Setelah selesai mengukus kue, Jessie memasukkan kue ke dalam kotak. Kebetulan Jules juga hendak keluar rumah. Dia pun sekalian mengantar Jessie ke rumah sakit.Sebelum Jessie menuruni mobil, dia membalikkan tubuhnya mencium pipi Jules. “Kak Jules, aku masuk dulu.”Jessie menuruni mobil dengan mengenakan masker dan topi. Dia langsung berlari ke dalam rumah sakit.Jules menatap kepergian Jessie, lalu mengambil ponsel untuk menghubungi Derrick.Jessie berjalan dengan menunduk, berusaha menghindari kerumunan, segera memasuki area rawat inap departemen ginekologi. Dia bergegas berjalan ke kamar yang ditempati Dacia. Pada saat ini, kebetulan Jerremy berjalan keluar kamar pasien.Mereka berdua saling bertabrakan.Kening Jerremy spontan berkerut. Saat hendak mengatakan sesuatu, dia baru menyadari bahwa wanita itu adalah adiknya. “Jessie?”Jessie menurunkan maskernya. “Kak Jerry, ternyata kamu di sini?”Jerremy juga sudah mendengar kabar mereka kembali dari Pulau Persia. Jadi, dia juga tidak me
Jessie berkata, “Seandainya Keluarga Fernando bisa menerima keberadaan Clara ….”“Jessie.” Dacia memotong pembicaraannya dengan tenang, “Meskipun Keluarga Fernando bisa menerima Clara, bagaimana pandangan orang-orang terhadap Keluarga Fernando nanti? Apa pun yang aku lakukan, pada akhirnya Jerry akan menjadi pihak yang serbasalah.”“Aku nggak ingin mempersulitnya, apalagi mempersulit Keluarga Fernando. Aku lebih takut dengan suara publik. Nantinya aku akan merasa semakin nggak pantas untuk bersamanya.”Dacia menunduk. Air mata hangat menetes di atas telapak tangannya.Apa pun yang Dacia lakukan, dia tetap tidak memiliki solusi yang sempurna. Semuanya seperti ucapan ibunya saja. Suara itu tak berhenti terngiang-ngiang di dalam benaknya. Apa Dacia pantas untuk mendapatkan kebahagiaan?Sebenarnya semuanya juga karena sikap rendah diri Dacia saja. Dacia merasa dirinya tidak pantas. Jadi, dia memendam perasaannya. Jujur saja, Jerremy telah menggerakkan hati Dacia, tetapi keberadaan Clara me
“Kamu kira aku karena ucapan itu ….” Dacia tidak melanjutkan ucapannya, larut dalam kesedihan. “Jadi, gara-gara apa?” Jerremy menggenggam tangan Dacia. “Dacia, apa kamu hanya bersedia untuk berkata jujur di hadapan Jessie? Apa tidak ada yang ingin kamu katakan di hadapanku?”Dacia memutar bola matanya, lalu tersenyum. “Nggak ada.”Jerremy menatapnya. Tidak terlihat ekspresi apa pun di wajah Dacia. Beberapa saat kemudian, Jerremy baru berdiri. “Kamu istirahat dulu.”Setelah Jerremy meninggalkan kamar, Dacia memainkan gelang di pergelangan tangannya sembari menggigit erat bibirnya.Sejak setengah tahun silam, ada penghalang tidak berwujud di antara Dacia dan Jerremy. Jerremy mengira Dacia hanya memedulikan Clara saja. Jadi, dia pun meninggalkan Dacia dengan marah. Mereka bahkan tidak bertemu selama setengah bulan.Waktu itu, Dacia memang terlalu panik. Kenyataannya, Dacia memang hanya mempertimbangkan keselamatan Clara, lalu mengabaikan perasaan Jerremy. Semua ini memang salahnya Dacia.
“Serahkan kepadaku.”Si anak laki-laki merasa bingung. “Apa kamu bisa?”Ariel mengambil anak panah, lalu mengarahkannya dengan tepat. “Cuma masalah sepele. Kamu lihat saja.”Setelah mengamati dengan saksama, anak panah dilemparkan dengan tepat.“Duar!” Suara balon meledak.Anak laki-laki itu pun terbengong melongo. Bahkan, bos di tempat juga terbengong. Kenapa gadis ini beruntung sekali?Kemudian, anak laki-laki menunjuk ke sisi boneka beruang. “Itu.”Ariel lanjut melempar. Kali ini, dia melemparkan anak panah dengan miring. “Duar! Duar! Duar!” Anak panah dilemparkan mengenai tiga balon. Semua lemparan tepat pada sasarannya.Si anak laki-laki merasa gembira. “Wah! Kak, kamu hebat sekali!”Bahkan anak-anak yang mengerumuni di samping juga merasa semakin bersemangat. Semuanya mengerumuninya, lalu berkata, “Kak, kami juga mau ….”“Oke, satu per satu!”Kali ini, bos tidak bisa duduk tenang lagi. Dia segera berjalan kemari. “Nona, kalau kamu bermain seperti ini, aku akan rugi parah.”Ariel
Seandainya setiap harinya kedatangan pengunjung royal seperti ini, sepertinya bos ini bisa beli rumah setiap hari.Ariel meregangkan tubuhnya. Sekarang sekujur tubuhnya terasa sangat ringan. Tiba-tiba dia mendengar suara jeritan dari atas. Roller coaster memelesat kencang dari atas kepala.Kedua mata Ariel seketika berkilauan. Dia menarik tangan Jodhiva. “Main itu yuk?”Jodhiva mengerutkan keningnya. “Apa kamu yakin?”Ariel pun tersenyum. “Jangan-jangan kamu takut?”Jodhiva menyipitkan matanya. “Asalkan kamu tidak takut saja.”Ariel segera berlari ke sisi roller coaster. Jodhiva mengikuti langkahnya.Mereka berdua duduk di roller coaster. Roller coaster mulai melaju dengan perlahan dan semakin naik. Ariel melihat orang-orang di permukaan lantai terasa semakin kecil. Kecepatan juga masih sangat lambat. Dia merasa bingung. “Apa kecepatan roller coaster selambat ini? Bukannya yang tadi cukup cepat?”Pengunjung baris depan menoleh untuk melirik Ariel sekilas. Tatapannya bagai sedang menata
“Astaga!” Ariel terkejut, langsung menendang NPC.Jodhiva segera menarik Ariel ke dalam pelukannya. “Jangan ditendang!”NPC melepaskan rambut palsunya, lalu berdiri. Orang itu adalah seorang pria. Dia menutup wajah memarnya sembari mengomel, “Apa yang lagi kamu lakukan? Aku itu NPC. Kenapa kamu sadis sekali?”Ariel malah tidak merasa bersalah. “Siapa suruh kamu kagetin aku?”Jodhiva menarik Ariel ke belakang tubuhnya, lalu berkata kepada NPC, “Maaf, kekasihku, dia ….” Jodhiva menunjuk kepalanya.Kemudian, NPC pun meninggalkan tempat dengan marah.Tiba-tiba Ariel menginjak kaki Ariel. Dia merasa sangat marah. “Kata siapa aku itu kekasihmu? Apa maksud kamu menunjuk kepalamu? Maksudmu ada yang salah dengan otakku?”Jodhiva memasukkan Ariel ke dalam pelukannya, lalu mengecup bibirnya. Ariel tertegun sejenak, spontan mendorong dada Jodhiva. Namun, dia tidak berhasil mendorong Jodhiva.Saat menyadari Ariel tidak meronta lagi, Jodhiva baru melepaskannya. Jari tangannya menempel ke atas bibir
Jodhiva tersenyum. “Bertemu dengan adikku.”Ariel tertegun sejenak. Dia merasa bingung. “Tuan Muda Jerry itu? Ngapain kamu bawa aku ketemu dia?”Jodhiva memegang setir mobil, lalu menyalakan mesin mobil. “Sebagai kakak iparnya, sudah seharusnya kamu bertemu dengan adik iparmu sendiri.”Ka … Kakak ipar?Wajah Ariel semakin panas lagi. Dia pun mulai gagap. “Aku masih belum menikah sama kamu. Aku juga tidak setuju untuk menikah denganmu. Bukan, aku tidak akan menikah sama kamu!”Jodhiva pun tersenyum dan tidak berbicara.Di gedung Grup Angkasa.Ariel dan Jodhiva berjalan ke dalam lobi. Dia mengamati isi interior gedung. Memang pantas dijuluki sebagai grup terbesar di ibu kota, interiornya mewah sekali.Semua mode menggunakan kecerdasan buatan dan teknologi bayangan tiga dimensi, bahkan layanan resepsionis yang sebelumnya dilakukan oleh manusia telah digantikan oleh layanan kecerdasan buatan. Semua karyawan tidak lagi perlu absensi dengan menggunakan kartu, mereka hanya perlu memindai waja
“Iya, persyaratan Nona Yunita cukup bagus. Oh, ada juga Nona Mellisa, si psikiater itu. Dengar-dengar, dulu Nona Mellisa satu sekolah sama Tuan Muda Jerry. Kemudian, dia ke luar negeri untuk mendalami ilmu psikolog. Dia itu orangnya cantik dan baik hati, lebih unggul berkali-kali lipat daripada si Dacia itu ….”Ariel menatap bayangan punggung sekelompok wanita yang semakin menjauh. Dia spontan menyipitkan matanya. Seharusnya orang yang mereka maksud adalah adiknya Jodhiva?Ariel mengusap dagunya. Apa karyawan perusahaan boleh menggosip wanita dari bos mereka sendiri? Menarik!Di dalam ruangan, Jodhiva mengusap jam tangannya, lalu mengangkat kelopak matanya. “Mellisa?”Jerremy menunduk menatap minumannya. “Dia itu satu sekolah sama aku dan Jessie. Aku juga tidak begitu mengingatnya. Kebetulan aku lagi mencarikan psikiater untuk Clara. Dia pun belajar soal psikolog. Jadi, aku pun menjadikannya sebagai dokternya Clara.”“Jerry, apa kamu punya pendapat terhadap Clara.” Jari-jari tangan Jod
Carly berjalan ke sisi Dacia. “Dacia, kamu … apa kamu baik-baik saja?”Dacia menggeleng. Saat ini, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.Carly berusaha menenangkan Dacia di samping hingga kedatangan Jerremy. Jerremy menebak Dacia sudah mengetahui kabar itu. Itulah sebabnya dia bergegas ke akademi untuk mencari Dacia.Jerremy merangkul Dacia. “Terima kasih. Serahkan saja dia kepadaku.”Carly mengangguk.Jerremy membawa Dacia ke dalam mobil, lalu bergegas meninggalkan akademi. Dia membawa Dacia ke istana. Saat Dacia merasa bingung, kebetulan Jessie dan Jules berjalan keluar istana. “Dacia, beri penghormatan terakhir kepada kakekmu.”Dacia mengepal erat kedua tangannya, lalu bergegas berlari ke dalam istana.Saat ini, istana kedatangan banyak pejabat dan politikus dari seluruh penjuru. Jasad Raja Willie diletakkan di dalam kotak kaca. Raut wajahnya terlihat sangat santai, seolah-olah sedang tidur saja.Dacia muncul di depan aula, kemudian disusul dengan Jules. Dia melangkahkan kakinya p
Jules menatapnya. “Bagaimana kondisi tubuhmu?”Willie membalas dengan tersenyum, “Tidak apa-apa. Namanya juga sudah tua, wajar kalau sering sakit. Aku sudah bekerja selama bertahun-tahun. Aku selalu mendedikasikan diriku dalam urusan negara. Aku tidak merasa bersalah terhadap rakyatku, tapi aku merasa aku bersalah terhadap kalian.”Jules menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Tatapan Raja Willie tertuju pada luar jendela. Tatapannya kelihatan datar. “Aku bersalah terhadap nenekmu, juga bersalah terhadap ibumu, kamu, dan juga Dacia.”Willie merasa sakit hati dengan perbuatan yang dilakukan ibunya Dacia. Bagaimanapun, Lidya juga adalah putrinya. Terlebih, sebenarnya Dacia juga tidak bersalah.Jessie memutar sedikit bola matanya. “Kakek, kamu mesti jaga kesehatanmu dengan baik. Jadi, kamu bakal punya kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Dacia juga nggak bakal salahin kamu.”Ketika mendengar ucapan Jessie, Willie pun tersenyum. “Semoga saja seperti itu.”Willie mulai terbatuk-batuk. Jule
Jules merangkul pundak Jessie. Dia menggigit bagian yang sudah digigit Jessie tadi. “Emm, manis sekali, seperti aroma Jessie.”Wajah Jessie terasa panas. “Kamu … aku suruh kamu coba ubinya. Kenapa kamu sembarangan bicara, sih?”Senyuman di wajah Jules semakin lebar lagi. “Tadi kamu baru makan di rumah Kak Jerry. Sekarang kamu malah mau makan ubi.”“Putramu lagi lapar, bukan aku.”“Putra kita jago makan juga, sepertinya kelak dia akan menjadi bocah gendut.”Jessie mengusap perutnya sembari tersenyum. “Bisa jadi dia itu gadis gendut.”Jules mengesampingkan rambut Jessie. Dia melihat Jessie yang semakin rakus itu dengan tersenyum. “Tidak masalah. Aku suka dua-duanya.”Pada saat ini, ponsel Jessie tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponsel, lalu melihat sekilas. Ternyata ada panggilan masuk dari Silvia.“Ibu?”Silvia berkata dengan tersenyum, “Sayangku, malam ini aku dan ayahmu tinggal di istana, tidak pulang ke rumah. Ingat bantu aku sampaikan kepada Jules. Oh, ya, kalau Jules berani menin
Jules tersenyum. “Mereka semua baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman?”Daniel mengangguk sembari mengangkat gelas teh. “Aku juga baik-baik saja.”Jerremy berjalan menuruni tangga. Ketika melihat keberadaan Jules, dia pun berkata, “Pintar juga, datangnya saat jam makan.”Jessie mencondongkan kepalanya keluar dapur. “Jangan tindas suamiku!”Jerremy terdiam membisu.Daniel pun tersenyum, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Hari ini kita makan hotpot saja?”Jessie segera menimpali, “Iya, hotpot enak, kok!”Jules mengatakan, “Aku ikut istriku saja.”Saat Daniel hendak berbicara, Jerremy malah menunjukkan rasa tidak puasnya. “Masa makan ….”Dacia langsung berdeham.Jerremy berlagak merenung, lalu memiringkan kepalanya. “Iya, makan hotpot saja.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi.Pada jam lima sore, meja makan sudah dipenuhi dengan bahan makanan, seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, daging udang, dan berbagai jenis sayur hijau. Bukan hanya itu saja, ada juga camilan di s
Jodhiva berjalan keluar. “Apa kamu tidak pernah berendam?”“Nggak ada musim dingin di Pulau Persia. Siapa juga yang akan berendam?” Ariel menoleh. Ketika melihat Jodhiva hanya membungkus setengah tubuhnya dengan handuk, dia segera mengalihkan pandangannya.Jodhiva berjalan ke belakang Ariel, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk Ariel. “Bukannya kamu mau berendam air panas?”Ariel menarik napas dalam-dalam. “Aku memang mau berendam, tapi kamu malah menggodaku.”Jodhiva pun tersenyum. “Sekalian.”Usai berbicara, Jodhiva langsung menggendong Ariel.Ariel memeluk leher Jodhiva sembari memejamkan matanya. “Jangan ceburin aku!”Jodhiva membawanya turun ke dalam pemandian air panas. Seiring dengan suara “byur”, air memercik ke segala arah. Ariel muncul ke permukaan. Rambut panjangnya yang basah menempel di punggungnya.Ariel mengusap air di wajahnya dan berteriak, “Dasar berengsek!”Jodhiva memeluk Ariel di dalam pelukannya. “Ariel.”Ariel hanya merasa jari tangannya terasa dingin. Dia pun t
