"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
“Lihat! Berani-beraninya mantan narapidana ini menampakkan wajahnya di sini!” Baru saja Radit membantu ayah dan ibu mertuanya turun dari mobil, tiba-tiba suara sumbang dan mencemooh dirinya itu masuk ke telinganya. "Kenapa kalian menghalangi kami? Ada apa?" tanya Tuan Rudy, ayah mertua dari Radit. Seorang wanita melangkah maju lalu menaikkan salah satu alisnya, ia menatap sinis ke arah Radit dan juga Lucy, istrinya. "Apa kakak lupa?! Menantu sampah kakak lah yang menyebabkan kematian ayah!” Dia adalah Nyonya Shopia, putri kedua dari Keluarga Nasution. Dia merupakan adik dari Tuan Rudy. “Aku tidak mau perwakilan keluarga Cakranomoto melihat penjahat ini ada di sini. Berita itu sudah tersebar dan kedatangan pria sampah ini bisa merusak citra keluarga Nasution di mata mereka!” “Keluarga Cakranomoto ada di sini?!” Tuan Rudy membelalakkan matanya. Raut wajah pria paruh baya itu begitu terkejut. Bagaimana tidak, ayahnya ternyata memiliki hubungan dengan keluarga terkaya d
Pria berpakaian serba hitam dengan kacamata hitam, usianya mungkin dua kali lipat usia Radit.Ia memperkenalkan dirinya sebagai utusan seseorang. lantas membukakan pintu mobil dan meminta Radit yang masih kebingungan untuk masuk."Tuan muda? Mungkin Anda salah orang," elak Radit saat baru saja mendudukkan dirinya di kursi mobil mewah itu.Mana mungkin seorang Radit yang sebelum menikah hanya tinggal di kontrakan bersama ibunya yang janda mendadak dipanggil tuan muda."Anda adalah keturunan dari keluarga Cakranomoto."Radit mengernyitkan keningnya. "Cakranomoto? Keluarga konglomerat itu? Anda jangan bercanda tuan!""Beberapa hari lagi, Tuan Mandala, kakek Anda akan tiba di negara ini. Beliau sedang berada di luar negeri. Anda bisa bertanya kepada beliau langsung saat bertemu dengannya," jelas pria itu."Kakek? Aku punya kakek?" batin Radit bertanya-tanya. Belum selesai kebingungan itu, pria itu langsung memberikan sebuah tas besar berisi uang yang tertata rapi. Mata Radit langsung terbelalak.
Para anggota keluarga Nasution lain pun menatap Radit dengan sinis.Wajah Tuan Rudy menjadi merah padam. Ia langsung mendatangi Radit dan menampar menantunya dengan keras.PLAKKK!"Beraninya kamu datang kemari lalu mempermalukan kami kembali, heh!""Ayah, ku mohon ... jangan ...," tegur Lucy dengan lembut. Ia cukup terkejut dengan respon ayahnya yang menurutnya keterlaluan."Kamu diam, Lucy! Pria sialan ini membuat masalah saja. Ayah selama ini diam hanya karena kakekmu saja. Sekarang, ayah tidak akan membiarkannya menjadi menantu di keluarga kita lagi!"Mata Tuan Rudy melotot galak ke arah Lucy. Ia berkacak pinggang karena tak suka putrinya membela Radit."Ayah mertua, tolong jangan bentak Lucy. Lucy tidak bersalah dalam hal ini. Anda boleh terus menampar saya jika terbukti saya berbohong," tantang Radit."RADITYA CAKRA! Berani sekali kamu berkata begitu kepada suamiku. Dasar menantu sampah!" hardik Nyonya Winey gusar."Ckck. Sungguh malang nasib Lucy karena memiliki suami yang bukan hanya mi
"Kaulah pelakunya. Enyah dari hadapanku! Lepas!" teriak Max tak mau kalah.Panik melihat kekasihnya akan dihajar Radit. Kekasih Max berteriak meminta tolong. Sontak saja perselisihan itu menarik perhatian warga kampus."Tolong! Tolong! Ada narapidana lepas. Ia ingin memukul Max!" teriaknya.Mulai membuat keramaian. Radit langsung melepaskan genggaman kerah baju Max. Melihat Radit lengah, Max pun langsung meninju wajah Max dengan kepalan mautnya.Buugggghhh."Brengsek! Kau ini penjahat, berani sekali mengintimidasiku!"Radit terhuyung. Posisinya yang tak stabil langsung dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk memegangi kedua tangan Radit. Max tersenyum licik. Dia kembali mengepalkan tangannya dan memukul perut Radit."Dasar culun yang sok jago! Rasakan ini!"Bertubi-tubi Max menjadikan perut Radit samsak tinjunya. Hingga Radit tak berdaya dan terkapar.Max masih belum puas. Ia menjambak rambut Radit dan dengan arogan berteriak di depan wajah Radit yang bonyok."Kau tidak akan diterima dikampus in
"Aa–aapa? Bahkan anak tadi meneriaki Anda. Dia sungguh tidak sopan dan saya minta maaf kepada Anda. Anda pasti merasa tersinggung," ucap wakil kepala tadi.Tuan Brando menghela napas lalu mengeluarkan ponselnya. Mengotak-atik sebentar dan menaruhnya di atas meja wakil kepala yayasan.Sebuah video sedang diputar. Max dan wakil kepala melongo ke arah meja untuk melihat."Video apa ini? Ini pasti editan!" Wajah Max merah. Ia merasa terjepit. Bukti jelas ada di hadapannya.Wakil kepala yayasan menelan salivanya lalu menatap Tuan Brando dengan wajah pucat pasi. "Ini ada kesalahpahaman," ucapnya grogi.Tuan Brando mendekati wajah wakil kepala yayasan. "Anak itu bebas. Artinya dia tidak bersalah.""Tapi–" Masih saja Wakil kepala mau mengelak."Dia bukan orang yang memiliki kekuasaan dan uang, bukan? Kali ini apa kalian mau menuduhnya karena menyogok polisi agar bisa keluar dari penjara?" tebak Tuan Brando."Saya bersamanya di lokasi. Saya saksinya kalau dia yang menabrak." Max masih kekeh dengan uca
Max mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin sekali memukul wajah Radit, tapi dia tidak memiliki keberanian karena disaksikan oleh wakil kepala yayasan."Jangan bermimpi! Kamu hanya sampah bagiku. Kamu pikir kamu bisa berbuat apa kepadaku, hah?" Max balik berbisik pelan. Ia menantang Radit karena merasa ancaman Tuan Brando hanya angin lalu saja. Tidak mungkin masalah tadi membuat ayahnya marah dan membela Radit yang bukan siapa-siapa. Max tahu siapa ayahnya.Radit tersenyum kecut. "Baiklah. Kita lihat nanti. Apakah kita akan diwisuda bersama-sama atau kau yang nyatanya harus keluar dari kampus elit ini," ucap Radit sambil berlalu dengan santai meninggalkan Max yang terdiam mematung."Ck. Sialan! Beraninya dia mengancamku!" decak Max.Baru beberapa langkah Radit beranjak, tak lama suara ponsel Max berbunyi. Di balik ponsel itu terdengar suara pria yang sedang marah besar dan memaki-maki Max. Usai menutup telepon Max buru-buru mengejar Radit dan menarik lengannya."Mau apa lagi? Mau ngajak