Glenn harus menjauhkan ponsel miliknya dari telinganya karena tidak ingin menderita gangguan pendengaran akibat suara lengkingan Alexander. Setelah yakin, sahabat baiknya tidak berbicara dengan nada tinggi lagi, Glenn baru kembali berbicara, "Harus ke sana.""Kenapa harus?" tanya Alexander dengan volume suara yang terdengar normal."Karena dia menyukai negara itu, Barata. Memang kau tidak tahu apa yang disukai anak muda zaman sekarang?" balas Glenn terdengar santai.Alexander mendesah. "Biar aku saja yang pergi dengannya."Mendengar hal itu, Glenn menaikkan alis dan menghentikan kegiatannya semula. "Kau yakin?""Ya. Aku ayahnya. Lagi pula, sudah tidak ada Damar di sini. Kupikir semuanya lebih aman sekarang." Alexander menjelaskannya dengan begitu santai.Tanpa ragu, Glenn menjawab, "Ah, kalau dipikir memang ini kesempatan yang bagus untukmu, Barata. Kau bisa dekat dengan putrimu lewat liburan ini."Di seberang sana, Alexander tersenyum senang. "Oke. Kalau begitu, aku akan segera ke sa
"Sudahlah, kita tidak perlu membahas masalah ini. Aku tidak mau melemah, Dewa." Dewa menghela napas, "Aku hanya tidak mau kau salah sangka dan akan menyesal nanti, Glenn."Glenn berujar, "Tidak akan. Aku tidak akan pernah menyesal. Arnold dan Narendra itu sekutu yang harus aku basmi."Dewa akhirnya mengangkat tangan, tanda dia menyerah. Rasanya tidak mungkin lagi membuat Glenn mengerti sehingga dia tidak lagi berusaha membuka mata sahabatnya itu."Oke, jadi kapan kau akan menampakkan diri?" tanya Dewa."Dalam waktu dekat," ucap Glenn."Apa kau menunggu Alexander Barata kembali?" tanya Dewa lagi.Glenn menggeleng, "Masalahku tidak ada hubungannya dengan dia, Dewa. Dia sudah menyelesaikan bagiannya jadi aku tidak akan mengganggunya.""Wah, kau sungguh berbaik hati sekali," ujar Dewa."Kau baru sadar akan hal itu?" balas Glenn.Dewa tidak menanggapinya dan hanya berujar, "Kalau begitu, apa yang bisa aku lakukan untukmu?""Tidak ada," jawab Glenn."Kau yakin?""Hm. Ini harus aku lakukan
Kata-kata yang Narendra ucapkan itu terdengar begitu berbeda di telinga Arnold. Ia pikir kakaknya telah berubah dan sepertinya hal ini mengarah ke hal yang buruk.Ia mengamati ekspresi kakaknya yang tampak lebih dingin daripada yang pernah ia lihat sebelumnya. Secara pasti ia pun mengerti kakaknya tidak lagi mempercayai dirinya.Maka, ia pun mencoba untuk memikirkan strategi lain dan kemudian mendapatkan jawaban atas apa yang dia cari.Arnold Brawijaya pun berujar, "Kau benar, Mas. Sepertinya aku memang tidak kompeten untuk hal ini jadi lebih baik aku mengundurkan diri saja dari perusahaan ini."Ia perlahan bangkit dari kursinya dan meninggalkan Narendra yang terlihat begitu syok setelah mendengarkan pengakuan adiknya yang akan segera minggat dari perusahaannya itu.Narendra memegang kepalanya, "Tidak. Ini tidak mungkin terjadi. Arnold jelas tidak berpihak kepadaku. Tapi, kalau dia tidak berpihak kepadaku, dia seharusnya tidak mengundurkan diri dan malah tetap di sini."Ah, Narendra b
Arnold mulai merasa terganggu dengan ucapan-ucapan orang asing yang mulai menyebut nama-nama Glenn Brawijaya. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanya Arnold pada orang yang dengan rambut hitam legamnya itu terlihat begitu rapi.Ia malah mengeluarkan tangannya dan berujar, "Oh, Gosh. Arnold Brawijaya, mari kita berkenalan dulu."Arnold malah heran terlatih lagi pria itu tersenyum aneh kepadanya dan ia sama sekali tidak menyambut uluran tangan pria yang memakai kemeja cokelat tua itu.Melihat uluran tangannya tidak disambut oleh Arnold, sang pria itu tidak tersinggung sama sekali dan malah berkata, "Dewa Airlangga. Salah satu orang yang menjadi kepercayaan dari sepupu tersayangmu."Arnold membeku seketika saat mendengarkan itu tetapi ia masih belum mempercayai perkataan orang itu sepenuhnya. Ia menggelengkan kepalanya lalu menatap ke arah depan, "Maaf, jika kau ingin bermain-main, sama saya tidak berminat untuk meladenimu."Dewa tertawa renyah begitu mendengarnya. Ia sama sek
Dewa tersenyum pongah, "Pertama-tama, aku ingin memberitahumu sesuatu.""Apa?" tanya Arnold masih berusaha bersabar."Glenn masih hidup," jawab Dewa.Arnold menelan ludah, ia hendak berkata entah apapun tapi sayangnya tak sepatah kata pun ke luar dari mulutnya.Dewa yang begitu memahami reaksi Arnold, segera menanggapi, "Aku tahu kau pasti sangat kaget tapi ini fakta. Jadi, yang kakakmu kubur itu tentu saja bukan jasad Glenn. Itu hanya mayat yang telah kami manipulasi agar dianggap sebagai Glenn."Mata Arnold membeliak, menunjukkan kekagetan yang lebih-lebih dari pada sebelumnya. "Ini bukan hanya sebuah candaan kan?""Hah, aku tahu wajahku tidak bisa terlihat serius tapi ini kenyataan. Aku dan Fero yang mengeluarkan Glenn dari sana," jelas Dewa.Arnold tidak lagi bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Kau serius? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Fero? Kau mengenal Fero juga?"Arnold manggut-manggut. Dewa kembali melanjutkan, "Hm. Sayangnya dia itu cukup brengsek hingga hampir membun
Dewa mengangguk dengan begitu bersemangat, "Ah, kau benar-benar sangat pintar. Tentu saja, itu dia."Fakta itu rupanya membuat Arnold semakin tidak bisa menahan rasa penasarannya."Bagaimana caranya dia bisa sampai ke titik itu? Dia ... dia kan tidak memiliki apapun saat dia diusir dari rumah. Bahkan, ketika dia berada di dalam penjara pun dia juga tidak memiliki apapun," ucap Arnold yang sesungguhnya memang tidak berniat untuk menghina Glenn dan hanya mencoba untuk menuntaskan rasa penasarannya mengenai sepupunya tersebut.Dewa tersenyum lebar sebelum mulai menjelaskan, "Aku yang membantunya."Arnold menatap bingung ke arah orang itu tetapi saat ia melihat penampilan Dewa yang terlihat begitu rapi, ia pun tidak meragukan hal itu dan hanya berkata, "Tapi tetap saja dalam waktu beberapa tahun, rasanya sulit untuk bisa sampai hampir menandingi Brawijaya corporation yang telah dibangun selama berpuluh-puluh tahun."Dewa manggut-manggut, mengerti ucapan pria itu, "Oh, kalau untuk soal itu
"Ah, tentu saja dia tahu. Tapi, dia pun baru mengetahui sekitar 1 bulan yang lalu," jelas Dewa.Arnold semula sedikit kecewa dikarenakan Alexander Barata yang tahu lebih dulu dibandingkan dengan dirinya pun kini kekecewaan itu kembali pudar.Ia pikir tidak ada gunanya merasa kecewa lantaran dah waktu Alexander tahu tidaklah jauh berbeda dengan dirinya."Ah, kau sungguh tidak perlu merasa cemburu seperti itu."Arnold segera menggelengkan kepalanya, "Aku sama sekali tidak cemburu.""Hm, kau jelas-jelas sedang cemburu. Tapi, tidak masalah. Meskipun begitu, Glenn sekarang kan sudah memberitahumu jika dia masih hidup."Arnold tidak lagi mengelak karena lelah dan malah bertanya, "Kenapa dia memilih untuk merahasiakan segalanya?""Tentu saja hal itu hanya bisa dijawab olehnya Karena bagaimanapun juga apa yang aku pikirkan belum tentu sama dengan apa yang Glenn pikirkan," ucap Dewa.Arnold tentu saja mengerti akan hal itu tetapi ia pikir Dewa juga bisa melihat apa yang mungkin sedang dirasaka
Dewa dan Arnold sedang menunggu di ruang tunggu ruangan Glenn Brawijaya itu. Tetapi, Dewa tidak pernah terlihat tenang sejak beberapa waktu yang lalu.Arnold yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik pemuda yang menurutnya aneh itu pun tidak tahan melihatnya hingga dia berkata, "Apa yang terjadi? Apa terjadi sesuatu?"Dewa yang baru saja menerima pesan singkat dari salah satu anak buahnya itu pun menjawab, "Anak buah kakak tersayangmu sedang mencari-carimu di pantai."Arnold membalas, "Tapi bukankah tidak ada yang perlu dicemaskan? Dia tidak mungkin menemukan sesuatu kan? Bukankah sudah mengaturnya?""Hm, memang. Penduduk di sekitar tempat itu juga tidak mungkin akan berani bicara karena aku sudah membuat mereka diam. Tetapi masalahnya adalah di mobilmu," ucap Dewa yang tidak menutup-nutupi hal itu lagi.Arnold membeku seketika. Nyawanya serasa melayang dari dalam tubuhnya, "Kamera. Aku memasang kamera dashboard di mobilku. Bagaimana ini? Apakah dia telah menemukannya?""Ya. Anak bua
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena