Melia memalingkan kepalanya melihat Gilbert yang sedang berbincang-bincang dengan Javier. Dia pun menggigit bibirnya dengan erat.Entah sejak kapan Widya berdiri di belakang Melia. “Kak.”Melia membalikkan tubuhnya. “Ada apa?”Widya mendekati Melia. Entah apa yang dikatakan Widya, alhasil Melia meletakkan gelas anggur ke atas meja, lalu berjalan keluar aula bersamanya.Claire masih berdiri di tempat. Dia melihat mereka berdua meninggalkan aula.Di depan balkon, Melia berdiri di belakang pot tanaman. “Jangan-jangan kamu ingin bujuk aku lagi?”“Aku hanya merasa keputusanmu terlalu gegabah. Apa kamu nggak bakal menyesali keputusanmu?”Melia melipat kedua tangannya. “Meskipun menyesal, semua itu juga urusanku.”Widya menundukkan kepalanya. “Aku tahu. Nggak seharusnya aku mengatakan ucapan seperti ini sekarang. Tapi kamu itu kakakku. Aku sungguh berharap kamu bisa hidup bahagia.”Melia tidak berbicara.“Kak, apa kamu nggak pernah kepikiran, meskipun kamu melakukan pernikahan bisnis, bisa ja
Gilbert tidak menjawab.Melia juga merasa dirinya terlalu cerewet, padahal dia sudah berjanji tidak akan ikut campur dalam privasi Gilbert. “Maaf, aku juga nggak bermaksud lain. Aku hanya merasa … kalau kamu menyesal, lebih baik kita tunangan saja. Meski cuma bertunangan, kamu juga bisa merebut kekuasaan.”Melia tidak suka memaksa kehendaknya kepada orang lain. Meskipun Gilbert yang mengajukan rencana pernikahan bisnis, tujuan melakukan pernikahan itu juga demi keuntungan belaka. Mereka tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap satu sama lain. Namun, jujur saja Melia sempat ragu selama beberapa saat ini. Dia ragu dengan keputusannya.Bukannya Melia takut dengan pernikahan formalitas ini. Sebab setelah menikah nanti, mereka akan melewati kehidupan mereka masing-masing. Jikalau kedua belah pihak merasa tidak cocok, mereka bisa bercerai kapan saja. Melia pun bisa menerima persyaratan ini.Namun setelah mendengar ocehan Widya, Melia sendiri juga tidak yakin apakah dia akan memiliki perasaan
Sepertinya Gilbert dapat membaca pemikiran Melia saja. “Itu nomor belakang ponselku.”Melia terdiam membisu. Dia merasa canggung saat ini. Melia tertawa terbahak-bahak menyembunyikan rasa canggung, lalu memapahnya ke dalam. “Kamu nggak usah jelasin apa-apa.”Gilbert mengiakan. “Aku bukan lagi menjelaskan.” Gilbert hanya ingin memberi tahu Melia saja, tidak ada maksud lain.Gilbert mengulurkan tangan untuk menyalakan lampu. Ruangan seketika menjadi terang. Interior rumah sangatlah minimalis, tidak semewah yang dipikirkan Melia.Sederhana, bersih, dan juga luas.Melia memapah Gilbert kembali ke ruang tamu. Kamarnya lebih luas lagi. Namun selain sebuah ranjang, hanya ada lemari pakaian, meja belajar, dan rak buku. Tidak diletakkan barang-barang tidak berkepentingan di dalamnya.Melia mengamati isi ruangan. “Tempat tinggalmu ini minimalis sekali.”Saking minimalisnya, ruangan kelihatan sangat kosong, tidak ada hawa manusia sama sekali. Rumah ini bagai tempat untuk berteduh saja.Gilbert me
Selesai meletakkan bantal dan selimut, Melia berjalan kembali ke kamarnya dengan perlahan.Gilbert melebarkan matanya dengan perlahan, lalu memegang selimut di tubuhnya. Tatapannya tertuju pada bayangan tubuh yang sedang berjalan ke dalam kamar.Tentu saja Gilbert sadar batasan dia dalam minum alkohol. Dia memang sudah minum kebanyakan, tetapi masih belum mabuk. Lagi pula, sewaktu tinggal di militer, dia sering menerima misi berbahaya. Jadi, Gilbert sangatlah peka. Di saat Melia membuka pintu kamar berjalan keluar tadi, dia pun sudah terbangun. Tetiba Gilbert tersenyum tipis.Sebenarnya Gilbert ingin melihat apa yang ingin dilakukan Melia. Hanya saja, semuanya di luar dugaannya.Keesokan harinya, Melia baru bangun tidur pada jam delapan pagi. Selesai membasuh tubuhnya, dia berjalan keluar kamar. Saat ini, dia hanya menemukan selimut dan bantal di atas sofa.“Sudah bangun.” Gilbert berjalan keluar dapur dengan mengambil sarapan.Melia terbengong sejenak, lalu berjalan ke depan meja mak
