“Apa-apaan ini..! Berani-berani kalian berteriak seperti itu..! Apa kalian sudah bosan hidup..!” gertak Saka Galuh yang berusaha menutup rasa gugup dan ketakutannya.“Hei, Arga Komang kenapa kau diam saja dan justru berdiri berdampingan dengan mereka? Cepat usir mereka semua..!” sambungnya memberi perintah pada Panglima sambil berkacak pinggang.Arga Komang pura-pura tak mendengar seruan dari raja Kerajaan Dharma itu, ia sengaja tetap bercakap-cakap dengan Arya dan Wayan Bima di barisan depan para prajurit dan warga desa yang telah berbaur jadi satu.“Panglima...! Kau dengar tidak kalau aku memberi perintah..?!” Saka Galuh kembali berseru dengan suara sangat keras.“Kau pikir aku tuli, Saka Galuh..?! Aku dengar semua yang kau teriakan itu..! Akan tetapi perlu kau ketahui saat ini aku tidak lagi menjadi Panglimamu..!” Arga Komang berseru tak kalah lantangnya.“Keparat..! Kurang ajar kau telah berani berkhianat..!”“Ha.. Ha.. Ha..! Kau memang tidak patut lagi untuk dihormati, dan sudah
“Mampus kau bocah edan..! Wuuuuuus..! Wuuuuuuuus..!” seru Lakas Geni seiring di kedua telapak tangannya dan telapak tangan Gento Geni mengeluarkan pusaran api besar dan di lesatkan ke arah Arya yang berdiri cengengesan di depan mereka di jarak 7 tombak.Dua pusaran api melesat cepat ke arah Arya yang ternyata telah bersiap untuk menghadapinya, begitu pusaran api berada 3 tombak dari tubuhnya sang pendekar lepaskan kembali ajian Topan Gunung Sumbing.“Blaaaaaaaam..! Blaaaaaar..!” kembali kedua pusaran api yang dilesatkan Lakas dan Gento Geni itu meledak memercikan kembang api lalu lenyap menjadi abu bertebaran di udara.Lakas dan Gento Geni terkejut karena salah satu ajian andalan mereka kembali berhasil diredam Arya, Lakas Geni memberi isyarat pada Gento Geni untuk kembali menyerang lawan.“Kau takan bisa lolos kali ini bocah edan..!” seru Lakas Geni seiring dia dan Gento Geni mengeluarkan rantai besi sepanjang setengah meter dari balik pakaian bagian belakang mereka.Rantai itu merek
“Benar Paman, Arya telah membuat mampus kedua pendekar bayaran itu di sana!” seru salah seorang warga yang berada di samping Arya yang tadi menyaksikan langsung perkelahian sang pendekar dengan 2 orang utusan Pangeran Durjana itu.“Ya Paman, pendekar kita telah membuat mampus kedua pendekar bayaran itu di sana,” seru salah seorang warga yang berada di samping Arya yang tadi menyaksikan langsung perkelahian sang pendekar dengan 2 orang utusan Pangeran Durjana itu.“Nah, sekarang kau dengar sendiri Saka Galuh! Tak ada seorangpun yang bisa membelamu lagi,” ujar Wayan Bima, Saka Galuh yang kedua tangannya terikat ke belakang itu hanya diam namun masih bersikap congkak.“Lepaskan saja ikatan di tangan mereka itu Paman, tak baik juga orang yang sudah tak berdaya kita perlakukan seperti itu. Lagi pula dia hendak lari ke mana? Seluruh kawasan ini telah dikepung oleh warga,” ulas Arya, Wayan Bima mengangguk lalu memberi kode pada Arya Komang untuk membuka ikatan di tangan Saka Galuh dan Ibunya
Tak berselang lama setelah beberapa prajurit membawa kedua mayat itu, dari arah depan istana terlihat rombongan para wanita datang dengan puluhan gerobak kuda membawa nasi dan lauk-pauk yang dibungkus daun pisang.Setelah tiba di depan pintu gerbang istana yang saat itu terbuka lebar, Sekar yang didampingi Weni dan Senjani menghampiri Arya, Wayan Bima dan Arga Komang di halaman istana. Meskipun Sekar sendiri tahu jika nanti Saka Galuh lengser tahta Kerajaan itu akan jatuh kepadanya, namun sikapnya tetap rendah hati dan berbaur dengan rombongan wanita yang bertugas menyediakan makanan untuk para warga yang ikut dalam aksi pelengseran Saka Galuh itu.“Aku dengar dari para warga di depan istana, bahwasanya kita telah berhasil melengserkan Saka Galuh dari tahta Kerajaan. Apa benar begitu, Paman?” tanya Sekar yang memimpin rombongan para wanita yang tadi ditugaskan memasak dan menyediakan makanan untuk seluruh warga desa yang ikut dalam pemberontakan itu.“Benar Sekar, istana Kerajaan ini
“Terima kasih yang mulia, kami mohon diri untuk kembali ke desa kami,” ucap salah seorang kepala desa itu, Sekar pun mengangguk sembari tersenyum.Para kepala desa beserta warga masing-masing meninggalkan kawasan istana Kerajaan Dharma itu dengan suka cita, yang tinggal di sana hanya para sahabat Wayan Bima beserta keluarga yang memang kembali diangkat sebagai orang-orang penting di istana Kerajaan itu.Seno dan keluarganya juga diminta Sekar untuk tinggal di istana, dan tentu saja Seno sekeluarga merasa senang dan merasa terhormat menjadi bagian dari keluarga besar istana Kerajaan Dharma itu.Sekar dan semua yang tadi berada di belakang istana tepatnya di depan 2 buah gudang besar sekarang tengah menuju ke ruangan bersingasana di mana selama ini menjadi milik Saka Galuh, setibanya di dalam ruangan Sekar pun di persilahkan duduk di singasana lalu semuanya duduk di deretan kursi-kursi di depannya.“Paman Wayan dan semua yang ada di sini, bagaimana kalau kita juga mengadakan acara syuku
“Kraaaaaaak...! Duuuuuuuuum..! Treeeeetektektek...!” belasan rumah warga di Desa Sampang runtuh dilalap api berasal dari belasan obor yang tadi dilemparkan oleh orang-orang berpakaian serba hitam.Akibat dari semua itu penghuni pemukiman Desa Sampang berlarian berpencar ke segala arah, beberapa orang tewas umumnya pria yang menentang aksi pembakaran dan pengusiran warga desa itu secara paksa, sementara para wanita dan anak-anak banyak yang terluka akibat terjatuh saat berlari menjauh dari pemukiman desa itu.Keadaan di sana saat itu benar-benar mencekam, puluhan pria berpakaian serba hitam makin brutal dan sulit dilawan oleh para warga yang kemampuan bela diri mereka jauh di bawah rata-rata puluhan orang yang datang menyerang secara tiba-tiba itu.Ada sekitar 400 kepala keluarga di desa itu yang di paksa pergi memencar tak tentu arah, jarak antara sebuah desa dan desa lainnya pada masa itu di Pulau Madura cukup jauh hingga dalam keadaan panik para warga Desa Sampang tak begitu memikir
Nun di ujung timur Pulau Madura terdapat deretan pemondokan yang dihuni sekitar 50 orang santri, pemodokan itu dipimpin oleh seorang kiyai yang cukup di kenal memiliki ilmu keagamaan dan bela diri mempuni.Para santri di sana di samping diajarkan ilmu agama juga dilatih seni bela diri, hingga setiap tahunnya selalu ada murid yang datang dan pergi setelah menguasai kedua ilmu yang diberikan itu.Malam itu seperti biasa selepas sholat magrib berjamaah di sebuah mushola yang dibangun di samping kanan bangunan pemodokan, Kiyai pemimpin pemodokan itu memberi ceramah sekaligus mengajarkan ilmu lebih dalam tentang pemahaman agama Islam.“Hidup di dunia ini hanya sementara saja, kehidupan kekal di akhirat nanti. Untuk itu para santriku semua harus dapat memanfaatkan hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya, di samping tekun beribadah kita juga harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Allah SWT. Tidak menginginkan hamba-Nya yang hanya beribadah tapi malas berusaha begitu pula sebal
“Kedua orang tuamu telah dimakamkan, mari kita do’akan mereka agar mendapat tempat sebaik-baiknya yaitu surga,” Mantili kecil ikut tengadahkan tangan meniru apa yang dilakukan Kiai Bimo, begitu pula dengan beberapa orang warga yang tadi membantu pemakaman kedua orang tua Mantili.“Namamu siapa anak manis?” tanya Kiai Bimo setelah berdo’a dan berterima kasih pada beberapa orang warga yang membantu menguburkan serta mendo’akan kedua orang tua gadis kecil itu.“Mantili Kek,” jawab Mantili yang sudah hentikan tangisnya.“Karena kedua orang tuamu telah tenang di sana, bagaimana kalau Mantili ikut dan tinggal dengan Kakek?” Mantili langsung anggukan kepala karena dia merasa nyaman dengan Kiai Bimo.“Kalau begitu ayo sekarang kita berangkat ke tempat Kakek di seberang pulau ini, nanti sewaktu-waktu jika kamu ingin ke sini melihat makam kedua orang tuamu kakek akan izinkan jika kamu sudah dewasa,” tutur Kiai Bimo.“Iya Kek,” ulas Mantili, setelah berpamitan dan berbicara beberapa patah kata d
“Baiklah jika pilihanmu begitu, jangan salahkan aku jika nanti Gagak Hitam Dari Utara hanya tinggal nama..! He.. he.. he..!” seru Arya lalu cengengesan kembali.“Kau dalang dari semua ini hingga membuat padepokanku hancur dan seluruh anggotaku tewas..! Aku bersumpah akan membunuhmu saat ini juga..!” Sandaka tiba-tiba murka karena melihat para anak buahnya tewas bergelimpangan serta bangunan padepokannya ambruk di lalap api.Ia berdiri tegak lalu berkomat-kamit, kedua telapak tangannya ia rapatkan sejajar dengan kening. Asap berwana hitam bercampur dengan warna kuning muncul di sela-sela telapak tangan yang ia rapatkan itu, makin lama makin mengepul.“Ajian Gagak Meraga Sukma...! Hiyaaaaaaat...!” seketika tubuh Sandaka menjadi dua, dengan posisi yang sama. Keduanya kemudian bergerak dan sekarang berada di sisi kanan dan kiri tubuh Arya berdiri berjarak 5 tombak, salah satu telapak tangan dari kedua sosok tubuh kembar itu di rentangkan ke depan.“Wuuuuuuuus..! Wuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaa
“He.. he.. he..! Baru disentil sedikit saja kau sudah kasak kusuk, benar-benar gagak lumpuh..!” Arya cengengesan membuat Sandaka makin gusar.“Jangan sombong kau bocah edan..! Hiyaaaaat...! Wuuuuuus..!” kedua kaki Sandaka melesat seperti hendak menggunting bagian pergelangan kaki Arya, dengan cepat pula Arya lambungkan tubuhnya ke udara hingga sapuan itu hanya menerpa udara kosong.“Wuuuuuuuuuuuuus..! Deeeeeees..! Bruuuuuk..!” tiba-tiba saja sebuah sinar hitam melesat cepat membuat Arya terkejut dan hanya menangkis dengan tangan kosong bertenaga dalam rendah, akibatnya sang pendekar yang masih berada di udara terpental bergulung-gulung lalu jatuh tertelungkup di tanah.“Sial..! Curang kau gagak jelek..!” umpat Arya sambil berdiri dan mengeletik-letik pergelangan tangannya yang terasa panas dan keram.“Ha.. ha.. ha..! Bagaimana ajian Gagak Menepuk Semut ku ampuh kan?” Sandaka tertawa senang karena telah berhasil membuat Arya terjatuh tertelungkup di tanah dengan melepaskan ajian yang i
Sementara beberapa santri yang ditunjuk Kiai Bimo mendampingi Mantili tentu saja para santri terbaik dari segi bela diri, mereka diperkirakan akan cukup berpengaruh bergabung dengan para warga menghadapi anggota Padepokan Gagak Hitam.“Saudara-saudaraku semuanya, terima kasih kalian telah berkumpul di sini. Aku sebagai kepala Desa Kidung mewakili seluruh warga desa juga menyampaikan permintaan maaf, karena tampa kami sadari telah terpengaruh oleh anggota Padepokan Gagak Hitam yang sesungguhnya mereka lah gerombolan penjahat telah membuat saudara-saudara kita di Desa Sampang terpaksa meninggalkan desa mereka itu akibat di serang dengan keji dan biadab,” ucap Suryo di depan ratusan orang gabungan dari 3 desa yang berkumpul di halaman itu.“Tidak apa-apa Paman Suryo, yang terpenting sekarang Paman dan seluruh warga di sini telah mengetahui tentang Padepokan Gagak Hitam itu,” ujar Mahfud.“Terima kasih, sekarang saudara dipersilahkan untuk memberi pengarahan sebagai pemimpin dalam rencana
“Wargaku semuanya, kalian aku minta hadir berkumpul di halaman ini menyambung dengan rencana Mas Arya yang aku katakan kemarin, beberapa di antara kalian akan aku pilih untuk ikut serta besok pagi ke Desa Kidung. Dari sana nantinya kita akan bersama-sama dengan para warga desa lainnya menyerang ke Padepokan Gagak Hitam yang kemarin pagi telah berusaha berbuat kekacauan di Desa Tengger ini, apa kalian bersedia?” tutur Karta Dimo.“Bersedia Mas Karta, orang-orang biadab seperti mereka harus ditumpas..!” seru para pria warga Desa Tengger yang berkumpul di halaman rumah kepala desa itu.“Baiklah sekarang aku akan memilih beberapa orang di antara kalian, karena sebagiannya musti tinggal dan menjaga desa kita ini selama kami nanti pergi bergabung dengan yang lainnya di Desa Kidung,” sambil berucap Karta Dimo memilih beberapa orang dari mereka untuk dibawa ikut serta besok pagi ke Desa Kidung.Sebelum gelap Mantili dan beberapa orang santri yang ditunjuk Kiai Bimo mendampingi muridnya itu ti
Sedangkan Arya yang saat ini menuju Desa Tengger tentu tidak akan merasa kesulitan pula dalam mewujudkan semua yang telah direncanakannya itu, sebab sebelumnya Karta selaku kepala desa itu juga berharap sesegera mungkin bergerak menumpas Padepokan Gagak Hitam yang telah membuat kekacauan di desanya.Kembali Kiai Bimo didatangi muridnya itu saat tengah melatih para santri ilmu bela diri di sebelah kiri bangunan-bangunan pemondokan, namun kali ini Mantili tidak melakukan serangan secara tiba-tiba seperti yang ia lakukan pada Gurunya itu saat Arya juga berada di sana, Mantili menghampiri Kiai Bimo dengan berjalan santai dan itu diketahui oleh pemilik pemondokan itu.“Hemmm, rupanya kamu telah kembali Mantili. Arya mana?” tanya Kiai Bimo.“Mas Arya tidak bisa ikut ke sini karena ada sesuatu yang musti ia rembukan dengan 3 orang kepala desa di Desa Karapan, ia memintaku untuk kembali sendiri menemui Eyang Guru di pemondokan ini.”“Merembukan sesuatu dengan 3 orang kepala desa? Kamu tahu pe
“Jadi sekarang apa yang musti aku lakukan dengan para warga di desa ini?”“Aku rasa hari ini mereka tidak akan datang ke desa ini untuk kembali menyerang, mereka tentunya akan menunggu sampai besok pagi karena jarak Padepokan Gagak Hitam dari Desa Tengger ini cukup jauh. Jadi Mas Karta dan seluruh warga desa ini tidak perlu terlalu kuatir cukup berjaga-jaga saja, kami juga akan pamit dulu kembali ke Desa Karapan,” ujar Arya.“Mas Arya dan Mbak Mantili akan kembali ke Desa Karapan?”“Benar Mas Karta, ada yang harus kami rembukan dengan beberapa kepala desa menyangkut rencana yang akan kita lakukan selanjutnya menumpas Padepokan Gagak Hitam itu,” jawab Arya.“Apa perlu aku ikut serta juga ke sana Mas Arya?”“Aku rasa tidak usah Mas, karena Mas Karta sudah mengetahui akan rencana yang akan kami lakukan pada Padepokan Gagak Hitam itu.”“Tapi aku dan warga Desa Tengger juga ingin ikut serta dalam menumpas Padepokan Gagak Hitam yang biadab itu, terlebih sebagian anggota mereka telah menyera
“Treeeeeeek... Teeekteeeeek! Tolooooooooooong...!” beberapa atap rumah mulai terbakar akibat lesatan obor-obor yang dilempar anggota Padepokan Gagak Hitam beriringan dengar pekikan para wanita warga desa itu.Bayangan putih dan ungu tiba-tiba bersamaan berkelebat cepat di udara, membuat para anggota Padepokan Gagak Hitam terkejut.“Blaaaaar..! Bruuuuuuuuuuuk..!” sebuah kilatan putih yang berasal dari telapak tangan salah satu sosok bayangan yang masih berkelebat di udara itu, menghantam para anggota Padepokan Gagak Hitam hingga belasan orang di barisan depan terpental dari tertelentang di tanah.Ternyata sosok bayangan yang melesatkan pukulan sewaktu masih berkelebat di udara itu adalah Arya, sementara Mantili saat ini tengah menghadang para anggota Padepokan Gagak Hitam yang lainnya.“Hiyaaaaaat..! Deeeeeees..! Deeeeeeees..! Bruuuuuuuk..!” tendangan memutar cepat dihantamkan wanita cantik berpakaian ungu itu pada beberapa anggota Padepokan Gagak Hitam yang hendak melakukan serangan b
Sementara beberapa warga yang tadi dibawa dari desa-desa yang setuju bergabung dengan padepokan itu, sama sekali tidak mengetahui jika para anggota Padepokan Gagak Hitam yang membawa mereka ke padepokan itu akan menyerang desa mereka saat itu juga.Kedatangan Arya dan Mantili kembali ke Desa Karapan tentu memunculkan rasa penasaran pada Mahfud dan Samin, kedua kepala desa itu membawa Arya dan Mantili ke dalam rumah tepatnya di ruangan depan karena sebelumnya sang pendekar memberitahu jika ada hal yang sangat rahasia sifatnya yang akan disampaikan.“Hal apa yang hendak Mas Arya sampaikan hingga harus dirahasiakan?” tanya Samin.“Begini, di antara Mas berdua siapa yang kenal dengan Suryo kepala Desa Kidung?” Arya balik bertanya.“Paman Suryo? Aku kenal dengan beliau, dan sering berkunjung ke Desa Kidung itu,” jawab Samin.“Aku juga Mas Arya,” tambah Mahfud.“Memangnya ada apa dengan Paman Suryo itu?” sambung Samin penasaran.“Setelah kami berdua menyelidiki, ternyata gerombolan orang ya
Pagi itu cuaca agak mendung, di beberapa kawasan terlihat awan hitam menyelimuti langit. Karena tak setetespun gerimis turun, Arya dan Mantili memutuskan untuk berpamitan pada Suryo dan keluarganya meninggalkan Desa Kidung.“Terima kasih Paman Suryo dan keluarga telah mengizinkan kami bermalam di sini, sekarang kami mohon diri untuk melanjutkan perjalanan kami,” ucap Arya.“Apa tidak sebaiknya nanti saja Arya, hari tampaknya mendung dan dikuatirkan akan turun hujan sebentar lagi.”“Tidak apa-apa Paman, mumpung hujan belum turun sebaiknya kami berangkat sekarang biar nanti dapat mencari tempat berteduh jika memang di perjalanan hujan turun.”“Baiklah jika memang begitu keinginan kalian kami pun tak dapat mencegah lagi, hati-hati di jalan.”“Baik Paman, Assalamu alaikum,” ucap Arya.“Waalaikum salam,” balas Suryo, Arya dan Mantili berjalan ke arah timur sesuai dengan yang mereka katakan pada kepala Desa Kidung itu.Setelah cukup jauh meninggalkan Desa Kidung itu, Arya mengajak Mantili u