“Hendri, beberapa tahun ini kamu cukup sukses juga, ya. Setelah sukses, kamu malah melupakan kawan-kawanmu.” Si lelaki mengenakan kalung emas merapikan kerah pakaian Hendri sembari tersenyum lebar. Sepertinya ada makna tersirat di balik ucapannya.Hendri melepaskan tangannya, lalu tersenyum. “Kamu juga kelihatan baik. Kita sebelas dua belas, lah.”Si lelaki mengeluarkan sekotak rokok. “Kami tidak bisa dibandingkan sama kamu. Jelas-jelas kita sama-sama masuk penjara. Sekarang, kamu malah sukses sekali.”Si lelaki menyerahkan sebatang rokok kepada Hendri.Hendri tidak menerimanya. “Aku tidak merokok lagi.”Si lelaki menggantungkan rokok di mulut, lalu menyalakannya. “Sekarang tidak mau rokok merek biasa?”Hendri menunduk sembari tersenyum. “Aku benar-benar sudah tidak merokok lagi, bukan tidak suka merek rokok itu.” Hendri menunduk melirik jam tangannya. “Waktu sudah tidak pagi lagi. Aku mesti berterima kasih kepada kalian sudah mengantarku pulang.”Si lelaki dengan gelang emas meletakka
Hanya ingin mendapatkan keuntungan dengan melakukan hal kriminal. Mereka melakukan semua itu hanya demi uang.Hendri tertegun sejenak.Jujur saja, Hendri juga merasa syok. Jelas-jelas Widya sudah mendengar semuanya, tetapi dia malah tidak menanyakan hubungannya dengan kedua lelaki itu, dia bahkan tidak mengubah pemikirannya terhadap Hendri, malah membujuk Hendri untuk jangan masuk jebakan orang itu.“Kamu ….” Pandangannya tertuju pada mini market di seberang. “Kamu mau minum apa?”Widya terbengong sejenak. “Apa pun boleh.”Hendri berjalan ke mini market, lalu membeli dua kaleng jus buah. Mereka berdua duduk di atas bangku panjang. Mobil di jalan tak berhenti melintas. Ada dua orang yang sedang menikmati satai di depan sana. Hendri tidak berbicara. Alhasil, Widya merasa sangat canggung, tapi dia tidak tahu bagaimana untuk bersuara. Dia pun terpaksa memaksakan dirinya. “Apa hubungan kamu dengan mereka sangat bagus?”Namun setelah bertanya, Widya pun menyesal. Seharusnya Hendri tidak aka
“Namanya orang dewasa. Hanya saja, Widya nggak pernah pacaran. Aku takut dia bakal bucin dan melakukan apa pun. Itulah alasannya aku datang ke sini.”Melia bisa mencari Claire juga demi mencari tahu kepribadian Hendri. Perkembangan hubungan mereka terlalu cepat. Sekarang mereka malah tidak pulang semalaman. Apa mungkin Claire tidak khawatir?Claire tersenyum. “Kamu harap tenang. Adikku nggak bakal cari kesempatan dalam kesempitan. Kalau dia benar-benar melakukan sesuatu, aku akan suruh dia untuk tanggung jawab.”“Baguslah kalau begitu …. Sebentar, Hendri itu adikmu?”Bukankah itu berarti Hendri itu adik iparnya Javier?…Widya bekerja di perusahaan. Saat melewati sisi karyawan, mereka semua dapat mencium aroma alkohol di tubuhnya. Hari ini Widya masih mengenakan pakaian semalam. “Sebenarnya kamu minum berapa banyak?”Widya mengendus tubuhnya. “Apa baunya berat sekali?”“Omong kosong. Sekarang satu koridor ini bau alkoholmu.” Karyawan tersebut melambaikan tangannya berusaha menyingkirka
Hendri menjelaskan, “Aku dengar-dengar Nona Airine pernah ganti banyak penata rias. Aku tidak yakin aku sanggup.”Airine membalas dengan tersenyum, “Beda, aku nggak suka dengan hasil riasan mereka.”Atasan mengangguk. “Airine sudah bilang sama aku. Hendri, coba kamu pertimbangkan.”Hendri meninggalkan kantor dengan wajah muram. Setelah Airine berjalan ke belakangnya, Airine mengikuti langkah Hendri dengan tersenyum, mendekatinya. “Ada bau alkohol di tubuhmu. Apa kamu suka minum alkohol?”Hendri langsung menjaga jarak. “Tidak suka. Minumnya kadang-kadang saja.”Riasan Airine lebih menor. Cara berpakaiannya juga sangat berlebihan dan terbuka. Hanya saja, seksinya boleh dikatakan tidak ada batasan. Hal yang paling tidak diduga Hendri adalah nyalinya sangatlah besar.Tampak Airine mengulurkan jari tangan untuk meraih kerah pakaian Hendri. “Dik, kalau ada waktu, kita bisa minum bersama.” Airine mendekatinya. “Kakak suka banget sama lelaki yang suci seperti kamu. Kakak bisa berikan apa yang
