Javier menambahkan dengan datar, “Seorang lelaki yang sudah berumur 40-an tahun memang tidak perlu buru-buru.”Benn juga tersenyum dengan hormat. Orang di samping juga ikut tersenyum. Ketika mendengar suara kembang api di luar sana, Jessie meletakkan peralatan makannya. “Kakak-kakak, kalian makannya yang cepat. Sudah saatnya kita main kembang api!”Anak-anak meletakkan kembang api yang dibeli mereka di depan pintu. Roger membantu mereka untuk menyalakannya. Saat kembang api dilepaskan di atas langit, anak-anak pun merasa sangat gembira.Claire berdiri di dalam halaman melihat kembang api yang berkilauan itu. Dia menoleh menatap Javier. Kebetulan Javier juga sedang menatapnya.….Lampu di dalam ruangan tidak dinyalakan. Hans duduk di samping jendela sembari memandang ke luar jendela. Jalanan yang dipadati mobil terasa kosong baginya. Dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat gambar di layarnya. Entah sejak kapan, foto di layar ponselnya telah berubah menjadi foto Noni.Noni sudah meningg
Seandainya semuanya bisa dimulai dari awal. Sayangnya, semuanya tidak memungkinkan.Saat ini, di Negara Mardani.Noni sedang duduk di dalam kamar pasien. Dokter sedang melepaskan perban yang membaluti wajah Noni. Suster pun mengambil cermin, lalu mengarahkannya ke hadapan Noni.Noni melihat wajah asing di dalam cermin itu. Setelah melakukan operasi plastik sebanyak dua kali, wajahnya masih kelihatan agak membengkak.Dokter berpesan, “Nona Noni, setengah tahun ini adalah masa pemulihan lukamu. Usahakan jangan menggosok wajahmu dengan terlalu kuat. Dengan begitu, wajahmu baru akan pulih dengan cepat.”Nona tersenyum. “Terima kasih.”Setelah dokter meninggalkan tempat, Nona melihat dirinya dari dalam cermin, lalu tersenyum. Mulai saat ini, dia akan berpamitan dengan masa lalu.Dalam sekilas mata, waktu tiga tahun telah berlalu.Media melaporkan bahwa Perusahaan Soulna telah menduduki peringkat keenam di jajaran dalam negeri. Perusahaan Soulna berhasil memasuki sepuluh besar. Posisinya ham
Mobil berhenti di depan pintu hotel. Mereka berdua memasuki restoran. Selain pelayan yang sedang menunggu, tidak ada satu pun pelanggan di dalam restoran. Kelihatan sekali Javier telah mereservasi satu restoran.Para pelayan yang berbaris rapi menyapa, “Selamat datang!”Claire berjalan ke meja putih yang sudah dipersiapkan. Tampak ada sebuket mawar hitam di atas meja. Dia spontan tersenyum, lalu membalikkan tubuhnya melihat ke sisi Javier. “Ini kejutan yang kamu maksud?”Javier menarik bangku mempersilakan Claire untuk duduk. Dia membungkukkan tubuhnya mendekati Claire. “Demi merayakan terwujudnya impian Claire.”Javier duduk di seberang Claire, lalu menyuruh pelayan untuk membukakan botol anggur merah. Claire menopang dagu dengan satu tangan sembari menatap Javier dengan tersenyum. “Namanya juga demi mengejar langkahmu. Kalau nggak, jarak di antara kita terlalu jauh.”Javier mengambil botol anggur merah. “Sudah bagus bisa masuk peringkat sepuluh besar.”Claire mengangkat-angkat alisny
“Apa?” Cherry menatap Claire.Claire menggeleng dengan tersenyum. “Nggak kenapa-napa.” Seandainya anak itu tidak gugur akibat kecelakaan, sekarang Claire pun sudah memiliki empat anak. Mungkin inilah yang dinamakan takdir. Itulah sebabnya Claire tidak pernah mengungkit untuk meminta anak keempat.Pada saat yang sama, di ruang wawancara Grup Angkasa.Seorang wanita sedang berhadapan dengan tiga orang penguji. Dia sedang menganalisa data yang bersangkutan dengan Grup Angkasa. Rasa percaya diri si wanita sungguh memuaskan hati ketiga penguji.Mereka membuka CV-nya. Listya, 29 tahun, tamatan S2 dari universitas arsitektur ternama di Negara Shawana. Latar pendidikannya boleh dikatakan cukup bagus.Salah seorang penguji berdiri, lalu berkata, “Nona Listya, tunggu kabar baik dari kami.”Listya berdiri, lalu mengangguk sedikit kepalanya. “Terima kasih.” Dia mengambil tas, lalu berjalan meninggalkan ruangan.Kebetulan Roger melewati sisi Listya. Dia refleks melirik sekilas. Listya pun tersenyum
Lucy mengangkat kepalanya dengan gemetar. Dia memeluk kakinya, lalu berkata, “Pak Diandra, aku … aku bukan sengaja ingin melarikan diri. Hanya saja, orang itu terlalu menakutkan. Aku … aku nggak ingin layani dia, dia bisa membunuhku.”Diandra menjambak rambut Lucy. “Kamu itu kerjaannya jual diri. Sekarang kamu malah pilih pelanggan?”Tamparan dilayangkan ke wajah Lucy. Wajahnya seketika membengkak.Diandra meludah ke lantai. “Aku beri kamu 2 pilihan, bayar 2 miliar atau pergi minta maaf sama tamu. Kalau tidak, aku akan bunuh kamu sekarang.”Lucy merangkak, lalu bersujud di hadapan Diandra. “Aku … aku pilih untuk bayar uang ganti rugi! Aku akan ganti rugi!”Lucy sungguh tidak ingin menghadapi tamu yang kehilangan kewarasannya itu. Lucy bisa mati nantinya!“Tiga hari!” Diandra menjambak rambut Lucy, lalu bertatapan dengannya. “Kalau aku nggak melihat uang dalam waktu tiga hari, aku akan cabik-cabik kamu untuk dijadikan makanan ikan.”Diandra membawa anggotanya meninggalkan tempat, hanya
“Claire, kamu … sekarang kamu curiga aku lagi bohongin kamu, ya? Aku nggak lagi bohong!” Lucy merasa panik. Tentu saja dia tidak berani mengatakan bahwa dia mengetahuinya. Sebab, dia takut nantinya Claire tidak akan meminjamkan uang kepadanya.“Lucy, kamu seharusnya tahu aku orangnya nggak suka dibohongi. Setelah berbohong sekali, kamu pasti akan berbohong untuk kedua kalinya. Kalau jobdesk sudah tertera jelas di dalam kontrak, kamu malah menandatanganinya, itu berarti kamu cari gara-gara sendiri. Kalau kamu dibohongi, aku akan membantumu dengan menggunakan jalur hukum,” jelas Claire dengan perlahan.Ketika Lucy mendengar penjelasan itu, dia langsung merasa putus asa. “Claire, kamu bahkan nggak bersedia untuk pinjamin uang 2 miliar sama aku? Aku itu adik sepupumu. Dengan statusmu sekarang, apa uang 2 miliar itu berharga bagi kamu?”“Uang 2 miliar juga uang.” Raut wajah Claire tampak serius. “Memangnya uangku itu jatuh dari langit? Kamu itu memang adalah sepupuku, tapi aku nggak berkewa
Listya menutup jendela mobil, kemudian mobil pun melaju pergi. Lucy masih terbengong di tempat, menatap kartu nama di tangannya. …Sore hari, di Vila Blue Canyon.Claire baru saja selesai mandi. Dia membalut tubuh dan juga rambutnya dengan handuk. Claire berdiri di depan meja rias, lalu mengoles krim wajahnya.Saat ini, Javier memasuki kamar. Dia melempar jas yang digantungnya di lengan ke atas ranjang, lalu memeluk Claire dari belakang. Dia mendekati telinga Claire dan berkata, “Begitu pulang langsung tampak sisi seksi Claire.”Claire menatap Javier dari dalam cermin. “Apa sih yang ada di otakmu?”Javier tersenyum. “Aku kangen sama Claire.”Claire mengoles krim di wajahnya, lalu memalingkan kepalanya. Saat Claire hendak mengoleskan sisa krim ke wajah Javier, Javier spontan mengelak, lalu meraih pergelangan tangannya sembari tersenyum. “Kamu bandel, ya.”Misi Claire tidak kesampaian. Dia pun mencemberutkan bibirnya sembari menurunkan tangannya. “Licik.”Javier memeluk Claire, lalu mem
Resepsionis mengangguk. “Oh begitu.” Kemudian, dia pun berbicara dengan karyawan yang 1 lagi.Si karyawan wanita juga tidak curiga lagi. Dia pun memberi tahu, “Kamu anak baru, ‘kan? Teh di sini khusus untuk departemen administrasi. Bu Claire suka minum jenis ini, tapi airnya jangan terlalu panas.”Lucy mengangguk, lalu menatap teko teh yang ditaruh bubuk tadi. Setelah karyawan wanita memasukkan air ke dalam teko, air pun dididihkan di atas kompor listrik. Detik demi detik berlalu, Lucy tidak berani berbicara terlalu banyak lantaran takut akan ketahuan.Setelah air mendidih, karyawan wanita memasukkan daun teh yang dipersiapkan khusus untuk Claire ke dalam termos. Kemudian, dia menuangkan air yang dipanaskan tadi ke dalam termos.Lucy menarik napas dalam-dalam. Keningnya spontan berkeringat dingin. Hanya saja, Listya pernah mengatakan bahwa bubuk itu tidak mematikan, Claire hanya akan merasa tidak nyaman selama sehari saja. Jadi, Lucy baru berani melakukannya.Karyawan wanita memalingka