"Ayah mertua, aku cukup mengenal Tuan Deo Candrawinata. Tuan Kenzo tidak akan berani macam-macam. Percayalah! Lagipula, aku yakin karena kasus ini, bank miliknya akan terancam goyang. Aku menyarankan ayah mencari investor lain saja," ucap Radit menenangkan."Apa katamu? Kamu pikir mudah mendapatkan investor yang mau mendanai perusahaan baru? Kamu itu tidak memiliki pengalaman apapun di dunia bisnis. Jangan asal bicara. Lagi pula, siapa yang percaya kalau kamu kenal dengan seorang jenderal? Apakah kamu pernah mengelap sepatu Tuan Deo sehingga mengenalnya?" sindir Tuan Rudy terus mencemooh Radit."Kalau tidak percaya, mari kita bertemu Tuan Deo. Kita jenguk saja untuk membuktikan ucapanku. Sekaligus meminta Tuan Deo agar melanjutkan kasus ini tanpa membela putranya. Karena yang mengadukan permasalahan ini adalah Tuan Deo sehingga putranya ditangkap."Nyonya Winey tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Kalau soal Nona Flo, kamu bertemu karena keberuntungan. Kamu bisa bangga. Tapi, kalau mengak
Pagi itu Radit benar-benar menemani sang istri pergi ke anak perusahaan milik Pionir Grup yang bergerak di bidang Fashion. Sebenarnya, sebelum ini Radit memang mengirim gambar sketsa desain gaun milik Lucy ke perusahaan CCC tanpa melalui jalur orang dalam. Beberapa hari tak mendapat jawaban, akhirnya Radit meminta Nona Keyla turut campur untuk meloloskan gambar milik istrinya itu sehingga Lucy akhirnya mendapatkan telepon dari anak perusahaan Pionir Grup itu.Tak ada yang tahu siapa Radit di sana. Radit mendorong kursi roda milik istrinya itu saat memasuki area loby kantor."Maaf, kalian ada keperluan apa dan ingin bertemu siapa?" cegat satpam yang berdiri di sudut pintu masuk."Saya Raditya Cakra dari perusahaan induk, Pionir Grup." Radit menunjukkan kartu karyawan yang tergantung di lehernya. Satpam itu memperhatikannya."Dan ini, Nyonya Lucy Nasution. Beberapa hari yang lalu ia mendapat telepon dari salah satu agent dari Cakra Chanel Companies untuk menemuinya. Nyonya Lucy salah sa
Tuan Brando memberikan flashdisk kepada Tuan Mandala. "Ini Tuan besar," ucapnya.Tuan Mandala mengambil dan menunjukkan di tangannya. "Disini ada bukti rekaman cctv. Awal mula permasalahan yang membuat Radit memukul Harris.""Kakek ...." Harris merasa tak terima sang kakek seperti memihak kepada Radit.Tuan Brando lalu menyalakan layar proyektor dan flashdisk itu dicucuk di laptop. Gambar pun muncul."Di rekaman cctv terlihat jika Pak Harris sibuk dengan ponselnya lalu tidak memperhatikan sekitarnya. Ia lalu menabrak Nona Lucy yang berjalan dengan kursi rodanya. Terlihat Pak Harris memarahi Nona Lucy, dan disitulah Pak Radit muncul. Menurut kesaksian beberapa karyawan, baik Pak Radit dan Pak Harris terlibat cekcok. Beberapa kali Pak Harris merendahkan Nona Lucy dan memicu Pak Radit akhirnya memukul Pak Harris. Pak Harris pun membalasnya, hingga perkelahian diantara keduanya terjadi." Nona Keyla menerangkan semua sesuai gambar yang ada di layar proyektor.Semua mata kini teralih kepada
Radit pun kembali menemui Lucy."Bagaimana? Apakah kamu tahu siapa pemilik mobil itu?" Radit terdiam sesaat lalu menggeleng."Satpam itu juga tidak tahu," jawab Radit berbohong. Radit sengaja menyimpan rahasia soal Harris. Ia ingin mencari bukti lebih banyak untuk membuktikan kecurigaannya terhadap keterlibatan saudara tirinya terhadap penabrakan yang terjadi malam itu.Terlihat wajah Lucy seperti kecewa."Hm, kalau begitu antarkan aku pulang saja. Kamu juga harus ke kantor bukan?""Baiklah, Ayo!" jawab Radit sembari mendorong kursi roda Lucy.Radit diam saja sepanjang perjalanan mengantar Lucy pulang. Radit memikirkan kemungkinan ada hubungan antara Harris dengan kejadian malam itu. Radit mulai mengingat, beberapa kali setelah peristiwa perkelahiannya dengan Max dan membuat Max harus ditahan beberapa minggu. Semenjak itu Max dan dirinya menjauh. Saat itu pula, Radit pernah mendapati Max sedang bergaul dengan Harris. Entah mengapa Radit yakin sekali kalau Max pasti tahu siapa pelaku
Beberapa hari kemudian."Radit, Radit!!! " teriak Nyonya Winey memanggil menantunya di pagi hari.Hari ini adalah hari libur. Semua orang masih di dalam kamar mereka masing-masing kecuali Nyonya Winey yang sudah sibuk meneriaki menantunya dan menggedor kamar Lucy dengan Radit."Hum, ada apa, Bu?" Radit menutup mulut karena menguap. Matanya masih mencuri kesempatan untuk terhanyut lalu memaksanya terbuka lagi."Temani ibu ke pasar! Ibumu sudah beberapa hari menginap di rumah temannya. Mau nggak mau, ibu yang harus ke pasar!" seru Nyonya Winey dengan bibir dimaju-majukannya."Hah? Sepagi ini?" Radit mengucek matanya, dia baru menyadari kalau ibu mertuanya sudah siap dan rapi berpakaian."Ya, agar kita mendapatkan ikan dan sayuran yang segar. Ayo, cepat bersiap-siap ibu tunggu di bawah!" titahnya sembari membalikkan badan lalu pergi.Radit mendesah lalu menutup kembali pintu kamarnya.Lucy masih di tempat tidur menanti Radit menjelaskan apa yang dilakukan ibunya sepagi ini."Ibu memintak
Nyonya Winey gugup. Kali ini musuh Radit bertambah lagi. Bukan tanggung-tanggung. Manajer pasar itu turun tangan. "Radir,minta maaf lah! Dari pada urusan semakin runyam," bisik Nyonya Winey."Nah, kau dengar kan apa kata nenek peyot ini! Cepat berlutut karena tidak ada seorang pun yang berani membelamu!" ujar sang manajer pasar bernada ancaman.Melihat dirinya semakin terpojokkan, Radit akhirnya teringat akan seseorang yang kemungkinan mengenal si Joko dan akan membuat Joko bertekuk lutut."Hahaha, benarkah tidak ada yang kalian takuti di kota ini? Kalian keras kepala sepertinya, ck. Aku akan menelepon seseorang. Mungkin setelah berbicara dengannya, kalian tidak akan berani lagi mengusikku," gertak Radit sembari mengeluarkan ponselnya dari balik sakunya. Radit ditertawakan tapi Radit tidak menggubris tawa meledek dari mereka semua. Hingga panggilan teleponnya terhubung dengan orang yang dimaksud. Radit langsung menyeringai menatap si kepala preman dan manajer pasar itu."Halo, Tuan
"Hm, tapi apakah sebaiknya tidak mencoba dulu. Barangkali benar, jika Radit bisa cepat menemukan pelakunya. Sebelum ia kabur lebih jauh," saran Lucy.Tuan Rudy semakin meledek menantunya. "Dengan cara apa dia menemukannya? Ada-ada saja kamu, Nak! Kamu pikir suamimu superhero? Sudahlah! Ayah sudah laporkan ke polisi. Biar polisi yang mengusutnya!" sergah Tuan Rudy."Lucy, mungkin kita harus menghormati keputusan ayahmu. Bukan aku tidak ingin menolong ibu mertua. Hanya saja, tidak semudah itu menemukan penjahat yang sudah kabur. Benar kata ayah mertua, memangnya siapa aku?" Radit merendah."Baiklah, kita percayakan saja kepada polisi. Semoga segera tertangkap," sahut Lucy lagi.****Sudah lebih dari dua minggu, kasus penipuan itu bergulir namun pihak polisi belum menemukan titik terangnya. Nyonya Winey menjadi uring-uringan di kamarnya."Ibumu kenapa?" bisik Nyonya Yessi yang baru saja pulang dari rumah Bibi Clara.Lucy akhirnya menceritakan semua kepada sang ibu mertua."Pantas saja, i
Satu hal yang lagi-lagi membuat Tuan Rudy terkejut, ketika menantunya berakting kelupaan membawa dompet."Ayah mertua, aku tidak membawa dompet. Atmku ada di dompet. Bisa kah engkau memodaliku bermain?" Tuan Rudy melotot. Tuan Doddy tertawa terbahak-bahak. Ia semakin merendahkan Radit dan Tuan Rudy "Hahaha ... Apa aku tidak salah dengar? Rudy, aku pikir menantumu ini adalah benalu level atas. Sama sekali tidak tahu malu. Ckckk, kenapa orang seperti kalian bisa masuk kemari, hah?" ledeknya."Radit, menurutmu ini lelucon yang sangat lucu, hah?" geram Tuan Rudy.Radit sengaja mempermainkan ayah mertuanya sebentar. Dia sendiri kesal, saat tahu ternyata ayah mertuanya membawanya kemari dengan niat menjebaknya. Radit yakin Tuan Rudy cemburu karena Lucy selalu membela dirinya.Radit memasang wajah memelas. "Bukan salahku melupakan dompet. Tadi ayah mertua tidak memberi tahuku akan kemari. Jika tidak, aku pasti akan menggunakan uangku sendiri. Apakah lebih baik kita pulang saja atau aku mem