Setelah si lelaki memperingati Hendri, dia pun meninggalkan tempat.Hendri berdiri di tempat sembari merenung.Sore harinya, Hendri mengendarai mobil kembali ke Apartemen Himaya. Dia duduk di mobil membaca notifikasi pesan masuk di depan layar. Mereka sedang mendesak Hendri untuk mencari “artis”.Hendri hanya membaca, tapi tidak membalas. Dia kembali ke rumah untuk mandi, lalu membungkus tubuhnya dengan jubah tidur. Dia mengeluarkan sekaleng Coca Cola dari dalam kulkas, lalu duduk di sofa sembari membuka laptop.Saat mendengar suara bel pintu, Hendri meletakkan kaleng Coca Cola, lalu pergi membuka pintu. Awalnya Widya merasa bersalah lantaran Hendri menemaninya semalaman di saat mabuk semalam. Saat berpikir bagaimana menjelaskan, Widya mengangkat kepala berhadapan dengan tubuh kekar di hadapannya. Tetiba ucapan yang hendak dilontarkannya pun tersangkut di tenggorokan.Hendri memang mengenakan jubah tidur, tetapi jubah tidur itu terbuat dari sutra yang sangat pas bodi. Seolah-olah pakai
“Sebenarnya apa yang kamu ucapan waktu itu?”Ketika menyadari Hendri bersikeras ingin meminta penjelasan, Widya pun menutup wajahnya. “Jangan tanya lagi. Aku … aku … aku tenangkan diriku dulu!”Widya langsung berdiri. Lututnya tak sengaja membentur meja marmer. Meja dan kakinya pun bergetar. Hendri mengulurkan tangan untuk memapahnya. “Hati-hati.”Widya tidak berdiri dengan stabil. Dia langsung jatuh duduk ke dalam pelukan Hendri.Widya pun tertegun di tempat. Dia spontan memalingkan kepalanya. Wajah si lelaki yang berjarak begitu dekat dengannya membuat Widya kesulitan untuk bernapas.Suasana terasa semakin canggung lagi. Setelah tersadar dari bengong, Widya segera berdiri dengan kedua daun telinga memerah. “Ma … Maafkan aku!”Widya tidak lagi peduli dengan rasa sakit di lututnya. Dia langsung melarikan diri dengan terpincang-pincang, bahkan tidak berani menoleh sama sekali. Setelah kembali ke vila, dia menutup pintu kamar bersandar di belakang pintu sembari menarik napas dalam-dalam
Setelah dipikir-pikir, si lelaki merasa sangat marah. Bukannya tidak ada yang melakukan protes, tetapi protes tidak berguna. Ditambah lagi dengan adanya selebritas tidak beretika seperti Airine, yang selalu bertindak semena-mena. Bagaimana mungkin mereka tidak marah?Hanya saja, para petinggi adalah anggota Airine. Meskipun karyawan melakukan protes, mereka para petinggi juga bisa menutupi berita ini. Bukan siapa pun bisa mengalahkan kekuatan mereka.Hendri melihatnya. “Gimana kalau aku ada cara?”Malam harinya, seperti yang dijanjikan, Hendri pun kembali ke hotel. Saat Airine membuka pintu, tampak dia hanya mengenakan terusan berwarna sutra hitam dengan menggoyangkan botol anggur di tangannya. “Masuklah.”Hendri berjalan masuk. Airine duduk di sofa dengan tersenyum. “Apa kamu tahu arti ke hotel?”Hendri berdiri di tempat. Dia kelihatan tidak takut ketika menghadapi masalah. “Memangnya bisa ada arti apa?”Airine meletakkan gelas anggur, lalu berdiri berjalan mendekati Hendri. Dia mengu
Hendri mengantar si lelaki pulang ke rumah. Dia pun tiba di Apartemen Himaya pada pukul sebelas malam. Di tubuhnya ditempel oleh aroma wangi parfum wanita itu. Dia merasa sangat jijik hingga mandi dua kali.Hendri kembali ke kamar mematikan lampu kamar, lalu membaringkan tubuhnya. Lampu neon di depan jendela samar-samar memantul ke atas plafon kamar.Salah satu tangan Hendri disandarkan di atas kepalanya. Dia menatap plafon sembari memikirkan sesuatu. Hendri pun spontan tersenyum.Keesokan harinya, saat Widya keluar rumah, dia menyadari pintu lift hampir tertutup. Dia segera berlari. “Sebentar!”Setelah masuk ke dalam lift, dia pun melihat sosok Hendri. Awalnya dia terbengong sejenak. Tetiba dia langsung kepikiran dengan masalah hari itu, dia pun merasa canggung lagi. Hanya saja, sepertinya akan lebih canggung jika tidak saling menyapa.Widya menunjukkan senyuman di wajahnya. Dia berdiri di samping. “Kebetulan sekali.”Hendri menatapnya. “Emm, iya, kebetulan.”Widya mengintip Hendri se