“Apa?” Cherry menatap Claire.Claire menggeleng dengan tersenyum. “Nggak kenapa-napa.” Seandainya anak itu tidak gugur akibat kecelakaan, sekarang Claire pun sudah memiliki empat anak. Mungkin inilah yang dinamakan takdir. Itulah sebabnya Claire tidak pernah mengungkit untuk meminta anak keempat.Pada saat yang sama, di ruang wawancara Grup Angkasa.Seorang wanita sedang berhadapan dengan tiga orang penguji. Dia sedang menganalisa data yang bersangkutan dengan Grup Angkasa. Rasa percaya diri si wanita sungguh memuaskan hati ketiga penguji.Mereka membuka CV-nya. Listya, 29 tahun, tamatan S2 dari universitas arsitektur ternama di Negara Shawana. Latar pendidikannya boleh dikatakan cukup bagus.Salah seorang penguji berdiri, lalu berkata, “Nona Listya, tunggu kabar baik dari kami.”Listya berdiri, lalu mengangguk sedikit kepalanya. “Terima kasih.” Dia mengambil tas, lalu berjalan meninggalkan ruangan.Kebetulan Roger melewati sisi Listya. Dia refleks melirik sekilas. Listya pun tersenyum
Lucy mengangkat kepalanya dengan gemetar. Dia memeluk kakinya, lalu berkata, “Pak Diandra, aku … aku bukan sengaja ingin melarikan diri. Hanya saja, orang itu terlalu menakutkan. Aku … aku nggak ingin layani dia, dia bisa membunuhku.”Diandra menjambak rambut Lucy. “Kamu itu kerjaannya jual diri. Sekarang kamu malah pilih pelanggan?”Tamparan dilayangkan ke wajah Lucy. Wajahnya seketika membengkak.Diandra meludah ke lantai. “Aku beri kamu 2 pilihan, bayar 2 miliar atau pergi minta maaf sama tamu. Kalau tidak, aku akan bunuh kamu sekarang.”Lucy merangkak, lalu bersujud di hadapan Diandra. “Aku … aku pilih untuk bayar uang ganti rugi! Aku akan ganti rugi!”Lucy sungguh tidak ingin menghadapi tamu yang kehilangan kewarasannya itu. Lucy bisa mati nantinya!“Tiga hari!” Diandra menjambak rambut Lucy, lalu bertatapan dengannya. “Kalau aku nggak melihat uang dalam waktu tiga hari, aku akan cabik-cabik kamu untuk dijadikan makanan ikan.”Diandra membawa anggotanya meninggalkan tempat, hanya
“Claire, kamu … sekarang kamu curiga aku lagi bohongin kamu, ya? Aku nggak lagi bohong!” Lucy merasa panik. Tentu saja dia tidak berani mengatakan bahwa dia mengetahuinya. Sebab, dia takut nantinya Claire tidak akan meminjamkan uang kepadanya.“Lucy, kamu seharusnya tahu aku orangnya nggak suka dibohongi. Setelah berbohong sekali, kamu pasti akan berbohong untuk kedua kalinya. Kalau jobdesk sudah tertera jelas di dalam kontrak, kamu malah menandatanganinya, itu berarti kamu cari gara-gara sendiri. Kalau kamu dibohongi, aku akan membantumu dengan menggunakan jalur hukum,” jelas Claire dengan perlahan.Ketika Lucy mendengar penjelasan itu, dia langsung merasa putus asa. “Claire, kamu bahkan nggak bersedia untuk pinjamin uang 2 miliar sama aku? Aku itu adik sepupumu. Dengan statusmu sekarang, apa uang 2 miliar itu berharga bagi kamu?”“Uang 2 miliar juga uang.” Raut wajah Claire tampak serius. “Memangnya uangku itu jatuh dari langit? Kamu itu memang adalah sepupuku, tapi aku nggak berkewa
Listya menutup jendela mobil, kemudian mobil pun melaju pergi. Lucy masih terbengong di tempat, menatap kartu nama di tangannya. …Sore hari, di Vila Blue Canyon.Claire baru saja selesai mandi. Dia membalut tubuh dan juga rambutnya dengan handuk. Claire berdiri di depan meja rias, lalu mengoles krim wajahnya.Saat ini, Javier memasuki kamar. Dia melempar jas yang digantungnya di lengan ke atas ranjang, lalu memeluk Claire dari belakang. Dia mendekati telinga Claire dan berkata, “Begitu pulang langsung tampak sisi seksi Claire.”Claire menatap Javier dari dalam cermin. “Apa sih yang ada di otakmu?”Javier tersenyum. “Aku kangen sama Claire.”Claire mengoles krim di wajahnya, lalu memalingkan kepalanya. Saat Claire hendak mengoleskan sisa krim ke wajah Javier, Javier spontan mengelak, lalu meraih pergelangan tangannya sembari tersenyum. “Kamu bandel, ya.”Misi Claire tidak kesampaian. Dia pun mencemberutkan bibirnya sembari menurunkan tangannya. “Licik.”Javier memeluk Claire, lalu mem
Resepsionis mengangguk. “Oh begitu.” Kemudian, dia pun berbicara dengan karyawan yang 1 lagi.Si karyawan wanita juga tidak curiga lagi. Dia pun memberi tahu, “Kamu anak baru, ‘kan? Teh di sini khusus untuk departemen administrasi. Bu Claire suka minum jenis ini, tapi airnya jangan terlalu panas.”Lucy mengangguk, lalu menatap teko teh yang ditaruh bubuk tadi. Setelah karyawan wanita memasukkan air ke dalam teko, air pun dididihkan di atas kompor listrik. Detik demi detik berlalu, Lucy tidak berani berbicara terlalu banyak lantaran takut akan ketahuan.Setelah air mendidih, karyawan wanita memasukkan daun teh yang dipersiapkan khusus untuk Claire ke dalam termos. Kemudian, dia menuangkan air yang dipanaskan tadi ke dalam termos.Lucy menarik napas dalam-dalam. Keningnya spontan berkeringat dingin. Hanya saja, Listya pernah mengatakan bahwa bubuk itu tidak mematikan, Claire hanya akan merasa tidak nyaman selama sehari saja. Jadi, Lucy baru berani melakukannya.Karyawan wanita memalingka
Seusai berbicara, Roger berkacak pinggang sembari mengomel, “Jujur saja! Jadi asisten itu tidak gampang. Kalau bukan mengelola perusahaan, kerjaanku malah jadi kurir antar makanan. Gajiku bukannya bertambah, malah dipotong ….”Izza menatap Roger dengan tatapan datar. “Aku akan sampaikan apa yang kamu katakan tadi kepada Tuan Javier.”Roger segera menutup mulutnya. “Jangan!” Dia melirik sekeliling, lalu melanjutkan, “Aku cuma bercanda. Astaga, aku mohon! Bagaimanapun juga, kita sudah bekerja sama-sama selama 3 tahun. Apa kita tidak bisa berhubungan dengan baik?” Tiba-tiba tatapan Roger tertuju pada laporan dan termos di tangan Izza. “Apa itu?”Izza menyerahkannya kepada Roger. “Coba kamu baca sendiri.”Roger membaca isi laporan. Raut wajahnya seketika berubah.Izza kembali ke ruang kerja, lalu menyerahkan laporan kepada Claire. Dia juga memberi tahu masalah dirinya bertemu Roger di bawah tadi.Claire melihat tulisan yang tertera di atas laporan: [ Konsumsi dalam jumlah besar akan menga
Lucy tidak berpikir banyak. Sekarang kondisi sangat mendesak, dia membutuhkan uang itu.Setelah panggilan diakhiri, Lucy bergegas berjalan ke seberang jalan raya. Tetiba … sebuah mobil melaju kencang menabrak diri Lucy.Suara tabrakan keras terdengar. Lucy tertabrak hingga terpental beberapa meter. Satu sepatunya jatuh ke lantai. Layar ponselnya juga sudah retak.Lucy memalingkan kepalanya dengan kedua mata terbuka lebar menatap ke sisi depan. Jari tangan tak berhenti bergetar. Darah juga mulai mengalir dari belakang kepalanya.Seorang lelaki berjalan ke sisi Lucy. Dia mengenakan sarung tangan untuk memungut ponsel tersebut. Kemudian, dia membelah kartu SIM dan membuangnya ke taman bunga di tengah jalan. Si lelaki melanjutkan langkahnya ke mobil yang diparkirkan di seberang. Listya yang duduk di baris belakang pun tersenyum. “Ayo, jalan!”Claire menelepon Hendri meminta nomor telepon Lucy. Hanya saja, panggilan tidak bisa tersambung. Claire menyuruh Izza untuk memeriksa keberadaan Lucy
“Ibu, jangan banyak bicara lagi. Sekarang Lucy sudah berbaring di dalam sana, apa lagi yang kamu inginkan.” Riandy merasa tidak senang.Gabriana spontan terdiam.Claire juga tidak memasukkan ucapan Gabriana ke hati. Dia menatap Riandy. “Aku akan bayar biaya kremasi Lucy. Setelah masalah kecelakaannya berhasil diselidiki, kita semua akan tahu apa yang telah terjadi.”Di Grup Angkasa.Roger berjalan ke sisi Javier. “Tuan Javier, aku sudah berhasil menemukan klub malam tempat Lucy bekerja. Bos dari klub itu bernama Diandra. Dia juga adalah bos rentenir. Klub malamnya itu juga memiliki fasilitas pelayanan ‘khusus’. Dia sering menekan karyawan wanita dengan memotong gaji mereka. Jadi, para karyawan terpaksa melayani tamu demi membayar utang mereka.”Javier memandang ke depan. “Siapa orang di belakangnya?”Roger membaca dokumen sekilas. “Di dalam daftar klien mereka, terdapat perusahaan bahan bangunan milik Pak Suryadi. Tiga tahun lalu, Pak Suryadi pernah memiliki hubungan bisnis dengan Grup