangannya langsung ditahan oleh Jodhiva. Jodhiva memicingkan matanya. “Apa kamu yakin?”Mana mungkin Ariel yakin? Dia murni hanya ingin menantang Jodhiva saja. Namun, bagaimana kalau Jodhiva tidak tahu malu?Saat Ariel ingin menurunkan tangannya, Jodhiva malah menggenggam erat
Jodhiva membuka matanya dengan perlahan. Dia memiringkan kepala untuk menatap Ariel.Ariel pun tersenyum. “Ada yang ingin aku diskusikan sama kamu.”Sepertinya Jodhiva sudah menduganya. “Kamu ingin pinjam uang untuk tinggal di hotel?”Kali ini, Ariel tidak tersenyum lagi. Dia langsung mengurungkan niatnya. “Lupakanlah! Aku sudah berutang sama kamu, tidak seharusnya aku pinjam uang lagi sama kamu.”Jodhiva menyerahkan selembar kartu kepadanya. Ariel terbengong sejenak, lalu menatap Jodhiva dengan bingung.“Kamu tidak perlu tinggal di hotel.” Jodhiva menatap ekspresi kaget Ariel, lalu tersenyum. “Kamu juga tidak perlu jadi gelandangan.” Ketika menyadari Ariel tidak mengambilnya, Jodhiva pun hendak menyimpannya kembali. “Lupakan saja kalau kamu tidak menginginkannya.”“Sebentar ….” Ariel segera mengambil kartu di tangannya. “Sejak kapan aku bilang aku tidak mau.”Tinggal di hotel mesti menghabiskan uang. Sudah syukur diberi tempat tinggal gratis. Lagi pula, mana mungkin Ariel enak hati u
Ariel menyesap tehnya, lalu mengangguk. “Aku akan sampaikan kepadanya.”Claire menyuruh pelayan untuk membereskan sebuah kamar tamu. Baru saja Ariel ingin mengatakan sesuatu, Jodhiva pun mendahuluinya. “Ibu, dia tidak tinggal di sini.”Claire merasa bingung. “Kenapa?”Jessie melihat abangnya. “Kak, apa kamu mau suruh Ariel tinggal di hotel?”“Bukan.” Jodhiva membalas dengan perlahan, “Dia tinggal di Kompleks Galatta.”Claire menyadari sesuatu, lalu tersenyum. “Boleh juga. Kompleks Galatta nggak terlalu jauh dari Kompleks Amara. Jessie dan Jules tinggal di Kompleks Amara. Ariel dekat juga sama mereka.”Selesai makan siang, Jules dan Jodhiva mengikuti Javier ke ruang baca. Jessie pun membawa Ariel juga keliling taman. Dia kepikiran sesuatu, lalu bertanya, “Ariel, apa kamu yakin nggak mau tinggal di sini?”“Aku tidak enak hati ….”“Apa kamu lagi menghindari Kak Jody?” Setelah menuruni kapal, Jessie menyadari ada yang aneh dengan mereka berdua. Jelas sekali Ariel sedang menghindari Jodhiva
Ketika melihat gambaran ini, wajah Ariel langsung merona. Dia segera menyingkirkan tangan Jodhiva yang memegang rambutnya, lalu mengacak-acaknya. “Kamu malah mencium rambutku. Apa kamu gila? Kalau kamu begini lagi, aku akan pukul kamu!”Jodhiva tersenyum. Dia menunduk untuk menatap bibir Ariel, lalu mengusap bibir tipis itu. “Kamu ingin pukul aku?”Ekspresi Ariel kelihatan sangat galak. “Kalau kamu berani sentuh aku lagi, akan kukuliti kamu.”Jodhiva tersenyum tipis. “Kalau begitu, aku tidak sentuh-sentuh lagi.”Saat Ariel masih tercengang dengan senyuman memesona Jodhiva. Tiba-tiba dia merasakan ada yang menempel di bibirnya. Kedua bola mata Ariel disipitkan. Hawa panas seketika membaluti tubuhnya. Pikiran Ariel seketika terasa hampa.Tadinya Jodhiva hanya memberi ciuman tipis saja. Sekarang telapak tangan Jodhiva menahan leher Ariel untuk memperdalam ciumannya.Ariel merasa napasnya bagai telah direbut saja. Dia bukan hanya kehabisan tenaga untuk mendorong, tubuhnya bahkan terasa sa
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me