Tuan Brando memberikan flashdisk kepada Tuan Mandala. "Ini Tuan besar," ucapnya.Tuan Mandala mengambil dan menunjukkan di tangannya. "Disini ada bukti rekaman cctv. Awal mula permasalahan yang membuat Radit memukul Harris.""Kakek ...." Harris merasa tak terima sang kakek seperti memihak kepada Radit.Tuan Brando lalu menyalakan layar proyektor dan flashdisk itu dicucuk di laptop. Gambar pun muncul."Di rekaman cctv terlihat jika Pak Harris sibuk dengan ponselnya lalu tidak memperhatikan sekitarnya. Ia lalu menabrak Nona Lucy yang berjalan dengan kursi rodanya. Terlihat Pak Harris memarahi Nona Lucy, dan disitulah Pak Radit muncul. Menurut kesaksian beberapa karyawan, baik Pak Radit dan Pak Harris terlibat cekcok. Beberapa kali Pak Harris merendahkan Nona Lucy dan memicu Pak Radit akhirnya memukul Pak Harris. Pak Harris pun membalasnya, hingga perkelahian diantara keduanya terjadi." Nona Keyla menerangkan semua sesuai gambar yang ada di layar proyektor.Semua mata kini teralih kepada
Radit pun kembali menemui Lucy."Bagaimana? Apakah kamu tahu siapa pemilik mobil itu?" Radit terdiam sesaat lalu menggeleng."Satpam itu juga tidak tahu," jawab Radit berbohong. Radit sengaja menyimpan rahasia soal Harris. Ia ingin mencari bukti lebih banyak untuk membuktikan kecurigaannya terhadap keterlibatan saudara tirinya terhadap penabrakan yang terjadi malam itu.Terlihat wajah Lucy seperti kecewa."Hm, kalau begitu antarkan aku pulang saja. Kamu juga harus ke kantor bukan?""Baiklah, Ayo!" jawab Radit sembari mendorong kursi roda Lucy.Radit diam saja sepanjang perjalanan mengantar Lucy pulang. Radit memikirkan kemungkinan ada hubungan antara Harris dengan kejadian malam itu. Radit mulai mengingat, beberapa kali setelah peristiwa perkelahiannya dengan Max dan membuat Max harus ditahan beberapa minggu. Semenjak itu Max dan dirinya menjauh. Saat itu pula, Radit pernah mendapati Max sedang bergaul dengan Harris. Entah mengapa Radit yakin sekali kalau Max pasti tahu siapa pelaku
Beberapa hari kemudian."Radit, Radit!!! " teriak Nyonya Winey memanggil menantunya di pagi hari.Hari ini adalah hari libur. Semua orang masih di dalam kamar mereka masing-masing kecuali Nyonya Winey yang sudah sibuk meneriaki menantunya dan menggedor kamar Lucy dengan Radit."Hum, ada apa, Bu?" Radit menutup mulut karena menguap. Matanya masih mencuri kesempatan untuk terhanyut lalu memaksanya terbuka lagi."Temani ibu ke pasar! Ibumu sudah beberapa hari menginap di rumah temannya. Mau nggak mau, ibu yang harus ke pasar!" seru Nyonya Winey dengan bibir dimaju-majukannya."Hah? Sepagi ini?" Radit mengucek matanya, dia baru menyadari kalau ibu mertuanya sudah siap dan rapi berpakaian."Ya, agar kita mendapatkan ikan dan sayuran yang segar. Ayo, cepat bersiap-siap ibu tunggu di bawah!" titahnya sembari membalikkan badan lalu pergi.Radit mendesah lalu menutup kembali pintu kamarnya.Lucy masih di tempat tidur menanti Radit menjelaskan apa yang dilakukan ibunya sepagi ini."Ibu memintak
Nyonya Winey gugup. Kali ini musuh Radit bertambah lagi. Bukan tanggung-tanggung. Manajer pasar itu turun tangan. "Radir,minta maaf lah! Dari pada urusan semakin runyam," bisik Nyonya Winey."Nah, kau dengar kan apa kata nenek peyot ini! Cepat berlutut karena tidak ada seorang pun yang berani membelamu!" ujar sang manajer pasar bernada ancaman.Melihat dirinya semakin terpojokkan, Radit akhirnya teringat akan seseorang yang kemungkinan mengenal si Joko dan akan membuat Joko bertekuk lutut."Hahaha, benarkah tidak ada yang kalian takuti di kota ini? Kalian keras kepala sepertinya, ck. Aku akan menelepon seseorang. Mungkin setelah berbicara dengannya, kalian tidak akan berani lagi mengusikku," gertak Radit sembari mengeluarkan ponselnya dari balik sakunya. Radit ditertawakan tapi Radit tidak menggubris tawa meledek dari mereka semua. Hingga panggilan teleponnya terhubung dengan orang yang dimaksud. Radit langsung menyeringai menatap si kepala preman dan manajer pasar itu."Halo, Tuan
"Hm, tapi apakah sebaiknya tidak mencoba dulu. Barangkali benar, jika Radit bisa cepat menemukan pelakunya. Sebelum ia kabur lebih jauh," saran Lucy.Tuan Rudy semakin meledek menantunya. "Dengan cara apa dia menemukannya? Ada-ada saja kamu, Nak! Kamu pikir suamimu superhero? Sudahlah! Ayah sudah laporkan ke polisi. Biar polisi yang mengusutnya!" sergah Tuan Rudy."Lucy, mungkin kita harus menghormati keputusan ayahmu. Bukan aku tidak ingin menolong ibu mertua. Hanya saja, tidak semudah itu menemukan penjahat yang sudah kabur. Benar kata ayah mertua, memangnya siapa aku?" Radit merendah."Baiklah, kita percayakan saja kepada polisi. Semoga segera tertangkap," sahut Lucy lagi.****Sudah lebih dari dua minggu, kasus penipuan itu bergulir namun pihak polisi belum menemukan titik terangnya. Nyonya Winey menjadi uring-uringan di kamarnya."Ibumu kenapa?" bisik Nyonya Yessi yang baru saja pulang dari rumah Bibi Clara.Lucy akhirnya menceritakan semua kepada sang ibu mertua."Pantas saja, i
Satu hal yang lagi-lagi membuat Tuan Rudy terkejut, ketika menantunya berakting kelupaan membawa dompet."Ayah mertua, aku tidak membawa dompet. Atmku ada di dompet. Bisa kah engkau memodaliku bermain?" Tuan Rudy melotot. Tuan Doddy tertawa terbahak-bahak. Ia semakin merendahkan Radit dan Tuan Rudy "Hahaha ... Apa aku tidak salah dengar? Rudy, aku pikir menantumu ini adalah benalu level atas. Sama sekali tidak tahu malu. Ckckk, kenapa orang seperti kalian bisa masuk kemari, hah?" ledeknya."Radit, menurutmu ini lelucon yang sangat lucu, hah?" geram Tuan Rudy.Radit sengaja mempermainkan ayah mertuanya sebentar. Dia sendiri kesal, saat tahu ternyata ayah mertuanya membawanya kemari dengan niat menjebaknya. Radit yakin Tuan Rudy cemburu karena Lucy selalu membela dirinya.Radit memasang wajah memelas. "Bukan salahku melupakan dompet. Tadi ayah mertua tidak memberi tahuku akan kemari. Jika tidak, aku pasti akan menggunakan uangku sendiri. Apakah lebih baik kita pulang saja atau aku mem
Lucy tengah duduk menggambar beberapa rancangan di meja kerjanya."Eh, kamu sudah pulang?" Lucy lalu tersenyum menyambut Radit.Radit duduk di dekat istrinya. "Lagi sibuk ya?""Nggak juga. Aku hanya iseng menggambar rancangan beberapa baju."Radit memperhatikan gambaran Lucy. "Bagus," pujinya.Lucy sekali lagi tersenyum sambil meneruskan gambarannya. Tak lama suara ponselnya berdering. Lucy sempat melirik Radit."Siapa?" Felicia berbisik. "Bu Chika." Radit mempersilakan istrinya untuk mengangkat telepon dari bosnya Lucy di kantor."Apakah harus besok, Bu?" Lucy menggigit bibir. "Lucy, perusahaan perlu sekali bahan baku untuk meneruskan proyek kita. Aku dengar dulunya perusahaan keluargamu menjalin kerja sama dengannya. Sepertinya kamu bisa untuk melobi beliau. Akan lebih bagus jika pembayarannya bisa dicicil," pinta Nona Chika."Tuan Darmaji terkenal sekali tidak menerima hutang piutang apalagi dibayar menyicil seperti itu. Kita cari supplier ditempat lain saja. Bagaimana?" tawar S
Tuan Darmaji itu tidak tahu saja, siapa pria yang berhasil mendapatkan seorang Lucy Nasution. Dia adalah Raditya Cakranomoto, keturunan dari Keluarga Cakranomoto, pemilik perusahaaan Pionir Grup.Sekarang, Tuan Darmaji sedang bermain-main dengan takdir kematiannya sendiri. Bagaimana tidak? Pria itu hari ini nekat membayar OB di kantornya untuk melarutkan obat tidur di minuman Lucy dan menyuruh sang OB mengunci mereka berdua dari luar. Bagi Tuan Darmaji, ini adalah kesempatan emas bisa berduaan dengan wanita secantik Lucy. Apalagi melihat kondisi Lucy di kursi roda. Tuan Darmaji merasa Lucy tidak akan bisa lari dari dirinya. Jika terjadi kesepakatan, dia bisa mencicipi Lucy dan merekam segala aktivitas mereka untuk dijadikan alat agar bisa memeras Lucy di waktu yang akan datang lagi. Sepicik itu pikiran Tuan Darmaji yang sudah terhasut setan di otaknya. Ia tidak bisa mengontrol dirinya. Dia mulai menyentuh tangan Lucy yang baru saja meletakkan cangkir tehnya."Mengenai usaha apa yang