“Lihat! Berani-beraninya mantan narapidana ini menampakkan wajahnya di sini!” Baru saja Radit membantu ayah dan ibu mertuanya turun dari mobil, tiba-tiba suara sumbang dan mencemooh dirinya itu masuk ke telinganya. "Kenapa kalian menghalangi kami? Ada apa?" tanya Tuan Rudy, ayah mertua dari Radit. Seorang wanita melangkah maju lalu menaikkan salah satu alisnya, ia menatap sinis ke arah Radit dan juga Lucy, istrinya. "Apa kakak lupa?! Menantu sampah kakak lah yang menyebabkan kematian ayah!” Dia adalah Nyonya Shopia, putri kedua dari Keluarga Nasution. Dia merupakan adik dari Tuan Rudy. “Aku tidak mau perwakilan keluarga Cakranomoto melihat penjahat ini ada di sini. Berita itu sudah tersebar dan kedatangan pria sampah ini bisa merusak citra keluarga Nasution di mata mereka!” “Keluarga Cakranomoto ada di sini?!” Tuan Rudy membelalakkan matanya. Raut wajah pria paruh baya itu begitu terkejut. Bagaimana tidak, ayahnya ternyata memiliki hubungan dengan keluarga terkaya d
Pria berpakaian serba hitam dengan kacamata hitam, usianya mungkin dua kali lipat usia Radit.Ia memperkenalkan dirinya sebagai utusan seseorang. lantas membukakan pintu mobil dan meminta Radit yang masih kebingungan untuk masuk."Tuan muda? Mungkin Anda salah orang," elak Radit saat baru saja mendudukkan dirinya di kursi mobil mewah itu.Mana mungkin seorang Radit yang sebelum menikah hanya tinggal di kontrakan bersama ibunya yang janda mendadak dipanggil tuan muda."Anda adalah keturunan dari keluarga Cakranomoto."Radit mengernyitkan keningnya. "Cakranomoto? Keluarga konglomerat itu? Anda jangan bercanda tuan!""Beberapa hari lagi, Tuan Mandala, kakek Anda akan tiba di negara ini. Beliau sedang berada di luar negeri. Anda bisa bertanya kepada beliau langsung saat bertemu dengannya," jelas pria itu."Kakek? Aku punya kakek?" batin Radit bertanya-tanya. Belum selesai kebingungan itu, pria itu langsung memberikan sebuah tas besar berisi uang yang tertata rapi. Mata Radit langsung terbelalak.
Para anggota keluarga Nasution lain pun menatap Radit dengan sinis.Wajah Tuan Rudy menjadi merah padam. Ia langsung mendatangi Radit dan menampar menantunya dengan keras.PLAKKK!"Beraninya kamu datang kemari lalu mempermalukan kami kembali, heh!""Ayah, ku mohon ... jangan ...," tegur Lucy dengan lembut. Ia cukup terkejut dengan respon ayahnya yang menurutnya keterlaluan."Kamu diam, Lucy! Pria sialan ini membuat masalah saja. Ayah selama ini diam hanya karena kakekmu saja. Sekarang, ayah tidak akan membiarkannya menjadi menantu di keluarga kita lagi!"Mata Tuan Rudy melotot galak ke arah Lucy. Ia berkacak pinggang karena tak suka putrinya membela Radit."Ayah mertua, tolong jangan bentak Lucy. Lucy tidak bersalah dalam hal ini. Anda boleh terus menampar saya jika terbukti saya berbohong," tantang Radit."RADITYA CAKRA! Berani sekali kamu berkata begitu kepada suamiku. Dasar menantu sampah!" hardik Nyonya Winey gusar."Ckck. Sungguh malang nasib Lucy karena memiliki suami yang bukan hanya mi
"Kaulah pelakunya. Enyah dari hadapanku! Lepas!" teriak Max tak mau kalah.Panik melihat kekasihnya akan dihajar Radit. Kekasih Max berteriak meminta tolong. Sontak saja perselisihan itu menarik perhatian warga kampus."Tolong! Tolong! Ada narapidana lepas. Ia ingin memukul Max!" teriaknya.Mulai membuat keramaian. Radit langsung melepaskan genggaman kerah baju Max. Melihat Radit lengah, Max pun langsung meninju wajah Max dengan kepalan mautnya.Buugggghhh."Brengsek! Kau ini penjahat, berani sekali mengintimidasiku!"Radit terhuyung. Posisinya yang tak stabil langsung dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk memegangi kedua tangan Radit. Max tersenyum licik. Dia kembali mengepalkan tangannya dan memukul perut Radit."Dasar culun yang sok jago! Rasakan ini!"Bertubi-tubi Max menjadikan perut Radit samsak tinjunya. Hingga Radit tak berdaya dan terkapar.Max masih belum puas. Ia menjambak rambut Radit dan dengan arogan berteriak di depan wajah Radit yang bonyok."Kau tidak akan diterima dikampus in
"Aa–aapa? Bahkan anak tadi meneriaki Anda. Dia sungguh tidak sopan dan saya minta maaf kepada Anda. Anda pasti merasa tersinggung," ucap wakil kepala tadi.Tuan Brando menghela napas lalu mengeluarkan ponselnya. Mengotak-atik sebentar dan menaruhnya di atas meja wakil kepala yayasan.Sebuah video sedang diputar. Max dan wakil kepala melongo ke arah meja untuk melihat."Video apa ini? Ini pasti editan!" Wajah Max merah. Ia merasa terjepit. Bukti jelas ada di hadapannya.Wakil kepala yayasan menelan salivanya lalu menatap Tuan Brando dengan wajah pucat pasi. "Ini ada kesalahpahaman," ucapnya grogi.Tuan Brando mendekati wajah wakil kepala yayasan. "Anak itu bebas. Artinya dia tidak bersalah.""Tapi–" Masih saja Wakil kepala mau mengelak."Dia bukan orang yang memiliki kekuasaan dan uang, bukan? Kali ini apa kalian mau menuduhnya karena menyogok polisi agar bisa keluar dari penjara?" tebak Tuan Brando."Saya bersamanya di lokasi. Saya saksinya kalau dia yang menabrak." Max masih kekeh dengan uca
Max mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin sekali memukul wajah Radit, tapi dia tidak memiliki keberanian karena disaksikan oleh wakil kepala yayasan."Jangan bermimpi! Kamu hanya sampah bagiku. Kamu pikir kamu bisa berbuat apa kepadaku, hah?" Max balik berbisik pelan. Ia menantang Radit karena merasa ancaman Tuan Brando hanya angin lalu saja. Tidak mungkin masalah tadi membuat ayahnya marah dan membela Radit yang bukan siapa-siapa. Max tahu siapa ayahnya.Radit tersenyum kecut. "Baiklah. Kita lihat nanti. Apakah kita akan diwisuda bersama-sama atau kau yang nyatanya harus keluar dari kampus elit ini," ucap Radit sambil berlalu dengan santai meninggalkan Max yang terdiam mematung."Ck. Sialan! Beraninya dia mengancamku!" decak Max.Baru beberapa langkah Radit beranjak, tak lama suara ponsel Max berbunyi. Di balik ponsel itu terdengar suara pria yang sedang marah besar dan memaki-maki Max. Usai menutup telepon Max buru-buru mengejar Radit dan menarik lengannya."Mau apa lagi? Mau ngajak
Radit ingin segera pulang, tapi motor bututnya mati. Ia pun mengeluarkan kembali ponselnya dan menghubungi nomor Tuan Brando sekali lagi.Tak menunggu lama, Tuan Brando tiba. Ia menyarankan Radit untuk mengobati lukanya terlebih dahulu ke rumah sakit tapi Radit menolaknya. Ia mengkhawatirkan Lucy."Saya ingin segera pulang karena ada hal penting. Tolong urus motor kesayangan saya ini ke bengkel!""Tuan tenang saja. Kalau begitu biar saya antarkan Tuan pulang," sahut Tuan Brando.Radit melirik mobil Rolls Royce yang ada di hadapannya. Ia khawatir jika pulang menggunakan itu, akan banyak pertanyaan yang datang. Akhirnya Radit memutuskan untuk pulang naik taksi saja."Segera saya akan kirim motor Anda jika sudah selesai diperbaiki," ucap Tuan Brando seraya menutupkan pintu taksi.Taksi yang membawa Raditpun langsung melesat ke alamat rumah Tuan Rudy Nasution. Dan benar saja dugaan Radit, mobil yang menyerempetnya tadi ada di muka halaman rumah.Terdengar suara tertawa renyah milik Nyonya
"Ah, tidak mungkin!" reflek Tuan Rudy. "Dit, kamu dapat uang dari mana lagi? Kemarin saja pinjam uang ke temanmu. Sekarang kamu beli motor, hutang lagi?"Belum sempat Radit menjawab, Nyonya Winey memukulinya. "Dasar tidak tahu malu. Aku tahu kamu melakukan ini karena kemarin kan? Kenapa harus menambah beban anakku sih demi gaya-gayaan!!!" pekiknya."Ibu, sudah, Bu! Kasihan Radit!" Lucy mencoba menenangkan ibunya."Apa maksudmu, Winey?" Tanya Tuan Rudi.Pertanyaan Tuan Rudi membuat Nyonya Winey berhenti memukuli menantunya itu. "Kemarin Tuan Kasim meledeknya karena motor bututnya mogok di jalan. Si miskin ini juga menuduh Tuan Kasim menabraknya. Tuan Kasim tidak terima lalu memberikan uang kepada Radit, tapi dia sok menolak dengan mengatakan dia bisa membeli motor baru tanpa uang itu. Heh! Ternyata nekat juga anak ini membeli dengan berhutang!" jelas Nyonya Winey panjang lebar."Apa?" Tuan Rudi yang marah langsung menoyor kepala menantunya. "Kau hilang akal? Harga motor ini sangat mah
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri