Beberapa jam sebelum Tuan Deo menyeret putranya bertemu Radit.Dengan amarah yang sudah mencapai di ubun-ubun, Tuan Deo yang sudah tahu di mana biasa putranya berada langsung berangkat saat mengakhiri percakapannya di telepon bersama Tuan Mandala. Pria setengah berumur itu menggunakan mobil jeepnya membelah jalan aspan melewati hutan pinus menuju villa sang putra.BRAAAKKK! Tuan Deo mendapati putranya hampir saja melakukan tindakan asusila terhadap seorang wanita buta yang sedang menangis memohon agar Kenzo mengasihaninya."Anak tidak tahu malu!" teriak Tuan Deo membuat Kenzo terkejut setengah mati.Tuan Deo menendang putranya yang sudah memamerkan dada bidangnya. Sementara gadis tak berdaya itu gemetar dengan kondisi tubuhnya tak terbungkus apapun. Tuan Deo meraih selimut untuk menutupi tubuh sang gadis."Nak, kamu sudah aman."Gadis itu gemetaran. Ia tidak tahu ada siapa lagi yang baru datang. Pikirannya kacau."Pelayan! Pelayan!" teriak Tuan Deo. Pelayan masuk dengan pandangan tu
Ternyata Nyonya Winey keluar dengan membawa koper."Loh ibu mau ke mana?" tanya Radit."Mau pergi saja dari rumah ini!" tandasnya.Mendengar jawaban ketus dengan wajah ditekuk, Radit paham jika mertuanya ngambek kepadanya.Radit meraih koper lalu merebutnya dan mengembalikannya masuk ke kamar. "Eehhh kok dibawa masuk lagi?" protes Nyonya Winey."Sebelum pergi, aku mau tunjukkin sesuatu di bawah. Ayo ikut, Bu!" Baru mau meraih tangan ibu mertuanya. Tangan Radit langsung ditepis."Jangan sentuh! Aku tidak mau ikut denganmu lagi!"Radit tidak pantang menyerah. Ia kembali mencoba meraih tangan sang ibu mertua. "Ayo, Bu. Ikut! Sehabis melihat ke bawah, ibu boleh memutuskan jadi pergi dari sini atau tidak," bujuk Radit.Radit menarik tangan mertuanya dan membawa Nyonya Winey turun ke tangga dan mengikuti langkahnya.Sesampainya di ruang tengah keluarga. Mata Nyonya Winey terbelalak. Sosok yang diidolakan ada di depan matanya."Ya, ampun! Radiiiiittttt ...." pekik Nyonya Winey bergantian ki
"Ayah mertua, aku cukup mengenal Tuan Deo Candrawinata. Tuan Kenzo tidak akan berani macam-macam. Percayalah! Lagipula, aku yakin karena kasus ini, bank miliknya akan terancam goyang. Aku menyarankan ayah mencari investor lain saja," ucap Radit menenangkan."Apa katamu? Kamu pikir mudah mendapatkan investor yang mau mendanai perusahaan baru? Kamu itu tidak memiliki pengalaman apapun di dunia bisnis. Jangan asal bicara. Lagi pula, siapa yang percaya kalau kamu kenal dengan seorang jenderal? Apakah kamu pernah mengelap sepatu Tuan Deo sehingga mengenalnya?" sindir Tuan Rudy terus mencemooh Radit."Kalau tidak percaya, mari kita bertemu Tuan Deo. Kita jenguk saja untuk membuktikan ucapanku. Sekaligus meminta Tuan Deo agar melanjutkan kasus ini tanpa membela putranya. Karena yang mengadukan permasalahan ini adalah Tuan Deo sehingga putranya ditangkap."Nyonya Winey tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Kalau soal Nona Flo, kamu bertemu karena keberuntungan. Kamu bisa bangga. Tapi, kalau mengak
Pagi itu Radit benar-benar menemani sang istri pergi ke anak perusahaan milik Pionir Grup yang bergerak di bidang Fashion. Sebenarnya, sebelum ini Radit memang mengirim gambar sketsa desain gaun milik Lucy ke perusahaan CCC tanpa melalui jalur orang dalam. Beberapa hari tak mendapat jawaban, akhirnya Radit meminta Nona Keyla turut campur untuk meloloskan gambar milik istrinya itu sehingga Lucy akhirnya mendapatkan telepon dari anak perusahaan Pionir Grup itu.Tak ada yang tahu siapa Radit di sana. Radit mendorong kursi roda milik istrinya itu saat memasuki area loby kantor."Maaf, kalian ada keperluan apa dan ingin bertemu siapa?" cegat satpam yang berdiri di sudut pintu masuk."Saya Raditya Cakra dari perusahaan induk, Pionir Grup." Radit menunjukkan kartu karyawan yang tergantung di lehernya. Satpam itu memperhatikannya."Dan ini, Nyonya Lucy Nasution. Beberapa hari yang lalu ia mendapat telepon dari salah satu agent dari Cakra Chanel Companies untuk menemuinya. Nyonya Lucy salah sa
Tuan Brando memberikan flashdisk kepada Tuan Mandala. "Ini Tuan besar," ucapnya.Tuan Mandala mengambil dan menunjukkan di tangannya. "Disini ada bukti rekaman cctv. Awal mula permasalahan yang membuat Radit memukul Harris.""Kakek ...." Harris merasa tak terima sang kakek seperti memihak kepada Radit.Tuan Brando lalu menyalakan layar proyektor dan flashdisk itu dicucuk di laptop. Gambar pun muncul."Di rekaman cctv terlihat jika Pak Harris sibuk dengan ponselnya lalu tidak memperhatikan sekitarnya. Ia lalu menabrak Nona Lucy yang berjalan dengan kursi rodanya. Terlihat Pak Harris memarahi Nona Lucy, dan disitulah Pak Radit muncul. Menurut kesaksian beberapa karyawan, baik Pak Radit dan Pak Harris terlibat cekcok. Beberapa kali Pak Harris merendahkan Nona Lucy dan memicu Pak Radit akhirnya memukul Pak Harris. Pak Harris pun membalasnya, hingga perkelahian diantara keduanya terjadi." Nona Keyla menerangkan semua sesuai gambar yang ada di layar proyektor.Semua mata kini teralih kepada
Radit pun kembali menemui Lucy."Bagaimana? Apakah kamu tahu siapa pemilik mobil itu?" Radit terdiam sesaat lalu menggeleng."Satpam itu juga tidak tahu," jawab Radit berbohong. Radit sengaja menyimpan rahasia soal Harris. Ia ingin mencari bukti lebih banyak untuk membuktikan kecurigaannya terhadap keterlibatan saudara tirinya terhadap penabrakan yang terjadi malam itu.Terlihat wajah Lucy seperti kecewa."Hm, kalau begitu antarkan aku pulang saja. Kamu juga harus ke kantor bukan?""Baiklah, Ayo!" jawab Radit sembari mendorong kursi roda Lucy.Radit diam saja sepanjang perjalanan mengantar Lucy pulang. Radit memikirkan kemungkinan ada hubungan antara Harris dengan kejadian malam itu. Radit mulai mengingat, beberapa kali setelah peristiwa perkelahiannya dengan Max dan membuat Max harus ditahan beberapa minggu. Semenjak itu Max dan dirinya menjauh. Saat itu pula, Radit pernah mendapati Max sedang bergaul dengan Harris. Entah mengapa Radit yakin sekali kalau Max pasti tahu siapa pelaku
Beberapa hari kemudian."Radit, Radit!!! " teriak Nyonya Winey memanggil menantunya di pagi hari.Hari ini adalah hari libur. Semua orang masih di dalam kamar mereka masing-masing kecuali Nyonya Winey yang sudah sibuk meneriaki menantunya dan menggedor kamar Lucy dengan Radit."Hum, ada apa, Bu?" Radit menutup mulut karena menguap. Matanya masih mencuri kesempatan untuk terhanyut lalu memaksanya terbuka lagi."Temani ibu ke pasar! Ibumu sudah beberapa hari menginap di rumah temannya. Mau nggak mau, ibu yang harus ke pasar!" seru Nyonya Winey dengan bibir dimaju-majukannya."Hah? Sepagi ini?" Radit mengucek matanya, dia baru menyadari kalau ibu mertuanya sudah siap dan rapi berpakaian."Ya, agar kita mendapatkan ikan dan sayuran yang segar. Ayo, cepat bersiap-siap ibu tunggu di bawah!" titahnya sembari membalikkan badan lalu pergi.Radit mendesah lalu menutup kembali pintu kamarnya.Lucy masih di tempat tidur menanti Radit menjelaskan apa yang dilakukan ibunya sepagi ini."Ibu memintak
Nyonya Winey gugup. Kali ini musuh Radit bertambah lagi. Bukan tanggung-tanggung. Manajer pasar itu turun tangan. "Radir,minta maaf lah! Dari pada urusan semakin runyam," bisik Nyonya Winey."Nah, kau dengar kan apa kata nenek peyot ini! Cepat berlutut karena tidak ada seorang pun yang berani membelamu!" ujar sang manajer pasar bernada ancaman.Melihat dirinya semakin terpojokkan, Radit akhirnya teringat akan seseorang yang kemungkinan mengenal si Joko dan akan membuat Joko bertekuk lutut."Hahaha, benarkah tidak ada yang kalian takuti di kota ini? Kalian keras kepala sepertinya, ck. Aku akan menelepon seseorang. Mungkin setelah berbicara dengannya, kalian tidak akan berani lagi mengusikku," gertak Radit sembari mengeluarkan ponselnya dari balik sakunya. Radit ditertawakan tapi Radit tidak menggubris tawa meledek dari mereka semua. Hingga panggilan teleponnya terhubung dengan orang yang dimaksud. Radit langsung menyeringai menatap si kepala preman dan manajer pasar itu."Halo, Tuan
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri