Radit tidak memiliki pilihan lain, ia menghubungi Tuan Brando untuk menolongnya. Belum sempat terhubung, dari arah belakang ada yang memukul Radit hingga ia jatuh tersungkur."Hahaha! Kemarin kami boleh kalah. Kali ini kami menang satu langkah!" ucapnya sambil menaruh tongkat kayu di atas bahunya. "Kalian lagi ...." Radit langsung mengenali orang-orang yang menyerangnya."Kemana Nona Flo kalian bawa? Kalian pasti yang menculiknya!" tuduh Radit berupaya bangkit. Namun, tubuhnya ditendang dengan keras sekali lagi.Radit mengerang kesakitan sambil memegang perutnya. Ia ditertawakan.Ditengah gelak tawa preman-preman itu, seseorang yang berpakaian rapi dan elegan muncul. "Jadi ini yang namanya si Radit?" Dia berjongkok lalu dengan ringan menampar Radit bolak-balik hingga darah merah segar keluar dari hidung dan bibir Radit."Siapa kamu?" "Hahaha! Kamu sudah berani-beraninya mencampuri urusanku kemarin. Sekarang kamu kemari lagi untuk menemui Flo. Hmm, kurasa kamu harus merasakan akibat
Beberapa jam sebelum Tuan Deo menyeret putranya bertemu Radit.Dengan amarah yang sudah mencapai di ubun-ubun, Tuan Deo yang sudah tahu di mana biasa putranya berada langsung berangkat saat mengakhiri percakapannya di telepon bersama Tuan Mandala. Pria setengah berumur itu menggunakan mobil jeepnya membelah jalan aspan melewati hutan pinus menuju villa sang putra.BRAAAKKK! Tuan Deo mendapati putranya hampir saja melakukan tindakan asusila terhadap seorang wanita buta yang sedang menangis memohon agar Kenzo mengasihaninya."Anak tidak tahu malu!" teriak Tuan Deo membuat Kenzo terkejut setengah mati.Tuan Deo menendang putranya yang sudah memamerkan dada bidangnya. Sementara gadis tak berdaya itu gemetar dengan kondisi tubuhnya tak terbungkus apapun. Tuan Deo meraih selimut untuk menutupi tubuh sang gadis."Nak, kamu sudah aman."Gadis itu gemetaran. Ia tidak tahu ada siapa lagi yang baru datang. Pikirannya kacau."Pelayan! Pelayan!" teriak Tuan Deo. Pelayan masuk dengan pandangan tu
Ternyata Nyonya Winey keluar dengan membawa koper."Loh ibu mau ke mana?" tanya Radit."Mau pergi saja dari rumah ini!" tandasnya.Mendengar jawaban ketus dengan wajah ditekuk, Radit paham jika mertuanya ngambek kepadanya.Radit meraih koper lalu merebutnya dan mengembalikannya masuk ke kamar. "Eehhh kok dibawa masuk lagi?" protes Nyonya Winey."Sebelum pergi, aku mau tunjukkin sesuatu di bawah. Ayo ikut, Bu!" Baru mau meraih tangan ibu mertuanya. Tangan Radit langsung ditepis."Jangan sentuh! Aku tidak mau ikut denganmu lagi!"Radit tidak pantang menyerah. Ia kembali mencoba meraih tangan sang ibu mertua. "Ayo, Bu. Ikut! Sehabis melihat ke bawah, ibu boleh memutuskan jadi pergi dari sini atau tidak," bujuk Radit.Radit menarik tangan mertuanya dan membawa Nyonya Winey turun ke tangga dan mengikuti langkahnya.Sesampainya di ruang tengah keluarga. Mata Nyonya Winey terbelalak. Sosok yang diidolakan ada di depan matanya."Ya, ampun! Radiiiiittttt ...." pekik Nyonya Winey bergantian ki
"Ayah mertua, aku cukup mengenal Tuan Deo Candrawinata. Tuan Kenzo tidak akan berani macam-macam. Percayalah! Lagipula, aku yakin karena kasus ini, bank miliknya akan terancam goyang. Aku menyarankan ayah mencari investor lain saja," ucap Radit menenangkan."Apa katamu? Kamu pikir mudah mendapatkan investor yang mau mendanai perusahaan baru? Kamu itu tidak memiliki pengalaman apapun di dunia bisnis. Jangan asal bicara. Lagi pula, siapa yang percaya kalau kamu kenal dengan seorang jenderal? Apakah kamu pernah mengelap sepatu Tuan Deo sehingga mengenalnya?" sindir Tuan Rudy terus mencemooh Radit."Kalau tidak percaya, mari kita bertemu Tuan Deo. Kita jenguk saja untuk membuktikan ucapanku. Sekaligus meminta Tuan Deo agar melanjutkan kasus ini tanpa membela putranya. Karena yang mengadukan permasalahan ini adalah Tuan Deo sehingga putranya ditangkap."Nyonya Winey tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Kalau soal Nona Flo, kamu bertemu karena keberuntungan. Kamu bisa bangga. Tapi, kalau mengak
Pagi itu Radit benar-benar menemani sang istri pergi ke anak perusahaan milik Pionir Grup yang bergerak di bidang Fashion. Sebenarnya, sebelum ini Radit memang mengirim gambar sketsa desain gaun milik Lucy ke perusahaan CCC tanpa melalui jalur orang dalam. Beberapa hari tak mendapat jawaban, akhirnya Radit meminta Nona Keyla turut campur untuk meloloskan gambar milik istrinya itu sehingga Lucy akhirnya mendapatkan telepon dari anak perusahaan Pionir Grup itu.Tak ada yang tahu siapa Radit di sana. Radit mendorong kursi roda milik istrinya itu saat memasuki area loby kantor."Maaf, kalian ada keperluan apa dan ingin bertemu siapa?" cegat satpam yang berdiri di sudut pintu masuk."Saya Raditya Cakra dari perusahaan induk, Pionir Grup." Radit menunjukkan kartu karyawan yang tergantung di lehernya. Satpam itu memperhatikannya."Dan ini, Nyonya Lucy Nasution. Beberapa hari yang lalu ia mendapat telepon dari salah satu agent dari Cakra Chanel Companies untuk menemuinya. Nyonya Lucy salah sa
Tuan Brando memberikan flashdisk kepada Tuan Mandala. "Ini Tuan besar," ucapnya.Tuan Mandala mengambil dan menunjukkan di tangannya. "Disini ada bukti rekaman cctv. Awal mula permasalahan yang membuat Radit memukul Harris.""Kakek ...." Harris merasa tak terima sang kakek seperti memihak kepada Radit.Tuan Brando lalu menyalakan layar proyektor dan flashdisk itu dicucuk di laptop. Gambar pun muncul."Di rekaman cctv terlihat jika Pak Harris sibuk dengan ponselnya lalu tidak memperhatikan sekitarnya. Ia lalu menabrak Nona Lucy yang berjalan dengan kursi rodanya. Terlihat Pak Harris memarahi Nona Lucy, dan disitulah Pak Radit muncul. Menurut kesaksian beberapa karyawan, baik Pak Radit dan Pak Harris terlibat cekcok. Beberapa kali Pak Harris merendahkan Nona Lucy dan memicu Pak Radit akhirnya memukul Pak Harris. Pak Harris pun membalasnya, hingga perkelahian diantara keduanya terjadi." Nona Keyla menerangkan semua sesuai gambar yang ada di layar proyektor.Semua mata kini teralih kepada
Radit pun kembali menemui Lucy."Bagaimana? Apakah kamu tahu siapa pemilik mobil itu?" Radit terdiam sesaat lalu menggeleng."Satpam itu juga tidak tahu," jawab Radit berbohong. Radit sengaja menyimpan rahasia soal Harris. Ia ingin mencari bukti lebih banyak untuk membuktikan kecurigaannya terhadap keterlibatan saudara tirinya terhadap penabrakan yang terjadi malam itu.Terlihat wajah Lucy seperti kecewa."Hm, kalau begitu antarkan aku pulang saja. Kamu juga harus ke kantor bukan?""Baiklah, Ayo!" jawab Radit sembari mendorong kursi roda Lucy.Radit diam saja sepanjang perjalanan mengantar Lucy pulang. Radit memikirkan kemungkinan ada hubungan antara Harris dengan kejadian malam itu. Radit mulai mengingat, beberapa kali setelah peristiwa perkelahiannya dengan Max dan membuat Max harus ditahan beberapa minggu. Semenjak itu Max dan dirinya menjauh. Saat itu pula, Radit pernah mendapati Max sedang bergaul dengan Harris. Entah mengapa Radit yakin sekali kalau Max pasti tahu siapa pelaku
Beberapa hari kemudian."Radit, Radit!!! " teriak Nyonya Winey memanggil menantunya di pagi hari.Hari ini adalah hari libur. Semua orang masih di dalam kamar mereka masing-masing kecuali Nyonya Winey yang sudah sibuk meneriaki menantunya dan menggedor kamar Lucy dengan Radit."Hum, ada apa, Bu?" Radit menutup mulut karena menguap. Matanya masih mencuri kesempatan untuk terhanyut lalu memaksanya terbuka lagi."Temani ibu ke pasar! Ibumu sudah beberapa hari menginap di rumah temannya. Mau nggak mau, ibu yang harus ke pasar!" seru Nyonya Winey dengan bibir dimaju-majukannya."Hah? Sepagi ini?" Radit mengucek matanya, dia baru menyadari kalau ibu mertuanya sudah siap dan rapi berpakaian."Ya, agar kita mendapatkan ikan dan sayuran yang segar. Ayo, cepat bersiap-siap ibu tunggu di bawah!" titahnya sembari membalikkan badan lalu pergi.Radit mendesah lalu menutup kembali pintu kamarnya.Lucy masih di tempat tidur menanti Radit menjelaskan apa yang dilakukan ibunya sepagi ini."Ibu memintak