Melia merasa agak syok, lalu spontan membalas, “Aku sudah terbiasa.”Tatapan Gilbert tertuju pada diri Melia. Senyuman di wajahnya tampak tipis. “Lebih baik kamu cepat terbiasa dengan hubungan kita.”Melia menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum padanya. “Oke, aku akan belajar untuk terbiasa.”Usai berbicara, Melia membuka pintu mobil, lalu menuruni mobil.Gilbert menatap bayangan tubuh Melia yang berjalan ke dalam vila. Dia menaikkan jendela mobil dengan perlahan. Pada saat ini, dia menerima panggilan dari ayahnya, Suryadi. Setibanya di rumah, Gilbert memasuki ruang tamu. Dia melihat Suryadi sedang duduk di sofa sembari merokok. Pelayan di samping sedang menyeduh teh.Suryadi mengangkat tangan menyuruh Gilbert untuk duduk. Dia menjentikkan cerutu. “Gilbert, aku berencana memberimu sebuah hadiah besar sebelum kamu menikah nanti.”Gilbert duduk di seberang. Kabar pertunangan Gilbert dan Melia belum terekspos sama sekali. Semua itu hanyalah perjanjian Gilbert dengan Emir. Seharusnya S
Pada saat ini, Melia sedang sibuk dengan masalah perangkat lunaknya. Setelah menerima pesan, dia baru membacanya setelah setengah jam kemudian.[ Bukannya cowok itu calon suamimu? ][ Calon suamimu ketemuan sama cewek lain? Apa kamu tahu masalah ini? ][ !!! ]Kemudian, terlampir selembar foto.Melia membuka foto tersebut, lalu tampak Gilbert sedang menatap wanita di hadapannya dengan tersenyum lembut. Hanya saja, Melia tidak pernah melihat tatapan selembut ini sebelumnya.Mungkin orang lain tidak tahu siapa wanita itu. Namun, Melia mengetahuinya. Ternyata semuanya seperti yang diduga Melia.Selesai membaca, Melia juga tidak membalas pesan. Dia merasa dirinya agak konyol. Jelas-jelas Melia tidak seharusnya ikut campur dengan privasi Gilbert. Sekarang dia malah merasa cemburu ketika melihat gambaran ini.Melia mengira dirinya bisa melewati pernikahan tanpa berlandasan cinta. Kenyataannya, jika pasangannya itu adalah Gilbert, sepertinya dia akan jatuh cinta terhadapnya. Jadi, Melia memil
Setelah itu, Gilbert tersenyum tipis. “Sepertinya kamu orangnya agak sensitif.”Gilbert mengangkat cangkir tehnya, lalu menyesapnya. “Hari ini sewaktu aku di kafe, aku ketemu dengan rekan kerjamu.”Melia tertegun. Tetiba dia tersenyum. “Oh ya?”“Apa yang dia katakan padamu?”Senyuman di wajah Melia terkaku. Saat berpapasan dengan tatapan tajam Gilbert, dia malah merasa bersalah. Jangan-jangan dia menyadari dirinya dipotret oleh rekan kerjanya?Namun, betul juga! Seandainya Gilbert tidak memiliki kepekaan tingkat tinggi, bagaimana dia bisa menjadi mata-mata?Dengan terpaksa, Melia mengakuinya. Dia menunjukkan senyuman tipis di wajahnya. “Dia memang sudah bilang sama aku. Tapi aku nggak bakal nanya masalah pribadimu. Orang lain nggak tahu kondisi kita, makanya bisa terjadi masalah seperti ini. Maaf ya kalau perbuatan rekan kerjaku sudah mengganggumu.”“Apa kamu mematikan ponselmu juga karena hal ini?”Melia langsung berkeringat dingin. Sepertinya Gilbert bahkan lebih peka daripada wanita
Awalnya Gilbert mengira dirinya bisa menebus Melia setelah dirinya mendapat saham dari Suryadi. Melia ingin mendapatkan keuntungan. Gilbert juga tidak pelit sama sekali. Hanya saja, dia mengabaikan sesuatu, yaitu soal “perasaan”.Meskipun lelaki dan wanita yang terikat oleh pernikahan tidak berlandaskan cinta, seiring berjalannya waktu, pasti akan tumbuh sedikit perasaan di antara mereka. Malam hari itu Gilbert tidak tergolong mabuk. Dia sangat jelas dengan apa yang dilakukan Melia.Gilbert pernah berhubungan dengan banyak wanita. Semua wanita yang mendekatinya juga tidaklah tulus. Semuanya bisa dirasakan dari setiap gerak-gerik mereka.Berbeda dengan Melia, dia bersikap sangat sungkan dan selalu menjaga jarak dengan Gilbert. Dia tahu hubungan mereka hanyalah sebuah “transaksi” belaka.Melia menunduk seolah-olah mengerti maksud ucapan Gilbert. Beberapa saat kemudian, dia berkata, “Jadi, kita hanya bertunangan saja, ‘kan?”Gilbert tidak berbicara.Raut wajah Melia sangatlah tenang. “Se
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me