Gelas itu saling bertemu dan berdenting. mereka meminum dengan sekali teguk lalu tertawa bersama.Semua pria di ruangan itu iri dan benci dengan keakraban Radit dengan Gina. Biar bagaimanapun selain Stevi, Gina merupakan incaran para pria karena kecantikannya menyamai Stevi.Jika Stevi memiliki kekasih, tentu Gina berbeda. Apalagi tadi melihat Gina datang sendirian. Sialnya Radit datang dan duduk menemani Gina."Radit, apa kesibukanmu sekarang?" tanya Gina sambil memutar-mutar gelas kosong di hadapannya."Aku? Aku bekerja di Pionir Grup sebagai karyawan magang di salah satu departemennya. Aku sedang menyusun skripsi. Aku merupakan mahasiswa semester akhir di Universitas Triguna Madani," jawab Radit.Gina membuka mulutnya hingga berbentuk"O"."Aku pikir akan sulit untuk bekerja di sana, kamu hebat sekali bisa kuliah sambil bekerja," puji Gina.Jordi mendengar semuanya. Tak hanya Jordi, Stevi pun sama. Dua sajoli itu nampak tak percaya dengan apa yang mereka dengar. "Kuliah di Triguna
Radit mengerucutkan bibirnya. Lalu menyipit. "Ada apa? Apa ada masalah?" Nampaknya ia penasaran dengan apa yang ingin Gina utarakan.Gina menghela napas. "Sebenarnya aku muak mendengarkan si Jordi itu bercerita dengan kehebatan ayahnya memenangkan tender dengan perusahaan Pionir Grup. Seharusnya bukan ayahnya yang mendapatkan kepercayaan itu semua tapi ayahku." Gina menghentikan ucapannya. Matanya mulai berkaca-kaca."Ayahmu? Ma–maksudmu bagaimana?" Radit masih belum bisa mencerna."Ya, ayahku juga seorang kontraktor. Secara hukum yang sah, ayah yang memenangkan proyek itu. Tapi keesokkan harinya, ayahku mendapat telepon kalau kontrak dibatalkan karena ada perubahan dalam penunjukkan kontraktor di proyek itu. Humph ... ayahnya Jordi tiba-tiba naik, sementara ayahku terpaksa gigit jari," jelas Gina.Binggo! Seperti yang sudah disangka Radit. Rupanya terpilihnya borongan pengerjaan dari ayahnya Jordi karena semuanya disetting oleh orang dalam dari Pionir Grup. Siapa lagi kalau bukan Tua
Tuan Galih menelan salivanya. Melihat Radit begitu berani mengucapkan itu kepadanya, tentu Radit tidak sedang main-main. Tuan Galih tidak mau ambil resiko untuk menentang Radit.Sejak pertama kali ia melihat sosok Radit di dalam ruangan itu, kepercayaan dirinya mendadak sirna. Tuan Galih harus mengambil keputusan. "Jordi, saya tidak bisa memberikan pekerjaan proyek itu kepada ayahmu." Tiba-tiba suara serak parau terdengar dari mulut Tuan Galih.Gina juga mendengar semuanya, mendadak membalikkan tubuhnya kembali. "Apa aku tidak salah dengar?" batinnya.Sementara Jordi, ia sangat terpukul mendengar ucapan Tuan Galih"Tuan Galih, apa maksudmu?" lirihnya nyaris tak terdengar.Salsa dan Stevi yang tadi tertawa mengejek Radit mendadak diam seribu bahasa."Tuan Galih, kekacauan macam apa ini? Coba ulangi perkataan Anda, apakah Anda sedang bermain drama?" Gina masih merasa heran. Bagaimana mungkin seorang Radit bisa membuat orang berkuasa seperti. Tuan Galih, merubah keputusannya."Saya tida
Radit buru-buru mematikan panggilan. Ia langsung bergegas pamit. "Mertuaku kecelakaan. Aku harus pergi dulu.""Tuan muda perlu saya kawal?" tawar Coco."Tidak perlu. Mereka nanti akan curiga. Aku bisa menanganinya sendiri," tolak Radit."Baiklah, kalau begitu. Namun jika ada apa-apa, Anda bisa menghubungi saya. Tuan muda bisa menggunakan mobil saya agar cepat mendatangi mertua Anda," tawar Coco. sambil menyodorkan kunci mobilnya.Awan mengangguk dan menerimanya. "Terima kasih banyak." Pria itu lantas pergi meninggalkan Coco.****Gina mencari sosok Radit yang pergi begitu saja dari reuni. Lelah mencari seseorang yang tidak ia temukan, akhinya gadis itu menunggu di depan pintu hotel berharap Radit muncul.Bukan tanpa alasan seorang gadis cantik mencari Radit. Setelah ucapan Tuan Galih yang mengatakan pengerjaan proyek akan di serahkan kembali ke ayahnya, Gina merasa berutang budi dan belum mengucapkan terima kasih kepada Radit. Bahkan mereka belum saling bertukar nomor telepon sehingga
Radit tiba di pertigaan BoevalloStreet. Ya, itu jalan di perumahan kawasan elit menuju GreenValey di kota itu. Radit melihat ada kerumunan orang-orang. Ia mencari-cari sosok Tuan Rudy dan Nyonya Winey yang tidak nampak di sana. Hanya sebuah mobil tua miliknya yang terparkir tepat di belakang mobil mewah. "Pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus ganti rugi karena mobilku lecet!" seru seorang wanita paruh baya seusia hampir sama dengan ibu mertua Awan. "Enak saja, orang mobilmu yang rem mendadak. Tidak bisa!" sahut Nyonya Winey bersikeras tak ingin disalahkan. "Hah, dasar miskin! Kalian pasti tidak mampu kan?" sindirnya. "Kurang ajar!" cebik Nyonya Winey, dia hampir aja mengacak wajah wanita yang mengumpatnya. Beruntung Tuan Rudy menahan tubuh istrinya. "Kalau kalian merasa miskin, lebih baik jangan bergaya masuk ke kawasan ini. Sungguh memuakkan!" Mata Nyonya itu memutar, ia sangat suka merendahkan Nyonya Winey yang tersulut emosinya. "Nyonya, rumah kami memang ada di sini. K
Semua orang tertegun melihat kedatangan seorang pria."Bukankah itu adalah bagian dari Cakranomoto," Salah seorang wanita berteriak."Siapa sih?""Iya, aku seperti pernah melihatnya di televisi jika keluarga konglomerat itu diwawancarai." "Ah, benar! Dengar-dengar, perumahaan Green Valey pun milik keluarga Cakranomoto," ucap salah seorang lagi."Karena keributan ini, pasti dia diutus untuk menyelesaikan semuanya." Semua orang membicarakan Tuan Brando.Nyonya Winey dan Tuan Rudy ikut tertegun. Mereka nampak memandang Tuan Brando dengan terheran-heran. "Tu–tuan, maaf kami sudah membuat keributan!" Tuan Rudy langsung buru-buru berlutut menundukkan kepalanya di depan Tuan Brando.Tuan Brando tidak memedulikannya. Ia justru menatap ke arah Nyonya Jane. Dia cukup mengenal wanita itu karena keluarga Cakranomoto pernah memakai jasa pengacara dari suami wanita itu."Siapa kamu?" tanya Nyonya Jane dengan mengangkat alisnya satu."Anda istri dari Tuan Darwis, bukan? Perkenalkan saya Brando, u
"Apa yang kamu katakan, hah? Jangan pernah ikut campur urusan kami lagi!" tandasnya meneriaki Radit.Tuan Rudy langsung menegur istrinya. "Winey, ini kelewatan! Sudahlah ... jangan memperburuk situasi!" bisiknya."Kau tidak perlu takut, suamiku. Selama ada Tuan Brando, urusan ini akan selesai. Bukan begitu, Tuan Brando?" Tuan Brando melirik Radit. Radit menggelengkan kepalanya memberikan kode."Nyonya Winey, sejak awal Anda terlihat tempramen sekali. Jika sebenarnya kasus ini sudah clear karena Tuan Darwis mencintai perdamaian, lalu mengapa Anda meminta mereka mencium kaki Anda? Apakah Anda yakin, mereka salah seratus persen?""Tuan Brando, saya hanya mempertahankan harga diri yang sudah diinjak oleh wanita yang sok kaya ini!" tunjuk Nyonya Winey ke arah Nyonya Jane."Lalu mengapa Anda memarahi menantu dan suami Anda? Anda sendiri menginjak harga diri menantu Anda. Perlu Anda tahu, saya kemari karena dihubungi oleh Tuan Radit. Seharusnya Anda bersyukur memiliki menantu yang perhatian
Tuan Rudy dan Nyonya Winey baru saja tiba di rumah lebih dulu dari pada Radit. Lucy keluar dari kamarnya. Ia memperhatikan gelagat tak enak dari ayah dan ibunya."Ada apa dengan kalian?" tanya Lucy.Tuan Rudy lelah dan sedang malas banyak berkomentar. "Kau tanya saja ibumu. Ayah masuk ke kamar duluan," ucapnya.Lucy mengernyit. "Apa kalian bertengkar?"Nyonya Winey menggeleng. "Tidak.""Lalu?""Apakah kamu tahu sesuatu tentang keluarga Cakranomoto?"Lucy langsung menggeleng lemah dan menjawab singkat. "Tidak.""Ibu dengar, Tuan Mandala Cakranomoto memiliki cucu laki-laki. Dia adalah penerus dari Keluarga Cakranomoto.""Lalu apa ada hubungannya dengan kejadian malam ini?""Ayahmu tadi tidak sengaja menabrak di pertigaan jalan depan. Mobil butut Radit membuat mobil mewah itu penyok. Pemiliknya adalah Nyonya Jane. Ibu sempat berkelahi dengannya karena ia menuntut ganti rugi. Tidak main-main, dia minta lima ratus juta kepada ayahmu," cerita Nyonya Winey.Lucy menutup mulut dengan kedua ta
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri