Nyonya Winey dengan bibir gemetar berusaha memberanikan diri menjawab sapaan Idris. "Selamat sore, Tuan Idris." Wajah Nyonya Winey sedikit menengadah. Meski matanya tak fokus menatap mata Idris. "Aku sungguh tidak menyangka, Nyonya Winey benar-benar datang kemari seorang diri dan tanpa polisi. Wow, hebat!" Tepuk tangan dari seorang Idris sungguh menyadarkan Nyonya Winey kalau dirinya sedang berhadapan dengan orang berdarah dingin.Nyonya Winey menelan salivanya. Butuh beberapa detik mengumpulkan nyali untuk menyahuti ucapan Idris. "Aku sudah menuruti semua mau Anda. Datang sendiri tanpa melibatkan siapapun termasuk polisi. Sekarang, mari kita berdiskusi soal hutang. Aku tidak mau suami dan putriku keamanannya terancam karenaku," ucap Nyonya Winey lagi."Hahaha ... Nyonya Winey, sepertinya Anda tidak tahu bagaimana jika seorang Idris kehilangan kesabarannya menghadapi orang yang tidak mau membayar hutang. Ck. Tidak semudah itu aku melepaskan mereka, karena mereka juga keluargamu. Angg
Semua anak buah Idris mengepung Radit dan juga Coco. Kini mereka berdua saling memunggungi satu sama lain karena bersiap untuk siaga jika diserang.Seseorang baru saja tiba di kantor itu. Pakaiannya rapi, berjas abu-abu dengan sepatu pantofel mengkilat. "Idris, saudaraku. Bagaimana kabarnya si Nyonya Winey seka–" Ucapannya terhenti saat melihat Radit tengah dikepung oleh pasukan Idris."Hahaha ... Coba lihat siapa yang datang kemari! Ck. Apakah kau kemari untuk menyelamatkan ibu mertuamu?" desis Tuan Doddy sambil tersenyum licik.Radit sungguh terkejut. Rupanya dibalik ini semua, ada Tuan Doddy yang menjadi dalangnya. Rupanya akibat kekalahan di kasino kemarin, Tuan Doddy menaruh dendam."Tuan Doddy, kau akan ku buat menyesal sudah menyakiti keluarga istriku," ucapnya dengan nada dingin. "Huuu ... takut ... ha ha ha ...." Tuan Doddy tertawa puas. "Apakah kau sedang mengancamku, Radit? Kau bahkan sudah dikepung orang-orang dari temanku yang perkasa ini. Belum tentu kau selamat setela
Radit kembali ke lantai dasar, tempat Coco, Tuan Idris dan Tuan Doddy berada. Radit menatap nanar ke arah Idris dan Tuan Doddy. Mereka diikat tak berdaya oleh Coco dan anak buahnya."Tuan muda, sekarang Anda lah pemegang keputusan. Anda mau lakukan apa kepada dua sampah ini, terserah Anda!" ucap Coco saat menghampiri Radit.Radit memancarkan sinar mata kebencian. Tuan Idris dan Tuan Doddy bergidik ngeri karena melihat sorot tajam Radit seakan ingin membunuh mereka.Radit menarik sudut bibirnya, lalu memanggil Coco kembali. "Tolong bawakan minyak dan korek api. Aku ingin membakar orang-orang yang sok ini hidup-hidup!" titah Radit dengan wajah dinginnya."Baik, Tuan." Coco memberi komando kepada anak buahnya untuk mengikuti perintah Radit.Kini Tuan Doddy benar-benar takut. Hingga ia tak sadar jika pipis di celananya. Ia tak mengira, manusia kampungan sekelas Radit ingin menghabisinya dengan cara tragis.Tak lama, anak buah Cocokembali dengan membawa apa yang Radit minta. Radit menyerin
Radit mengernyitkan keningnya. Ia memperhatikan wajah gadis yang menyapanya. Radit sangat mengingat siapa gadis itu. "I–iya. Kamu ... Stevi kan?" Radit begitu terkejut dipertemukan oleh cinta pandangan pertamanya di tempat ini. Sayangnya, gadis itu bersama pria lain."Hai, Radit. Cukup lama kita tidak bertemu. Apa kabar?""Kabarku baik." Radit tersenyum lalu berniat ingin menyalami gadis itu. Mendadak pria di dekatnya langsung bereaksi.Pria bernama Jordi yang merupakan kekasih Stevi tersenyum sinis. "Kau mengenal pria lusuh ini, Sayang? Dia pasti pelayan di hotel ini.""Oh, iya. dia adalah teman SMA-ku dulu," jawab Stevi. Radit tersipu saat Stevi mengenalinya. Dia sangat senang, jika perempuan itu tidak melupakannya."Aku bukan pelayan di sini. Aku hanya sedang berkunjung kemari untuk makan malam," jawab Radit sejujurnya."Oh, hahaha ... maafkan aku. Aku pikir kamu adalah pelayan. Penampilanmu sungguh ...." Jordi tidak melanjutkan komentarnya. Radit sungguh tahu, pria itu hanya me
Gelas itu saling bertemu dan berdenting. mereka meminum dengan sekali teguk lalu tertawa bersama.Semua pria di ruangan itu iri dan benci dengan keakraban Radit dengan Gina. Biar bagaimanapun selain Stevi, Gina merupakan incaran para pria karena kecantikannya menyamai Stevi.Jika Stevi memiliki kekasih, tentu Gina berbeda. Apalagi tadi melihat Gina datang sendirian. Sialnya Radit datang dan duduk menemani Gina."Radit, apa kesibukanmu sekarang?" tanya Gina sambil memutar-mutar gelas kosong di hadapannya."Aku? Aku bekerja di Pionir Grup sebagai karyawan magang di salah satu departemennya. Aku sedang menyusun skripsi. Aku merupakan mahasiswa semester akhir di Universitas Triguna Madani," jawab Radit.Gina membuka mulutnya hingga berbentuk"O"."Aku pikir akan sulit untuk bekerja di sana, kamu hebat sekali bisa kuliah sambil bekerja," puji Gina.Jordi mendengar semuanya. Tak hanya Jordi, Stevi pun sama. Dua sajoli itu nampak tak percaya dengan apa yang mereka dengar. "Kuliah di Triguna
Radit mengerucutkan bibirnya. Lalu menyipit. "Ada apa? Apa ada masalah?" Nampaknya ia penasaran dengan apa yang ingin Gina utarakan.Gina menghela napas. "Sebenarnya aku muak mendengarkan si Jordi itu bercerita dengan kehebatan ayahnya memenangkan tender dengan perusahaan Pionir Grup. Seharusnya bukan ayahnya yang mendapatkan kepercayaan itu semua tapi ayahku." Gina menghentikan ucapannya. Matanya mulai berkaca-kaca."Ayahmu? Ma–maksudmu bagaimana?" Radit masih belum bisa mencerna."Ya, ayahku juga seorang kontraktor. Secara hukum yang sah, ayah yang memenangkan proyek itu. Tapi keesokkan harinya, ayahku mendapat telepon kalau kontrak dibatalkan karena ada perubahan dalam penunjukkan kontraktor di proyek itu. Humph ... ayahnya Jordi tiba-tiba naik, sementara ayahku terpaksa gigit jari," jelas Gina.Binggo! Seperti yang sudah disangka Radit. Rupanya terpilihnya borongan pengerjaan dari ayahnya Jordi karena semuanya disetting oleh orang dalam dari Pionir Grup. Siapa lagi kalau bukan Tua
Tuan Galih menelan salivanya. Melihat Radit begitu berani mengucapkan itu kepadanya, tentu Radit tidak sedang main-main. Tuan Galih tidak mau ambil resiko untuk menentang Radit.Sejak pertama kali ia melihat sosok Radit di dalam ruangan itu, kepercayaan dirinya mendadak sirna. Tuan Galih harus mengambil keputusan. "Jordi, saya tidak bisa memberikan pekerjaan proyek itu kepada ayahmu." Tiba-tiba suara serak parau terdengar dari mulut Tuan Galih.Gina juga mendengar semuanya, mendadak membalikkan tubuhnya kembali. "Apa aku tidak salah dengar?" batinnya.Sementara Jordi, ia sangat terpukul mendengar ucapan Tuan Galih"Tuan Galih, apa maksudmu?" lirihnya nyaris tak terdengar.Salsa dan Stevi yang tadi tertawa mengejek Radit mendadak diam seribu bahasa."Tuan Galih, kekacauan macam apa ini? Coba ulangi perkataan Anda, apakah Anda sedang bermain drama?" Gina masih merasa heran. Bagaimana mungkin seorang Radit bisa membuat orang berkuasa seperti. Tuan Galih, merubah keputusannya."Saya tida
Radit buru-buru mematikan panggilan. Ia langsung bergegas pamit. "Mertuaku kecelakaan. Aku harus pergi dulu.""Tuan muda perlu saya kawal?" tawar Coco."Tidak perlu. Mereka nanti akan curiga. Aku bisa menanganinya sendiri," tolak Radit."Baiklah, kalau begitu. Namun jika ada apa-apa, Anda bisa menghubungi saya. Tuan muda bisa menggunakan mobil saya agar cepat mendatangi mertua Anda," tawar Coco. sambil menyodorkan kunci mobilnya.Awan mengangguk dan menerimanya. "Terima kasih banyak." Pria itu lantas pergi meninggalkan Coco.****Gina mencari sosok Radit yang pergi begitu saja dari reuni. Lelah mencari seseorang yang tidak ia temukan, akhinya gadis itu menunggu di depan pintu hotel berharap Radit muncul.Bukan tanpa alasan seorang gadis cantik mencari Radit. Setelah ucapan Tuan Galih yang mengatakan pengerjaan proyek akan di serahkan kembali ke ayahnya, Gina merasa berutang budi dan belum mengucapkan terima kasih kepada Radit. Bahkan mereka belum saling bertukar nomor telepon sehingga