Claire menyuguhkan sepiring buah-buahan ke dalam ruangan. “Lagi lihat apa?”Javier mengangkat kelopak matanya, lalu meletakkan ponselnya. “Masalah di Pulau Persia sudah selesai dengan lancar.”Claire meletakkan piring buah-buahan di atas meja, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya anak-anak dalam keadaan selamat.” Dia menusuk sepotong jeruk dengan tusuk gigi, lalu menyuapi Javier. Javier menutup majalah, kemudian memakan jeruk suapan Claire. Setelah itu, Javier menarik Claire, lalu memangkunya. “Jeruk hasil suapan istriku enak sekali.”Claire mengambil buah ceri. “Kalau anakmu bisa meniru gombalanmu, sepertinya aku akan merasa sangat tenang.”Javier pun tersenyum. “Namanya juga anak muda, bukannya wajar? Sejak kecil, Jerry tinggal bersama Jessie dan kita. Dia tidak sama seperti Jody yang tinggal di luar, yang sikapnya sudah diasah oleh Kakek Buyut. Jerry anaknya tidak pintar dalam mengekspresikan diri. Omongannya juga ceplas-ceplos.”Claire menekan-nekan keningnya. “Makanya aku s
Namun, Ariel malah tidak kesakitan. Dia membuka matanya, kemudian menyadari bahwa dia sedang berbaring di atas tubuh Jodhiva. Di bawah tubuh mereka berdua adalah sebuah bantalan yang sudah disediakan sejak awal.Ariel tersadar dari bengongnya. “Kamu ….”Tiba-tiba Jodhiva membalikkan tubuhnya untuk menindih tubuh Ariel, lalu menatapnya. “Kamu jatuh dari atas pentas. Kamu kalah.”Ariel tertegun sejenak. “Kamu sengaja?”Jodhiva pun tersenyum dan tidak menjawab.Ariel mendorong Jodhiva, lalu duduk di tempat. “Sejak kapan aku kalah? Kamu juga tidak menang.”Jodhiva tersenyum tipis. “Aku juga tidak bilang aku sudah menang. Aku hanya berharap kamu kalah saja.”Ariel terdiam membisu. Dia merasa dirinya bagai telah masuk ke jebakan Jodhiva saja. Ariel merasa kesal memukul pundak Jodhiva. Jodhiva mengerang kesakitan, lalu jatuh ke atas bantalan, seolah-olah telah terluka saja.Ariel menyadari pukulannya terlalu kuat. Dia pun segera melihat ke depan. “Hei, Jody, apa kamu baik-baik saja?”Jodhiva
Nada bicara Tobias melembut. “Semuanya sudah berakhir. Aku juga sudah aman. Kamu tidak usah mencemaskanku. Lagi pula, ada Dessy, pengurus rumah, dan Firman yang menemaniku. Aku juga akan hidup gembira meski kamu tidak di sisiku.”Jessie meletakkan peralatan makannya, lalu berdiri. “Tuan Tobias, Ariel, aku sudah kenyang. Aku pergi lihat mereka dulu.”Jessie sengaja memberi ruang untuk mereka berdua.Setelah Jessie meninggalkan tempat, Tobias baru bertanya kepada Ariel, “Ariel, menurutmu, bagaimana si Jody?”Ariel memutar bola matanya. “Bagaimana apanya?”Tobias berkata dengan serius, “Kamu kira aku sudah tua, tidak menyadarinya. Ada hubungan tidak jelas di antara kamu dengan Jody. Dia punya perasaan terhadapmu.”Kali ini, Ariel sungguh syok. “Jangan sembarangan bicara.”Jodhiva punya perasaan terhadapnya?“Coba kamu tanya diri kamu sendiri, apa aku sedang omong kosong?” Tobias mengambil saputangan menyeka ujung mulutnya. “Coba kamu pikir perasaan ketika kamu bersama dengan Jody. Kemudia
Tobias yang mengabadikan momen manis itu segera bersembunyi.Wajah Ariel merona. Dia merasa sangat canggung, bergegas berlari ke dalam rumah.Jodhiva memegang wajahnya. Kali ini, dia tidak bisa bersikap tenang lagi ….Ariel berlari ke dalam ruang baca, lalu membuka pintu.Saat ini, Tobias sedang duduk di depan meja baca berlagak sedang membaca koran. Ariel berjalan ke depan meja, langsung mengulurkan tangannya. “Serahkan ponselmu.”Tobias mengangkat kepalanya sembari mendengus dingin. “Ponselku? Apa begini cara kamu berbicara dengan ayahmu? Kamu malah ingin memeriksa ponselku. Tidak mungkin.”Ariel melipat kedua tangan di depan dada. “Ayah tidak mau hapus, ya?”Tobias memalingkan wajahnya dengan arogan, kemudian bergumam, “Tidak! Dengan tidak gampangnya aku mendapatkan foto menantuku, kamu malah ingin menghapusnya. Kenapa kamu tidak menganggap jerih payahku?”Ariel tertegun sejenak. “Menantu apaan ….”Tobias terkekeh sembari melipat korannya. “Pokoknya aku sudah menetapkannya. Kamu tid
Semuanya sulit untuk dipercaya.Jessie menggaruk pipinya. “Apa persyaratanmu?”Tobias berkata dengan serius, “Sebenarnya persyaratanku tidak penting. Aku hanya ingin Ariel bertemu dengan orang yang tepat. Aku sangat menyukai kakakmu. Semoga pandanganku tidak salah.”Tiba-tiba Jessie merasa bersalah. “Tapi kelihatan sekali Ariel nggak ingin ke ibu kota. Sepertinya nggak bagus kalau kita paksa dia ke ibu kota.”Tobias melakukannya memang demi masa depan Ariel, tetapi entah kenapa sepertinya tidaklah bagus jika menyuruh Ariel ke ibu kota demi bersama dengan Jodhiva.Kali ini, Tobias pun tersenyum. “Dengan karakternya, siapa juga yang bisa memaksanya? Kalau dia sendiri tidak bersedia, aku juga tidak punya cara lain. Tapi, bagaimana kalau dia bersedia?”Beda cerita jika Ariel bersedia. Meskipun Tobias mengelabuinya, kalau Ariel tidak bersedia, semuanya juga tidak ada gunanya. Apa mungkin Tobias tidak memahami putrinya? Ariel hanya tidak bersedia mengakui perasaannya saja.Keesokan harinya,
Jessie duduk di samping Ariel. “Betul juga.”Ariel yang sedang menunduk kepikiran sesuatu. “Tapi, kamu bilang kamu dan kakak keduamu pergi sekolah ke Negara Hyugana. Kenapa Kak Jody-mu tidak pergi bersama kalian?”Jessie tersenyum. “Kak Jody nggak ikut. Waktu itu dia tinggal di Negara Shawana. Setelah tamat sekolah, dia baru pulang untuk tinggal bersama kami.”“Oh, begitu ….”Jessie mendekati Ariel. “Sepertinya kamu sangat tertarik dengan masalah kakakku?”Ariel tertegun sejenak, lalu memalingkan wajahnya. “Kata siapa? Aku nggak tertarik.”Jessie juga tidak menjelaskannya. Dia kepikiran sesuatu, lalu mengeluarkan ponselnya. “Aku perlihatkan beberapa foto buat kamu.”Ariel merasa bingung. “Foto apa?”Jessie membongkar foto album, lalu menyerahkan kepada Ariel. Ariel mengambil ponsel mulai melihatnya. Tetiba terlintas ekspresi kaget di wajahnya. “Ini ….”“Ini foto aku dan Kak Jody ketika menjadi bintang cilik dulu. Gimana?”Ariel sungguh kaget. “Jody pernah jadi artis cilik?”“Dulu dia t
Jules berkata, “Mirip kita.”Jessie menarik selimutnya. “Bagaimana kalau anak laki-laki?”Jules mengesampingkan rambut yang menempel di leher Jessie. “Aku akan suka semua anak yang kamu lahirkan, tapi aku berdoa semoga kita punya anak perempuan.”Jessie membalikkan tubuh untuk berhadapan dengannya. “Biasanya orang lain ingin punya anak laki-laki untuk mewarisi bisnis keluarga. Kamu malah cuma ingin punya seorang anak perempuan?”Meskipun Jules tidak memiliki pemikiran seperti itu, dia juga adalah satu-satunya penerus di Keluarga Tanzil. Bagaimana jika orang tua Jules lebih menyukai anak laki-laki?Sekarang Jessie bahkan bisa membayangkan adegan keluarga orang kaya yang memaksa untuk “melahirkan anak laki-laki” demi mewarisi garis keturunan.Jules mengusap wajahnya, lalu tersenyum. “Tidak usah khawatir. Ayah dan ibuku juga sangat menyukai anak perempuan. Coba kamu lihat ibuku, dia lebih sayang sama kamu daripada sama aku.”Tatapan Jessie tertuju pada bekas luka goresan di tubuh Jules. D
Ariel memalingkan wajahnya. Dia masih saja menyangkal. “Tidak.”Jodhiva pun tersenyum. “Tuan Muda Ariel yang pernah tinggal satu kamar dengan pria malah tahu malu?”Ariel langsung membalikkan kepalanya untuk bertatapan dengan Jodhiva. “Apa kamu lagi bercanda? Untuk apa aku merasa malu? Kalau kamu berani, lepaskan saja semuanya!”Tatapan Jodhiva tertuju pada diri Ariel. Dia tidak berbicara.Ariel mendekatinya dengan tersenyum. “Aku kira Tuan Muda Jody tidak tahu malu. Ternyata kamu bisa malu juga, ya. Tidak masalah, aku juga tidak keberatan untuk melihat sekali lagi.”Meskipun Ariel dianggap tidak tahu malu, dia juga tidak ingin mengakui kekalahannya.Jari tangan Ariel menekan-nekan kancing pakaian Jodhiva. Namun, tangannya langsung ditahan oleh Jodhiva. Jodhiva memicingkan matanya. “Apa kamu yakin?”Mana mungkin Ariel yakin? Dia murni hanya ingin menantang Jodhiva saja. Namun, bagaimana kalau Jodhiva tidak tahu malu?Saat Ariel ingin menurunkan tangannya, Jodhiva malah menggenggam erat