“Jangan bicara sembarangan, Avantie!” seru Damian yang tidak rela label palsu itu bisa saja didengar Shanon. “Shanon akan segera menjadi istriku.” “Aku tidak sembarangan. Ada video—” “Shanon di jebak, Avantie,” potong Herv cepat, tak ingin lagi membahas masa lalu Shanon yang ia yakin tidak baik kalau sampai Shanon mendengarnya lagi. Lagi, Herv menambahkan, “Pelakunya sudah menyatakan permohonan maaf mereka dan sudah mengakui semua kesalahan. Yang sudah terjadi tidak bisa diubah, tapi Shanon sudah membersihkan namanya.” Damian turut mengangguk, membenarkan ucapan sang kakek. Mendengar kenyataan terbaru itu, Avantie tak bisa lagi berkata-kata. Ia tidak menyiapkan diri untuk hal ini. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan Damian. “Tapi aku lebih mencintaimu, Damian,” rintihnya sementara air mata mulai mengenang dan tak sedikit yang berjatuhan di atas pangkuan gadis malang itu. Herv menatap Damian, memberinya isyarat agar cucu laki-lakinya itu mengatakan s
“Jalang sialan!”Suara cairan tertumpah pun terdengar nyaring di ruangan yang sarat bising. Hal itu mengejutkan semua orang di sana.Kopi hitam dari dalam gelas kertas yang digenggam seorang wanita berwajah angkuh itu, kini sudah berpindah ke atas kepala Shanon.Si wanita paruh baya tersebut menyeringai.Rambut ikal milik Shanon, kini terlihat basah dan lengket. Tak butuh waktu lama untuk bahu jas dan punggungnya basah, meninggalkan noda gelap.Otak Shanon seolah membeku. Menghentikan semua fungsi tubuhnya dan kini ia mematung di tempat ia berdiri.Shanon baru tersadar ketika wanita tadi mulai mengucapkan kalimat tidak masuk akal. “Jadi, ini wanita yang sudah mengambil kesempatan merayu dan membuat suami saya menidurinya, hm?!” Netra Shanon membulat. Semua orang di lantai 25 terkesiap mendengar ucapan Pamella.‘Ha?! Aku merayu suami—istri Mr.Julian, kah?!’ sadar Shanon dalam hatinya. Ia teringat nama istri sang bos seharusnya adalah Pamella Simons.Tak perlu menebak lagi, karena Jul
“Ya, Shanon.”Harold membalas singkat setelah berulang kali ia mendengar kalimat yang keluar dari mulut bibir Shanon. Belum pernah dalam masa kerjanya hingga hari ini, harus menghadapi kejadian mengenaskan seperti tadi.Air mata Shanon tak berhenti mengalir.Harold pun melirik ke arah sekretaris baru yang sudah dipecat di hari pertamanya bekerja itu. Helaan napas putus asa pun terlepas pelan dari bibir sang manajer HRD. ‘Naas.’Mau tak mau netra Harold menelusur, memperhatikan bagaimana bentuk rambut Shanon yang sudah berantakan tidak karuan, karena digunting sembarangan oleh Pamella. Belum lagi kopi yang sudah mengering di kepalanya.Tapi tak ada yang bisa dilakukan olehnya, walau ia memikul jabatan yang cukup penting di perusahaan.Mereka tiba di depan teras lobi. Harold pun hanya bisa mengingatkan Shanon, “Segera bereskan barang-barangmu dari apartemen dinas itu. Selamat tinggal.”Shanon mematung di depan lobi dengan air mata berurai tak henti. Pandangannya yang tengah menatap pung
“Shanon, tolong dibagikan buat kalian ya.”Seorang pria asia bermata sipit menyerahkan sebuah kotak dengan tulisan ‘Tokiyo Banana’ pada Shanon.Beliau adalah CFO di perusahaan baru di mana Shanon bekerja.“Baik, Mr. Fumiyaki. Terima kasih banyak.” Shanon sedikit memekik ketika menerima kotak camilan kesukaannya itu.Di hari pertama Shanon bekerja, atasannya itu langsung memberinya satu kotak penuh untuk ia nikmati sendiri.Sejak hari itu, sudah hampir satu bulan Shanon bekerja sebagai sekretaris CFO, bersama dengan senior sekretaris bernama Diana Brown, di sebuah perusahaan kabel bernama Wiener Corp.“Senior, kau sudah selesai rapat?” tanya Shanon saat tengah membagikan camilan yang baru diterimanya itu.Diana—wanita paruh baya yang dipanggil ‘senior’ tadi, mengangguk sambil menempati kursi kerjanya. Wajahnya terlihat cukup lelah setelah mengikuti rapat dengan CEO.“Ah ... kue kesukaanmu, hm?” kekehnya sambil membuka bungkus camilan.Shanon pun mengangguk bahagia. Ia baru saja akan me
“Astaga! Apa yang sudah Anda lakukan, Mister?!”“Apa Anda membuatnya pingsan?! Kasihan sekali.”“Sebaiknya cepat dibawa ke rumah sakit!”Terdengar protes dari beberapa penunggu kendaraan umum di halte tersebut. Suara mereka membuat pria yang tadi menegur Shanon merasa bersalah.Akhirnya ia memilih opsi ketiga. Segera membawa Shanon ke rumah sakit.Diangkatnya tubuh Shanon dan segera membaringkan gadis yang tak sadarkan diri itu di kabin belakang sebelum ia sendiri bertolak ke kabin depan.“Pak, tolong segera ke rumah sakit St. Xavier,” perintah pria tersebut sambil menutup pintu mobil di sampingnya.Supir taksi tersebut pun mengangguk dan langsung menaikkan kecepatan, meninggalkan halte.Dari lirikan matanya, sang supir bisa melihat kalau pelanggan prianya tengah sibuk menghubungi seseorang.“Chris! Saya sudah berpindah lokasi. Temui saya di rumah sakit St.Xavier.” Nada sang pria muda itu terdengar kesal dan sangat tidak bersahabat.Karena lawan bicaranya bersuara cukup lantang, supir
‘Apa yang dilakukan bos besar sepertinya di tempat ini?! Bukannya Damian tinggal di New York?! Apa aku sudah melakukan kesalahan?!’ pekik Shanon dalam hatinya.Lamunan Shanon buyar ketika pria itu dengan dingin berkata, “Kau sangat ahli membuat keributan, Nona.”Jantung Shanon berdegup sangat cepat ketika menyadari bahwa pria sempurna itu sedang mendekatinya. Ia tidak bisa mencerna kalimat bernada mengejek yang dilontarkan Damian, karena pandangannya sudah tersihir oleh ketampanan pria itu.‘Garis rahangnya—astaga! Aku tak seharusnya melamun!’ tegur Shanon pada dirinya sendiri.“Tu—tuan Damian. A—apa saya membuat masalah?” cicit Shanon.Tangannya meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya. Gadis itu ingin bersiap, kalau-kalau Damian mencaci maki dirinya.Damian menggeser tirai yang sebagian sudah lepas dan menjuntai sampai ke lantai itu sambil menjawab, “Yeah. Sedikit banyak. Tapi, sebagian juga kesalahan saya. Saya minta maaf.”Tertegun. Bukannya Shanon tidak terima dengan kata-kata
“Pamella Simons?"Dengan nada tercekat Shanon mengulang nama itu. Walau tidak suka dengan istri mantan bosnya tersebut, jangan sampai ia salah membenci orang. Lagi, ia mengkonfirmasi, "Istri CEO Regal Corp?” Dan gumaman membenarkan dari Caren membuat hati sang mantan sekretaris Regal Corp itu semakin gelap dengan sakit hati.Terganggu dengan kesunyian di antara mereka, Caren pun bersuara, “Aku tahu, kau tidak mungkin melakukan hal seperti menjadi pelakor, Shan.”Tulus ataupun tidak, kata-kata Caren cukup meneduhkan hati Shanon. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menepikan amarah yang kembali hendak merajai hatinya.“Terima kasih, Caren," ujar Shanon dengan nada pelan dan penuh syukur.Ia kemudian mencoba lagi peruntungannya, kalau-kalau Caren bisa membantunya mendapatkan pekerjaan. Karena sebelum ini, sahabatnya itu tengah berada di luar negeri untuk perjalanan dinas. Namun, Caren menjelaskan, “Untuk yang satu ini, aku tidak punya kekuasaan untuk menolongmu, Shan. Kau juga tahu
"Maaf, Nona. Anda tidak bisa menolak.”Damian yang tadinya sudah hampir melangkah keluar dari hotel itu, kembali berbalik karena tidak merasa anak buahnya mengikuti di belakang.Barulah pria berwajah tampan seperti Lee Min Oh itu sadar, kalau Shanon seperti sedang membuat keributan dengan para bodyguardnya.‘Astaga! Dilihat bagaimanapun, dia memang pembuat onar. Waktu itu tirai ranjang rumah sakit dan sekarang dia membuat keributan,’ keluh Damian sambil berbalik dan mendekati mereka lagi.Sudah cukup kekesalan Damian karena tiba-tiba mendapat mandat dari sang kakek, bahwa ia harus menjemput seorang perempuan di hotel ini. Pria itu semakin kesal ketika mengetahui kalau wanita yang harus dijemputnya adalah wanita yang sama, yang sudah merusak harinya dengan pingsan di halte bus.“Kalau tidak bisa cara halus, kalian boleh langsung mengangkatnya. Jangan membuang waktuku, Lucas!” tukas Damian pada salah satu bodyguard berponi lempar.‘Mengangkatku?!’“Apa?! Apa maksud—hey! Turunkan aku!” p