Saat Claire dan Cherry makan di restoran, kebetulan terdengar kabar pertunangan putri Keluarga Gozali.“Melia akan bertunangan?”Cherry menatapnya. “Kamu nggak tahu??”Claire tidak berbicara.Bukannya Claire tidak tahu. Hanya saja dia tidak tahu siapa pasangannya Melia. Keluarga Gozali tidak pernah mempublikasikannya. Claire spontan kepikiran dengan gambaran waktu itu.Hanya saja, tebakannya sudah dibuktikan dengan cepat. Saat selesai makan, dia bersama Cherry berjalan keluar restoran, mereka pun bertemu dengan Gilbert dan melia.Mereka berdua baru saja keluar dari lift. Melia berdiri di sampingnya Gilbert, lalu menunduk sembari memperlambat langkahnya. Dia bahkan menabrak Gilbert.Melia spontan mengangkat kepalanya. Orang yang berjalan di depan sana adalah Claire dan juga Cherry.Cherry berdiri di tempat menatap sosok Gilbert. Perasaannya seketika terasa rumit. Bukan karena dia masih memendam perasaan mendalam kepada Gilbert atau tidak merelakannya. Hanya saja, dia merasa menyesal lan
“Aku nggak ikut campur.” Melia menopang dagu dengan satu tangan, lalu melanjutkan dengan serius, “Gosip sama ikut campur dalam privasi orang lain itu dua hal yang berbeda.”Gilbert tidak berbicara lagi. Jikalau Gilbert diam, itu berarti pasti ada sesuatu yang dirahasiakan. Intuisi seorang wanita sangatlah menakutkan.Melia mengangkat mangkuk sup, lalu menyesapnya. “Kamu nggak usah khawatir. Aku ini orangnya nggak suka asal bicara. Kalau kamu nggak bersedia buat ngomong, aku juga nggak akan paksa kamu.”Gilbert tersenyum. “Terima kasih atas pengertianmu.”Melia pun bersikap sungkan. “Selesai makan, aku akan kembali ke perusahaan. Mengenai masalah pertunangan, mohon bantuan Pak Gilbert, ya.”“Aku antar kamu.”Melia tertegun sejenak. “Sepertinya nggak usah?”Gilbert berkata dengan datar, “Kita harus berlagak layaknya pasangan di luar sana.”Melia juga tidak berkata-kata lagi.Gilbert mengantar Melia ke depan gedung Perusahaan Teknologi Juana. Seperti biasa, setelah melihat Melia memasuki
Tidak semua lelaki cocok dengan jas putih. Jas putih bukan hanya menguji postur tubuh saja, juga menguji karisma.Kulit Gilbert tidak tergolong putih, tapi tidak tergolong gelap juga. Ketika mengenakan jas berwarna putih, Gilbert kelihatan semakin dewasa saja.Ada yang memberi tahu Gilbert, dia pun menoleh melihat ke sisi Melia.Para karyawan setempat tahu diri segera meninggalkan tempat. Sekarang hanya tersisa mereka berdua saja di dalam koridor. Melia berhenti di hadapannya. Entah dirinya merasa gugup atau apa, dia merasa agak tidak leluasa. “Bukankah acara akan segera dimulai?”Gilbert mengiakan. Tatapan tertuju pada diri Melia. “Gaun ini sangat cocok sama kamu.”Melia mengangkat kepalanya, lalu berpapasan dengan tatapan Gilbert. Kemudian dia mengalihkan pandangannya. “Emm, iya, lumayan, ya.”Gilbert memiringkan tubuhnya. “Kalau begitu, kita masuk.”Melia mengangguk. Saat hendak berjalan , tetiba Gilbert mengulurkan tangan ke sisinya.Langkah kaki Melia berhenti. Dia mengangkat tang
Melia memalingkan kepalanya melihat Gilbert yang sedang berbincang-bincang dengan Javier. Dia pun menggigit bibirnya dengan erat.Entah sejak kapan Widya berdiri di belakang Melia. “Kak.”Melia membalikkan tubuhnya. “Ada apa?”Widya mendekati Melia. Entah apa yang dikatakan Widya, alhasil Melia meletakkan gelas anggur ke atas meja, lalu berjalan keluar aula bersamanya.Claire masih berdiri di tempat. Dia melihat mereka berdua meninggalkan aula.Di depan balkon, Melia berdiri di belakang pot tanaman. “Jangan-jangan kamu ingin bujuk aku lagi?”“Aku hanya merasa keputusanmu terlalu gegabah. Apa kamu nggak bakal menyesali keputusanmu?”Melia melipat kedua tangannya. “Meskipun menyesal, semua itu juga urusanku.”Widya menundukkan kepalanya. “Aku tahu. Nggak seharusnya aku mengatakan ucapan seperti ini sekarang. Tapi kamu itu kakakku. Aku sungguh berharap kamu bisa hidup bahagia.”Melia tidak berbicara.“Kak, apa kamu nggak pernah kepikiran, meskipun kamu melakukan pernikahan bisnis, bisa ja
Gilbert tidak menjawab.Melia juga merasa dirinya terlalu cerewet, padahal dia sudah berjanji tidak akan ikut campur dalam privasi Gilbert. “Maaf, aku juga nggak bermaksud lain. Aku hanya merasa … kalau kamu menyesal, lebih baik kita tunangan saja. Meski cuma bertunangan, kamu juga bisa merebut kekuasaan.”Melia tidak suka memaksa kehendaknya kepada orang lain. Meskipun Gilbert yang mengajukan rencana pernikahan bisnis, tujuan melakukan pernikahan itu juga demi keuntungan belaka. Mereka tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap satu sama lain. Namun, jujur saja Melia sempat ragu selama beberapa saat ini. Dia ragu dengan keputusannya.Bukannya Melia takut dengan pernikahan formalitas ini. Sebab setelah menikah nanti, mereka akan melewati kehidupan mereka masing-masing. Jikalau kedua belah pihak merasa tidak cocok, mereka bisa bercerai kapan saja. Melia pun bisa menerima persyaratan ini.Namun setelah mendengar ocehan Widya, Melia sendiri juga tidak yakin apakah dia akan memiliki perasaan
Sepertinya Gilbert dapat membaca pemikiran Melia saja. “Itu nomor belakang ponselku.”Melia terdiam membisu. Dia merasa canggung saat ini. Melia tertawa terbahak-bahak menyembunyikan rasa canggung, lalu memapahnya ke dalam. “Kamu nggak usah jelasin apa-apa.”Gilbert mengiakan. “Aku bukan lagi menjelaskan.” Gilbert hanya ingin memberi tahu Melia saja, tidak ada maksud lain.Gilbert mengulurkan tangan untuk menyalakan lampu. Ruangan seketika menjadi terang. Interior rumah sangatlah minimalis, tidak semewah yang dipikirkan Melia.Sederhana, bersih, dan juga luas.Melia memapah Gilbert kembali ke ruang tamu. Kamarnya lebih luas lagi. Namun selain sebuah ranjang, hanya ada lemari pakaian, meja belajar, dan rak buku. Tidak diletakkan barang-barang tidak berkepentingan di dalamnya.Melia mengamati isi ruangan. “Tempat tinggalmu ini minimalis sekali.”Saking minimalisnya, ruangan kelihatan sangat kosong, tidak ada hawa manusia sama sekali. Rumah ini bagai tempat untuk berteduh saja.Gilbert me
Selesai meletakkan bantal dan selimut, Melia berjalan kembali ke kamarnya dengan perlahan.Gilbert melebarkan matanya dengan perlahan, lalu memegang selimut di tubuhnya. Tatapannya tertuju pada bayangan tubuh yang sedang berjalan ke dalam kamar.Tentu saja Gilbert sadar batasan dia dalam minum alkohol. Dia memang sudah minum kebanyakan, tetapi masih belum mabuk. Lagi pula, sewaktu tinggal di militer, dia sering menerima misi berbahaya. Jadi, Gilbert sangatlah peka. Di saat Melia membuka pintu kamar berjalan keluar tadi, dia pun sudah terbangun. Tetiba Gilbert tersenyum tipis.Sebenarnya Gilbert ingin melihat apa yang ingin dilakukan Melia. Hanya saja, semuanya di luar dugaannya.Keesokan harinya, Melia baru bangun tidur pada jam delapan pagi. Selesai membasuh tubuhnya, dia berjalan keluar kamar. Saat ini, dia hanya menemukan selimut dan bantal di atas sofa.“Sudah bangun.” Gilbert berjalan keluar dapur dengan mengambil sarapan.Melia terbengong sejenak, lalu berjalan ke depan meja mak
Melia merasa agak syok, lalu spontan membalas, “Aku sudah terbiasa.”Tatapan Gilbert tertuju pada diri Melia. Senyuman di wajahnya tampak tipis. “Lebih baik kamu cepat terbiasa dengan hubungan kita.”Melia menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum padanya. “Oke, aku akan belajar untuk terbiasa.”Usai berbicara, Melia membuka pintu mobil, lalu menuruni mobil.Gilbert menatap bayangan tubuh Melia yang berjalan ke dalam vila. Dia menaikkan jendela mobil dengan perlahan. Pada saat ini, dia menerima panggilan dari ayahnya, Suryadi. Setibanya di rumah, Gilbert memasuki ruang tamu. Dia melihat Suryadi sedang duduk di sofa sembari merokok. Pelayan di samping sedang menyeduh teh.Suryadi mengangkat tangan menyuruh Gilbert untuk duduk. Dia menjentikkan cerutu. “Gilbert, aku berencana memberimu sebuah hadiah besar sebelum kamu menikah nanti.”Gilbert duduk di seberang. Kabar pertunangan Gilbert dan Melia belum terekspos sama sekali. Semua itu hanyalah perjanjian Gilbert dengan Emir. Seharusnya S