Di Grup Angkasa.Saat jam istirahat, para karyawan sedang membahas acara malam hari ini. Saat Edwin membawa kotak hadiah melewati sisi mereka, ada yang bertanya dengan tersenyum, “Tuan Edwin, itu hadiah buat kekasihmu?”Edwin merasa kaget. “Sejak kapan aku punya kekasih? Bukan punyaku, tapi punya Tuan Muda Jody.”Semua orang langsung mengerumuninya. “Apa isinya perhiasan?”“Apa Tuan Muda Jody menghadiahkannya untuk istrinya?”“Romantis sekali. Kenapa nggak ada yang kasih hadiah Natal buat aku?”Sebenarnya Edwin juga tidak tahu. Hanya saja, isinya memang adalah perhiasan dari suatu merek ternama.Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di belakang mereka, dia pun tersenyum. “Apa kalian tidak mau cepat pulang kerja? Kalau begitu, kalian lembur saja?”“Tidak, tidak! Kami ingin pulang kerja tepat waktu. Kami semua punya acara nanti malam.” Mereka segera kembali ke tempat duduk mereka.Edwin berjalan ke sisi Jodhiva, lalu menyerahkan kotak hadiah kepadanya. Dia bertanya dengan penasaran, “Ini had
Ariel terdiam sejenak.Pemikiran Sulivan sangat jernih, tetapi terlalu blak-blakan. Bagaimana dia bisa memiliki pacar nantinya?Ariel berjongkok di hadapan Sulivan untuk bertatapan dengan matanya. “Nggak ada yang menentukan kamu mesti menyukainya dan kamu nggak boleh menolak. Tapi, hadiah ini niat baik dari orang lain. Nggak peduli kamu suka atau nggak, kamu mesti berterima kasih.”“Meski kamu nggak mau, kamu boleh mengatakan kamu nggak memerlukannya, terima kasih atas maksud baikmu. Ini yang dinamakan sopan santun.”Sulivan menatap Ariel dalam beberapa saat. “Kamu cerewet sekali.”Saat Ariel hendak mengatakan sesuatu, anak perempuan itu pun menangis. Kali ini, Ariel merasa kewalahan, segera membujuk.Yogi mendengar suara tangisan itu. Dia langsung mendekat. Dia menyadari Ariel sedang membujuk anak perempuan yang sedang menangis dengan penuh kesabaran. Namun, anak perempuan itu masih tidak berhenti menangis.Yogi mendekat, lalu menggendong si anak perempuan. “Kenapa malah menangis? Apa
Ariel tertegun. “Selain kamu, siapa yang bisa bawa aku pergi?”Jodhiva meletakkan sebutir telur ayam di atas piring Ariel. “Bagaimana kalau bukan aku?”Ariel menggigit bibirnya. “Lain kali aku nggak bakal minum sebanyak ini lagi.”Ketika melihat Ariel sedang merenung kesalahannya, Jodhiva pun tertawa. “Kamu cukup tulus ketika mengakui kesalahanmu.”Ariel mengupas kulit telur. “Semalam … aku nggak ngawur, ‘kan?”Jodhiva mengiakan. “Sedikit.”Ariel merasa syok, spontan mengangkat kepalanya. “Apa yang aku katakan?”Jodhiva tidak menjawab, melainkan mempermainkannya. “Coba pikir sendiri.”Ariel berpikir dalam waktu lama. Sepertinya dia ingat dengan apa yang dikatakannya semalam. ‘Jody, aku sangat menyukaimu.’Tiba-tiba kedua mata Ariel terbelalak lebar. Dia menutup wajah meronanya. Apa? Dia malah mengutarakan perasaannya di saat sedang mabuk?Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Sudah ingat?”“Ergh … aku … aku mabuk.” Sekarang Ariel tidak sanggup mengatakannya lagi.Jodhiva membungkukkan tu
Yogi mengangkat kelopak matanya, lalu memalingkan kepalanya. “Masalah itu nggak ada hubungannya sama kamu.”Mengenai masalah dua orang wanita pendamping itu, Yogi tahu semua itu adalah ide Ariel.Ariel memang arogan, tapi dia tidak jahat hingga berencana menghancurkan reputasi seseorang. Sebenarnya Ariel dan dua wanita pendamping itu juga masuk jebakan orang lain.Ide buruk Ariel kebetulan melancarkan rencana orang lain. Itulah sebabnya setelah masalah terekspos, Yogi pun dijuluki sebagai “buaya darat”.Hanya saja, semuanya sudah berlalu lama. Yogi juga sudah tidak mempermasalahkannya lagi dan sudah tidak ada lagi “dendam” di hatinya.Beberapa saat kemudian, tidak lagi kedengaran suara Ariel, Yogi pun menatapnya.Ariel sedang tertidur bersandar di atas meja. Entah sejak kapan Ariel ketiduran? Sepertinya suara ribut di samping tidak bisa mengganggu tidurnya.Tatapan Yogi tertuju pada wajah Ariel. Dulu saat pertama kali bertemu dengan Ariel di Pulau Persia, dia merasa Ariel sungguh mirip