Nyonya Seruni gemetar. Di sisi lain ia masih mencintai suaminya, namun tidak dapat dipungkiri, kegilaan suaminya membuat darahnya mendidih. Kebenciannya jauh lebih besar kepada sang suami karena suaminya mulai nekat bermain gila."Tuan, ini adalah perusahaan keluarga saya. Apakah karena manusia terkutuk itu, keluarga saya harus menanggungnya juga. Jika Anda mau, Anda bisa membakar kantor ini saja. Asal gudang jangan, saya mohon!" ucapnya dengan suara gemetar.Mendengar ucapan istrinya, Tuan Darmaji benar-benar syok. Ia lalu berteriak. "Hey, wanita tua yang peyot! Kau pikir kau siapa menjadikanku tumbal, hah! Susah payah aku menikahi dan menerima kamu, ini balasanmu? Dasar penyihir tua keriput!" Radit memberi aba-aba kepada salah seorang anak buahnya. Tiba-tiba OB yang dibayar Tuan Darmaji ditarik masuk dan disuruh mengaku. Tuan Darmaji tidak berkutik."Bagaimana Nyonya Seruni? Aku ada penawaran menarik, aku akan bermurah hati hanya saja kau yang harus melakukan ini. Apakah kamu ingin
Kejadian kemarin membuat Radit sore ini sebelum tiba di kantornya, menepi dulu ke sebuah toko perhiasan yang terkenal di kotanya. Radit ingin sekali memberikan hadiah untuk istrinya. Menurutnya, selama ini dirinya belum pernah memberikan kado mewah untuk Lucy karena ia tidak memiliki cukup uang. Namun, kini dirinya sudah memiliki kartu unlimited pemberian Tuan Brando, Sekarang Radit merasa perlu membelikan Lucy kado perhiasan tanpa takut dengan mahalnya benda itu."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" seorang pelayan menyapa Radit."Saya ingin membelikan istri saya hadiah. Bisa kah Anda memberikan rekomendasi untuk saya?" tanya Radit.Pelayan itu memperhatikan Radit dengan seksama. Terlihat kalau senyuman yang diberikan pelayan itu adalah senyuman mengejek. "Oh, hadiah untuk istri ya? Hmm ... mari ikut saya," ucapnya. Pelayan itu menuju konter perhiasan yang terlihat biasa saja. Harga yang di pajang di sana pun hanya berkisar 1 juta hingga 3 juta saja. Radit sungguh tahu
Hari ini Tuan Husen sedang mengadakan rapat mengenai laporan dugaan tindakan korupsi yang terjadi di anak perusahaan mereka yaitu Cakra Chanel Companies. Tuan Husen juga meminta Harris dan Radit turut serta mengikuti rapat.Awalnya Harris memprotes karena menurutnya Radit hanya karyawan magang saja. Berbeda dengan dirinya yang meskipun magang, tapi dia merupakan keturunan dari Keluarga Cakranomoto. Harris merasa Radit hanya orang lain yang tidak perlu tahu urusan internal perusahaan. Sayangnya, Tuan Husen tidak menggubris protes dari Harris karena Tuan Mandala turut serta dalam rapat. Tuan Mandala yang memutuskan agar cucunya itu ikut serta."Kau mau menolak Radit lagi? Apa kurang puas dengan hasil DNA yang menyatakan dia putramu!" Tuan Mandala melempar hasil tes yang keluar dari rumah sakit milik keluarga mereka."Ayah, aku masih belum bisa menerima semuanya. Aku butuh waktu," ucap Tuan Husen saat membaca hasil DNA. Tubuhnya bergetar hebat. Dia merasa ayah sekaligus suami yang gagal
Nyonya Winey dengan bibir gemetar berusaha memberanikan diri menjawab sapaan Idris. "Selamat sore, Tuan Idris." Wajah Nyonya Winey sedikit menengadah. Meski matanya tak fokus menatap mata Idris. "Aku sungguh tidak menyangka, Nyonya Winey benar-benar datang kemari seorang diri dan tanpa polisi. Wow, hebat!" Tepuk tangan dari seorang Idris sungguh menyadarkan Nyonya Winey kalau dirinya sedang berhadapan dengan orang berdarah dingin.Nyonya Winey menelan salivanya. Butuh beberapa detik mengumpulkan nyali untuk menyahuti ucapan Idris. "Aku sudah menuruti semua mau Anda. Datang sendiri tanpa melibatkan siapapun termasuk polisi. Sekarang, mari kita berdiskusi soal hutang. Aku tidak mau suami dan putriku keamanannya terancam karenaku," ucap Nyonya Winey lagi."Hahaha ... Nyonya Winey, sepertinya Anda tidak tahu bagaimana jika seorang Idris kehilangan kesabarannya menghadapi orang yang tidak mau membayar hutang. Ck. Tidak semudah itu aku melepaskan mereka, karena mereka juga keluargamu. Angg
Semua anak buah Idris mengepung Radit dan juga Coco. Kini mereka berdua saling memunggungi satu sama lain karena bersiap untuk siaga jika diserang.Seseorang baru saja tiba di kantor itu. Pakaiannya rapi, berjas abu-abu dengan sepatu pantofel mengkilat. "Idris, saudaraku. Bagaimana kabarnya si Nyonya Winey seka–" Ucapannya terhenti saat melihat Radit tengah dikepung oleh pasukan Idris."Hahaha ... Coba lihat siapa yang datang kemari! Ck. Apakah kau kemari untuk menyelamatkan ibu mertuamu?" desis Tuan Doddy sambil tersenyum licik.Radit sungguh terkejut. Rupanya dibalik ini semua, ada Tuan Doddy yang menjadi dalangnya. Rupanya akibat kekalahan di kasino kemarin, Tuan Doddy menaruh dendam."Tuan Doddy, kau akan ku buat menyesal sudah menyakiti keluarga istriku," ucapnya dengan nada dingin. "Huuu ... takut ... ha ha ha ...." Tuan Doddy tertawa puas. "Apakah kau sedang mengancamku, Radit? Kau bahkan sudah dikepung orang-orang dari temanku yang perkasa ini. Belum tentu kau selamat setela
Radit kembali ke lantai dasar, tempat Coco, Tuan Idris dan Tuan Doddy berada. Radit menatap nanar ke arah Idris dan Tuan Doddy. Mereka diikat tak berdaya oleh Coco dan anak buahnya."Tuan muda, sekarang Anda lah pemegang keputusan. Anda mau lakukan apa kepada dua sampah ini, terserah Anda!" ucap Coco saat menghampiri Radit.Radit memancarkan sinar mata kebencian. Tuan Idris dan Tuan Doddy bergidik ngeri karena melihat sorot tajam Radit seakan ingin membunuh mereka.Radit menarik sudut bibirnya, lalu memanggil Coco kembali. "Tolong bawakan minyak dan korek api. Aku ingin membakar orang-orang yang sok ini hidup-hidup!" titah Radit dengan wajah dinginnya."Baik, Tuan." Coco memberi komando kepada anak buahnya untuk mengikuti perintah Radit.Kini Tuan Doddy benar-benar takut. Hingga ia tak sadar jika pipis di celananya. Ia tak mengira, manusia kampungan sekelas Radit ingin menghabisinya dengan cara tragis.Tak lama, anak buah Cocokembali dengan membawa apa yang Radit minta. Radit menyerin
Radit mengernyitkan keningnya. Ia memperhatikan wajah gadis yang menyapanya. Radit sangat mengingat siapa gadis itu. "I–iya. Kamu ... Stevi kan?" Radit begitu terkejut dipertemukan oleh cinta pandangan pertamanya di tempat ini. Sayangnya, gadis itu bersama pria lain."Hai, Radit. Cukup lama kita tidak bertemu. Apa kabar?""Kabarku baik." Radit tersenyum lalu berniat ingin menyalami gadis itu. Mendadak pria di dekatnya langsung bereaksi.Pria bernama Jordi yang merupakan kekasih Stevi tersenyum sinis. "Kau mengenal pria lusuh ini, Sayang? Dia pasti pelayan di hotel ini.""Oh, iya. dia adalah teman SMA-ku dulu," jawab Stevi. Radit tersipu saat Stevi mengenalinya. Dia sangat senang, jika perempuan itu tidak melupakannya."Aku bukan pelayan di sini. Aku hanya sedang berkunjung kemari untuk makan malam," jawab Radit sejujurnya."Oh, hahaha ... maafkan aku. Aku pikir kamu adalah pelayan. Penampilanmu sungguh ...." Jordi tidak melanjutkan komentarnya. Radit sungguh tahu, pria itu hanya me
Gelas itu saling bertemu dan berdenting. mereka meminum dengan sekali teguk lalu tertawa bersama.Semua pria di ruangan itu iri dan benci dengan keakraban Radit dengan Gina. Biar bagaimanapun selain Stevi, Gina merupakan incaran para pria karena kecantikannya menyamai Stevi.Jika Stevi memiliki kekasih, tentu Gina berbeda. Apalagi tadi melihat Gina datang sendirian. Sialnya Radit datang dan duduk menemani Gina."Radit, apa kesibukanmu sekarang?" tanya Gina sambil memutar-mutar gelas kosong di hadapannya."Aku? Aku bekerja di Pionir Grup sebagai karyawan magang di salah satu departemennya. Aku sedang menyusun skripsi. Aku merupakan mahasiswa semester akhir di Universitas Triguna Madani," jawab Radit.Gina membuka mulutnya hingga berbentuk"O"."Aku pikir akan sulit untuk bekerja di sana, kamu hebat sekali bisa kuliah sambil bekerja," puji Gina.Jordi mendengar semuanya. Tak hanya Jordi, Stevi pun sama. Dua sajoli itu nampak tak percaya dengan apa yang mereka dengar. "Kuliah di Triguna
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri