Radit membuka matanya perlahan. Sinar lampu menyilaukan matanya. Terdengar sayup suara seseorang memanggil namanya. Hingga kesadarannya sepenuhnya pulih, Radit melihat sosok Tuan Brando ada di sampingnya."Tuan muda sudah sadar?" tanyanya.Radit merasa tenggorokannya kering. Dengan cepat ia mengingat kejadian saat ibunya jatuh dan kepalanya mengeluarkan darah. "Ibu ... Dimana ibuku?" ucapnya dengan suara tercekat."Ibu Anda baik-baik saja. Beliau ada di kamar perawatan di sebelah. Beruntung kami datang tepat waktu sebelum keadaan memburuk."Radit ingat bagaimana ibu kontrakan yang tak punya hati itu membuatnya babak belur dan membuat ibunya terluka parah. Hatinya bergemuruh marah."Mereka mengusir ibuku seperti mengusir seekor lalat. Aku tidak terima," ucap Radit."Anda tenang saja, mereka sudah mendapatkan ganjaran setimpal.""Benarkah? Apa yang Anda lakukan kepada mereka?"Tuan Brando mendekati Radit lalu berbisik perlahan ke telinga Radit. Mata Radit langsung menyalak."Apa?! Memb
Radit menunduk. "Maaf, Bu. Aku tidak bisa melanggar janjiku. Lagi pula aku harus tahu siapa yang menjebakku dan membuktikan bahwa aku tidak bersalah selama ini terhadap Lucy."Nyonya Yessi memalingkan wajahnya. "Jadi kamu lebih memilih istrimu?""Ibu tahu, wanita yang pertama aku cintai di dalam hidupku adalah dirimu. Bagaimana mungkin aku memilih istriku bukan ibuku? Hanya saja ini bukan soal ibu atau Lucy. Tapi ini tentang harga diriku, Bu.""Baiklah, ibu mengerti hal itu. Tapi bukan berarti kamu akan bertemu kakekmu dan kembali ke keluarga itu kan?"Radit memegang punggung tangan ibunya. "Bu, jangan khawatir. Putramu sudah besar dan bisa menjaga dirinya. Percayalah kepadaku, tidak akan terjadi apapun setelah pertemuanku dengan Tuan Mandala. Lagi pula aku penasaran, kenapa setelah mereka membuangku sekarang mereka membutuhkan keberadaanku. Aku ingin tahu lebih banyak," jelas Radit.Nyonya Yessi mendengkus. Ia melepaskan tangannya dari genggaman putranya. Wajahnya nampak kecewa dan m
"Kenapa terkejut? Kau melakukan hal apa lagi kali ini?""Tidak ada. Kenapa kau menuduhku yang tidak-tidak," sanggah Radit."Sebab kau menghilang.""Soal itu, aku ke rumah ibuku. Di sana ibuku diusir dari kontrakannya. Mau tidak mau aku mengurus ibuku dulu dan mencarikan tempat tinggal untuk beliau. Aku menginap karena ibuku memintaku bersamanya setelah lama tak bertemu," jelas Radit berbohong. Radit memperhatikan ekspresi Lucy. Ia berharap Lucy mempercayainya."Lalu, polisi itu tidak mengatakan apapun?" tanyanya lagi kepada Lucy.Lucy lalu mendorong kursi roda dengan satu tangannya menuju meja rias."Tidak ada. Hanya diberikan surat pemanggilan. Aku tidak berani membukanya karena itu bukan urusanku."Lucy menyerahkan sebuah amplop putih kepada Radit. Radit buru-buru membuka dan membaca isinya. "Oh.""Apanya yang Oh?"Radit menatap Lucy heran. "Apa kau benar-benar mau tau?" goda Radit.Lucy memalingkan wajahnya. "Jawab saja. Setidaknya aku berharap kamu tidak ditangkap lagi atas kasus
Tuan Kasim kemudian berbisik. "Sepertinya kartu saya di blokir. Uang tunai saya tidak cukup," aku Tuan Kasim kepada Tuan Rudy.Tuan Rudy menghela napas. "Saya tidak membawa dompet," sahutnya.Lucy melihat itu lalu memgeluarkan dompetnya. "Biar aku yang bayar!" Melihat Lucy ingin membayar semua tagihan itu, Radit mencegahnya. "Loh, kok jadi kamu yang bayar? Bukankah Tuan Kasim yang awalnya mentraktir kita semua?"Lucy menatap tajam ke arah Tuan Kasim. "Ini tidak percuma. Aku anggap ini hutang yang harus segera ia bayar!" Wajah Tuan Kasim merah menahan malu. Sementara Radit tersenyum meledek. Nyonya Winey dapat melihatnya."Dit! Harusnya kamu sebagai suami yang bayar, bukan malah Lucy. Bagaimana sih?!" cemoohnya."Ibu, sudahlah. Radit kan masih kuliah, belum bekerja," bela Lucy. Ia lalu menyodorkan kartu miliknya kepada pelayan. Bersamaan dengan itu, Radit menyodorkan pula kartu hitam miliknya.Lucy menoleh. Ia kaget bercampur bingung."Ibu mertua benar. Biar kali ini aku yang bayar.
Nyonya Winey sedikit gelisah saat Tuan Kasim mulai mengancam akan berhenti menjadi investor bisnis suaminya. Dia lalu membujuk Tuan Kasim kembali."Ayolah, jangan gubris ucapan menantuku itu."Nyonya Winey kembali mengarahkan pandangannya kepada Radit."Dit, tidak ada salahnya untuk ikut Tuan Kasim ke perusahaan temannya. Sekalipun OB, Perusahaan Pionir Grup merupakan perusahaan induk terbesar di Asia. Gajinya pasti tidak sedikit." Melihat ibu mertuanya tetap condong kepada Tuan Kasim, Radit tidak ada pilihan selain mengalah dan mengikuti kemauan mertuanya. "Baiklah, aku akan ganti baju dan bersiap-siap."Radit kemudian mencoba menghubungi Tuan Brando. Sebelumnya perusahaan itu terdengar tak asing di telinga Radit. Dia hanya harus memastikan jika benar perusahaan itu bukanlah perusahaan milik keluarga Cakranomoto."Jadi Tuan akan ke kantor?" tanya seseorang di seberang sana."Ya, seseorang mengajakku untuk melihat perusahaan itu. Apakah benar itu milik Keluarga Cakranomoto?" "Ya. T
"Baiklah, Nona Key. Segera saya akan ajak ke ruangan Anda," sahut Tuan David.Tak lama rombongan itu pergi. Nona Keyla dan beberapa staff penting lainnya mengantarkan Tuan Presdir ke depan pintu lobby. Hingga akhirnya Tuan Presdir pergi dengan mobil Alphardnya bersama Tuan Brando. Radit turut melihat kepergian orang yang diduga kakeknya dengan perasaan berdebar.****Tuan David akhirnya membawa Radit ke ruangan Nona Keyla. Wanita berusia 30 tahunan itu duduk manis di kursi kerjanya. "Nona Key, ini pemuda yang akan bekerja sebagai tukang bersih-bersih di toilet pria," ucap Tuan David.Nona Keyla menatap Radit. "Apakah kamu membawa CV?"Radit menggeleng.Tatapan Nona beralih kepada Tuan David. "Apakah mekanisme di perusahaan seperti ini? Menerima calon karyawan tanpa ada cv? Lalu bagaimana Tuan David bisa melihat background pria ini?" Tatapannya sinis ke arah Tuan David."Maaf, Nona. Sebenarnya hari ini teman saya membawanya kemari untuk mengenalkan kepada saya saja. Belum sampai ke ta
Radit menatap Tuan Mandala. "Ibuku sangat membenci keluarga Cakranomoto. Dia melarangku menemui Anda.""Sudah seharusnya ia membenci kami." Kesekian kaliny Tuan Mandaala menghela napas dengan berat."Mengapa baru sekarang mencariku? Bukankah ayahku sudah mendapatkan anak laki-laki dari perempuan itu? Harusnya dia yang menjadi ahli waris, bukan?""Entah kau percaya atau tidak. Aku baru tahu jika ibumu bercerai saat mengandungmu. Menurutmu mengapa kau bisa masuk universitas terkenal di negara ini? Semua sudah ku atur agar aku bisa menemuimu disaat yang tepat."Radit mencoba mencerna perkataan Tuan Mandala. Kalau dipikir, benar saat itu dia merasa gagal menjawab tes beasiswa tahap akhir. Ia pun sangat terkejut, namanya lolos seleksi padahal dia sudah patah semangat saat itu. "Jadi waktu itu ....""Sebenarnya sudah lama kakek tahu soal kamu. Saat kamu kecil, beberapa kali kakek membujuk ibumu untuk kembali, tapi dia menolak. Dia selalu membawamu berpindah-pindah untuk menghindariku. Akhi
"Bagaimana kalau cari rumah kontrakan baru. Biar bulan pertama, aku yang bayar. Aku masih punya tabungan sedikit." Akhirnya Lucy buka suara. Daritadi kupingnya merasa pengang mendengar ibu memarahi dan memaki Radit. Radit menatap Lucy penuh rasa bersalah. "Tapi bukannya sisa tabungan itu untuk biaya kamu terapi?"Lucy mendesah pelan. "Dokternya belum kembali dari penelitiannya di luar negeri. Gunakan saja dulu.""Kamu benar-benar menyusahkan kami. Lihat tuh, istrimu. Dia sampai mengorbankan sisa tabungannya. Kau harus membayarnya setelah gajian pertamamu. Bukan gratis!" Nyonya Winey masih saja bernada sengit."Gajian pertama? Tunggu dulu, apa Radit bekerja?" Lucy menatap ibunya dengan Radit bergantian.Nyonya Winey menyeruput teh di cangkirnya. Lalu meletakkannya kembali ke meja sebelum menjawab pertanyaan putrinya itu."Tuan Kasim memberinya pekerjaan. Kenalannya berada di dalam perusahaan Pionir Grup, sehingga mudah saja menerima Radit yang bukan lulusan sarjana masuk di sana.""Ap
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri