Beberapa hari kemudian."Radit, Radit!!! " teriak Nyonya Winey memanggil menantunya di pagi hari.Hari ini adalah hari libur. Semua orang masih di dalam kamar mereka masing-masing kecuali Nyonya Winey yang sudah sibuk meneriaki menantunya dan menggedor kamar Lucy dengan Radit."Hum, ada apa, Bu?" Radit menutup mulut karena menguap. Matanya masih mencuri kesempatan untuk terhanyut lalu memaksanya terbuka lagi."Temani ibu ke pasar! Ibumu sudah beberapa hari menginap di rumah temannya. Mau nggak mau, ibu yang harus ke pasar!" seru Nyonya Winey dengan bibir dimaju-majukannya."Hah? Sepagi ini?" Radit mengucek matanya, dia baru menyadari kalau ibu mertuanya sudah siap dan rapi berpakaian."Ya, agar kita mendapatkan ikan dan sayuran yang segar. Ayo, cepat bersiap-siap ibu tunggu di bawah!" titahnya sembari membalikkan badan lalu pergi.Radit mendesah lalu menutup kembali pintu kamarnya.Lucy masih di tempat tidur menanti Radit menjelaskan apa yang dilakukan ibunya sepagi ini."Ibu memintak
Nyonya Winey gugup. Kali ini musuh Radit bertambah lagi. Bukan tanggung-tanggung. Manajer pasar itu turun tangan. "Radir,minta maaf lah! Dari pada urusan semakin runyam," bisik Nyonya Winey."Nah, kau dengar kan apa kata nenek peyot ini! Cepat berlutut karena tidak ada seorang pun yang berani membelamu!" ujar sang manajer pasar bernada ancaman.Melihat dirinya semakin terpojokkan, Radit akhirnya teringat akan seseorang yang kemungkinan mengenal si Joko dan akan membuat Joko bertekuk lutut."Hahaha, benarkah tidak ada yang kalian takuti di kota ini? Kalian keras kepala sepertinya, ck. Aku akan menelepon seseorang. Mungkin setelah berbicara dengannya, kalian tidak akan berani lagi mengusikku," gertak Radit sembari mengeluarkan ponselnya dari balik sakunya. Radit ditertawakan tapi Radit tidak menggubris tawa meledek dari mereka semua. Hingga panggilan teleponnya terhubung dengan orang yang dimaksud. Radit langsung menyeringai menatap si kepala preman dan manajer pasar itu."Halo, Tuan
"Hm, tapi apakah sebaiknya tidak mencoba dulu. Barangkali benar, jika Radit bisa cepat menemukan pelakunya. Sebelum ia kabur lebih jauh," saran Lucy.Tuan Rudy semakin meledek menantunya. "Dengan cara apa dia menemukannya? Ada-ada saja kamu, Nak! Kamu pikir suamimu superhero? Sudahlah! Ayah sudah laporkan ke polisi. Biar polisi yang mengusutnya!" sergah Tuan Rudy."Lucy, mungkin kita harus menghormati keputusan ayahmu. Bukan aku tidak ingin menolong ibu mertua. Hanya saja, tidak semudah itu menemukan penjahat yang sudah kabur. Benar kata ayah mertua, memangnya siapa aku?" Radit merendah."Baiklah, kita percayakan saja kepada polisi. Semoga segera tertangkap," sahut Lucy lagi.****Sudah lebih dari dua minggu, kasus penipuan itu bergulir namun pihak polisi belum menemukan titik terangnya. Nyonya Winey menjadi uring-uringan di kamarnya."Ibumu kenapa?" bisik Nyonya Yessi yang baru saja pulang dari rumah Bibi Clara.Lucy akhirnya menceritakan semua kepada sang ibu mertua."Pantas saja, i
Satu hal yang lagi-lagi membuat Tuan Rudy terkejut, ketika menantunya berakting kelupaan membawa dompet."Ayah mertua, aku tidak membawa dompet. Atmku ada di dompet. Bisa kah engkau memodaliku bermain?" Tuan Rudy melotot. Tuan Doddy tertawa terbahak-bahak. Ia semakin merendahkan Radit dan Tuan Rudy "Hahaha ... Apa aku tidak salah dengar? Rudy, aku pikir menantumu ini adalah benalu level atas. Sama sekali tidak tahu malu. Ckckk, kenapa orang seperti kalian bisa masuk kemari, hah?" ledeknya."Radit, menurutmu ini lelucon yang sangat lucu, hah?" geram Tuan Rudy.Radit sengaja mempermainkan ayah mertuanya sebentar. Dia sendiri kesal, saat tahu ternyata ayah mertuanya membawanya kemari dengan niat menjebaknya. Radit yakin Tuan Rudy cemburu karena Lucy selalu membela dirinya.Radit memasang wajah memelas. "Bukan salahku melupakan dompet. Tadi ayah mertua tidak memberi tahuku akan kemari. Jika tidak, aku pasti akan menggunakan uangku sendiri. Apakah lebih baik kita pulang saja atau aku mem
Lucy tengah duduk menggambar beberapa rancangan di meja kerjanya."Eh, kamu sudah pulang?" Lucy lalu tersenyum menyambut Radit.Radit duduk di dekat istrinya. "Lagi sibuk ya?""Nggak juga. Aku hanya iseng menggambar rancangan beberapa baju."Radit memperhatikan gambaran Lucy. "Bagus," pujinya.Lucy sekali lagi tersenyum sambil meneruskan gambarannya. Tak lama suara ponselnya berdering. Lucy sempat melirik Radit."Siapa?" Felicia berbisik. "Bu Chika." Radit mempersilakan istrinya untuk mengangkat telepon dari bosnya Lucy di kantor."Apakah harus besok, Bu?" Lucy menggigit bibir. "Lucy, perusahaan perlu sekali bahan baku untuk meneruskan proyek kita. Aku dengar dulunya perusahaan keluargamu menjalin kerja sama dengannya. Sepertinya kamu bisa untuk melobi beliau. Akan lebih bagus jika pembayarannya bisa dicicil," pinta Nona Chika."Tuan Darmaji terkenal sekali tidak menerima hutang piutang apalagi dibayar menyicil seperti itu. Kita cari supplier ditempat lain saja. Bagaimana?" tawar S
Tuan Darmaji itu tidak tahu saja, siapa pria yang berhasil mendapatkan seorang Lucy Nasution. Dia adalah Raditya Cakranomoto, keturunan dari Keluarga Cakranomoto, pemilik perusahaaan Pionir Grup.Sekarang, Tuan Darmaji sedang bermain-main dengan takdir kematiannya sendiri. Bagaimana tidak? Pria itu hari ini nekat membayar OB di kantornya untuk melarutkan obat tidur di minuman Lucy dan menyuruh sang OB mengunci mereka berdua dari luar. Bagi Tuan Darmaji, ini adalah kesempatan emas bisa berduaan dengan wanita secantik Lucy. Apalagi melihat kondisi Lucy di kursi roda. Tuan Darmaji merasa Lucy tidak akan bisa lari dari dirinya. Jika terjadi kesepakatan, dia bisa mencicipi Lucy dan merekam segala aktivitas mereka untuk dijadikan alat agar bisa memeras Lucy di waktu yang akan datang lagi. Sepicik itu pikiran Tuan Darmaji yang sudah terhasut setan di otaknya. Ia tidak bisa mengontrol dirinya. Dia mulai menyentuh tangan Lucy yang baru saja meletakkan cangkir tehnya."Mengenai usaha apa yang
Nyonya Seruni gemetar. Di sisi lain ia masih mencintai suaminya, namun tidak dapat dipungkiri, kegilaan suaminya membuat darahnya mendidih. Kebenciannya jauh lebih besar kepada sang suami karena suaminya mulai nekat bermain gila."Tuan, ini adalah perusahaan keluarga saya. Apakah karena manusia terkutuk itu, keluarga saya harus menanggungnya juga. Jika Anda mau, Anda bisa membakar kantor ini saja. Asal gudang jangan, saya mohon!" ucapnya dengan suara gemetar.Mendengar ucapan istrinya, Tuan Darmaji benar-benar syok. Ia lalu berteriak. "Hey, wanita tua yang peyot! Kau pikir kau siapa menjadikanku tumbal, hah! Susah payah aku menikahi dan menerima kamu, ini balasanmu? Dasar penyihir tua keriput!" Radit memberi aba-aba kepada salah seorang anak buahnya. Tiba-tiba OB yang dibayar Tuan Darmaji ditarik masuk dan disuruh mengaku. Tuan Darmaji tidak berkutik."Bagaimana Nyonya Seruni? Aku ada penawaran menarik, aku akan bermurah hati hanya saja kau yang harus melakukan ini. Apakah kamu ingin
Kejadian kemarin membuat Radit sore ini sebelum tiba di kantornya, menepi dulu ke sebuah toko perhiasan yang terkenal di kotanya. Radit ingin sekali memberikan hadiah untuk istrinya. Menurutnya, selama ini dirinya belum pernah memberikan kado mewah untuk Lucy karena ia tidak memiliki cukup uang. Namun, kini dirinya sudah memiliki kartu unlimited pemberian Tuan Brando, Sekarang Radit merasa perlu membelikan Lucy kado perhiasan tanpa takut dengan mahalnya benda itu."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" seorang pelayan menyapa Radit."Saya ingin membelikan istri saya hadiah. Bisa kah Anda memberikan rekomendasi untuk saya?" tanya Radit.Pelayan itu memperhatikan Radit dengan seksama. Terlihat kalau senyuman yang diberikan pelayan itu adalah senyuman mengejek. "Oh, hadiah untuk istri ya? Hmm ... mari ikut saya," ucapnya. Pelayan itu menuju konter perhiasan yang terlihat biasa saja. Harga yang di pajang di sana pun hanya berkisar 1 juta hingga 3 juta saja. Radit sungguh tahu