“Pulau Dewata berada di timur Pulau Madura ini, pulau itu juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah dan terdapat sebuah Kerajaan dengan menguasai puluhan desa.”“Seperti yang Ketua katakan jika di Pulau Dewata telah terdapat sebuah Kerajaan, lalu bagaimana caranya kita akan dapat juga menguasai pulau itu?” Sabo semakin tak mengerti.“Ha.. Ha.. Ha..! Karena aku tahu jika raja yang memimpin Kerajaan Dharma itu adalah orang yang lemah dan bodoh, makanya aku yakin akan dapat menundukannya.”“Apakah Ketua pernah ke Pulau Dewata dan ke Kerajaan Dharma yang Ketua katakan itu?”“Ya, aku pernah ke sana beberapa tahun yang lalu bersama sahabatku Pangeran Durjana. Pada waktu itu Saka Galuh nama raja yang kini memimpin Kerajaan Dharma meminta Pangeran Durjana untuk membunuh Prabu Swarna Dipa yang saat itu memegang tahta Kerajaan, kami berhasil membunuh Prabu Swarna Dipa itu yang tidak lain adalah Ayah kandung dari Saka Galuh itu sendiri.”“Benar-benar keji, untuk merebut tahta Kerajaan Saka Galu
Rasa trouma yang mendalam juga dirasakan oleh para istri-istri yang suaminya tewas pada saat berhadapan dengan anak buah Sandaka murid Padepokan Gagak Hitam, akan tetapi mereka mau tak mau harus mengikuti Mahfud kepala Desa Sampang yang mengungsi ke salah satu desa di kawasan Pulau Madura itu.“Wah, ada Mas Mahfud. Tumben datang berkunjung?” seorang pria bangkit dari duduknya di sebuah pendopo rumah.“Gawat Samin, desa kami diserang segerombolan orang tak dikenal. Makanya aku ke sini membawa beberapa wanita dan anak-anak yang suami serta Ayah mereka tewas saat berusaha menghadapi gerombolan itu,” tutur Mahfud, pria bernama Samin mengarahkan pandangannya pada beberapa orang wanita dan anak-anak yang dibawa Mahfud itu.“Mari Mas kita bicara di pendopo, dan mereka di suruh masuk saja ke rumah,” ujar Samin, lalu ia mengikuti Mahfud untuk mempersilahkan para wanita dan anak-anak untuk masuk ke rumah miliknya yang cukup besar dan memiiki halaman yang luas itu.Di pendopo itu ada beberapa or
“Hemmm, Ratu Kerajaan Dharma yang cantik dan bijaksana. Memang tidak ada larangan dari Guruku untuk memiliki perasaan cinta pada lawan jenis, akan tetapi mungkin belum saatnya aku melahirkan perasaan itu di hatiku karena masih harus menjalankan tugas yang di amanatkan,” tutur Arya mencari alasan, padahal sudah ada 2 wanita yang berhasil membuat hatinya bergetar yaitu Bidadari Selendang Biru di Pulau Jawa dan Peri Salju di Negeri Di Atas Awan.Arya paling tidak bisa dihadapkan dengan masalah perasaan, itu merupakan kelemahan baginya. Disatu sisi ia tidak merasa enak jika harus menolak wanita yang memang ia anggap hanya sebatas sahabat atau adik sendiri, di sisi lain jika ia menerima juga merasa bersalah karena harus ditinggal dalam waktu yang tidak dapat ditentukan lamanya karena musti menjalankan amanat dari Gurunya sebagai seorang pendekar pembela kebenaran.“Baiklah jika memang itu sudah menjadi keputusan Mas, aku akan berlapang dada menerimanya. Hanya satu yang aku pinta dari Mas A
“He.. He.. He! Belum juga berangkat sudah ditanya kapan kembali. Aku tidak bisa berjanji, namun aku akan berusaha untuk singgah jika memang gerak hatiku nantinya menuntunku ke arah pulau ini,” jawab Arya sembari mencubit pipi Ratu Kerajaan nan cantik jelita itu, Sekar terlihat meringis namun dia senang diperlakukan seperti itu oleh sang pendekar.Tak terasa mereka pun tiba di pelabuhan, di sana telah terlihat sebuah kapal besar yang para penumpangnya telah berangsur-angsur naik ke kapal itu. Di kawasan itu juga terlihat para prajurit istana yang memang ditugaskan secara bergantian untuk menjaga keamanan pelabuhan. Bedanya jika masa kepemimpinan Saka Galuh para prajurit di samping ditugaskan menjaga juga meminta biaya masuk ke Pulau Dewata itu bagi para penumpang kapal dari Pulau Jawa, baik itu penumpang yang berasal dari pulau itu sendiri pulang berdagang terlebih bagi pedagang dari Pulau Jawa hendak berdagang di Pulau Dewata.Arya dan Sekar pun turun dari kereta kuda, baru saja Arya
“Terima kasih Mas Arya, yang mulia Ratu atas makanan yang diberikan kepada kami,” ucap Baron mewakili yang lainnya.“Sama-sama Mas Baron, apakah kalian sudah kenyang?” kali ini Sekar yang menanggapi.“Kenyang sekali yang mulia, kami tidak tahu apa jadinya jika perahu kami tidak mengarah ke pelabuhan dan pulau ini mungkin kami bisa tewas lebih lama lagi berada di tengah-tengah lautan,” tutur Baron.“Nasib baik juga kalian diarahkan sang dewata agung ke pulau ini, hingga kalian semua selamat. Kalian tak perlu kuatir, aku akan menyediakan tempat untuk kalian tinggal di Pulau Dewata ini,” ujar Sekar.“Terima kasih yang mulia Ratu, puji syukur kami ucapkan pada Gusti Allah karena diberi keselamatan dan di pertemukan dengan orang-orang sebaik kalian,” ucap Baron mewakili pengungsi lainnya, Sekar mengangguk dan tersenyum.“Hemmm, berarti mereka beragama Islam sama sepertiku. Apa di Pulau Madura itu umumnya mereka beragama Islam? Oh ya, aku ingat jika Paman Wayan pernah bilang jika di pulau i
Sore itu para anak buah Sandaka selesai membangun gudang di samping kanan bangunan Padepokan Gagak Hitam itu, mereka bukan saja puluhan orang jumlahnya namun juga cekatan hingga gudang itu cepat selesai.“Ketua, mereka telah selesai membangun gudang di sisi kanan padepokan ini,” Sabo datang menghampiri Sandaka yang tengah berada di kamarnya sembari memberi laporan.“Bagus, sekarang perintahkan mereka untuk memindahkan seluruh bahan makanan baik dari rumah para warga maupun yang ada di ruangan padepokan ini ke gudang.”“Baik Ketua,” Sabo pun mohon diri untuk kembali menemui para anak buah yang baru saja menyelesaikan pembangunan gudang yang cukup besar.“Karena gudang ini telah selesai, Ketua memerintah kalian untuk memindahkan semua bahan makanan di rumah-rumah warga ke sini, begitu pula dengan yang ada di salah satu ruangan padepokan,” tutur Sabo memberi perintah.“Baik Kang Sabo,” seru mereka lalu melaksanakan apa yang diperintahkan itu.Selesai memindahkan semua bahan makanan itu k
“Benar Ketua, tidak sia-sia kita datang dan mendirikan padepokan di pulau ini,” ujar Sabo yang juga sudah setengah mabuk.“Sayang sekali Ketua, di sini tidak ada wanita yang dapat kita jadikan pelengkap pesta kita malam ini. Ha.. Ha.. Ha..!” seru salah seorang dari anggota padepokan itu.“Ha.. Ha.. Ha..! Kau benar, tapi jangan kuatir di pesta-pesta kita berikutnya kita akan bawa para wanita dari desa-desa kawasan pulau ini untuk bersenang-senang di sini..! Kau mau yang kurus atau yang gembrot, Sabo?” kelakar Sandaka dengan tawanya semakin menggelegar.“Ha.. Ha.. Ha..!” suara tawa makin riuh terdengar saat berpadunya tawa dari puluhan anggota Padepokan Gagak Hitam itu.*****Sebuah perahu yang tadi melaju cukup kencang sebelum hari gelap, kini dibiarkan saja mengapung tenang di tengah-tengah lautan oleh sosok berpakaian putih di atasnya. Ia duduk santai sambil mengarahkan pandangan ke sekeliling lautan, sesekali dia tampak mengaruk-garuk lehernya. “Malam ini tak ada bulan dan bintang
“Ya, agar para warga juga mengetahui di samping tugas giliran ronda tiap malam juga akan diadakan tugas giliran memantau orang luar yang akan masuk ke Desa Karapan terutama dari arah Desa Sampang, dari seberang hutan di ujung kawasan desa ini,” seluruh pria yang ada di pendopo mengangguk faham mendengar penjelasan dari Mahfud.Pesta minuman keras yang berlangsung di depan Padepokan Gagak Hitam kian menjadi-jadi, Sandaka dan seluruh anak buahnya benar-benar telah mabuk. Beberapa orang di antara mereka ada yang tumbang tergeletak di tanah, karena tak mampu lagi menahan keseimbangan tubuhnya yang oleng akibat pengaruh arak dan tuak yang terlalu banyak mereka minum.Sandaka sendiri sekarang dibantu Sabo dan 2 orang anak buahnya memapah ke kamarnya, setelah sebelumnya muntah dan sempoyongan di depan padepokan itu. Anehnya mereka justru ketagihan dan sangat senang melakukan pesta minuman keras hingga mabuk sedemikian rupa, meskipun mereka terkadang tak sadarkan diri dan tidur di sembarang t
Sembari menunggu matahari agak condong ke barat, tengah hari itu mereka manfaatkan untuk beristirahat dan makan siang bersama. Dari arah barat tampak pula 3 orang yang tengah berjalan santai meniti pematang sawah menuju dangau tempat beberapa petani sedang makan siang bersama itu, mereka terdiri dari satu orang wanita dan dua orang pria.Para petani di dangau sempat arahkan pandangan ke arah ketiga orang yang tengah meniti pematang itu, mereka saling pandang seperti bertanya apakah ada di antara mereka yang mengenal tiga orang yang berjalan di pematang sawah menuju ke arah dangau mereka itu.Keseluruh para petani itu menampakan raut wajah yang bingung pertanda tak ada satupun di antara mereka yang mengenali tiga orang yang saat itu telah dekat dengan dangau tempat mereka duduk makan siang bersama, dua orang di antara petani itu hentikan makan lalu berdiri dari duduknya berjalan menghampiri ketiga orang yang telah tiba di depan dangau itu.“Maaf, jika kehadiran kami telah mengganggu is
Bayangan hitam yang sangat besar tiba-tiba saja muncul tepat di depan Setan Tanduk Neraka duduk bersila melakukan semedi, saking besarnya puncak kepalanya menyentuh langit-langit goa padahal dia juga memposisikan tubuhnya duduk di atas batu besar di depan Guru Pangeran Durjana itu.Makin lama bayangan itu semakin jelas wujudnya yang tak kalah menyeramkan dengan wujud Setan Tanduk Neraka, kehadirannya di sana membuat dinding-dinding goa bergetar hebat seakan mau runtuh.“Ha.. ha.. ha..! Ada gerangan apa kau memanggilku ke sini, Setan Tanduk Neraka..?!” kembali dinding-dinding goa itu bergetar hebat, Setan Tanduk Neraka membuka matanya.“Terimalah sembahku yang mulia Raja Setan Sejagad,” ucap Setan Tanduk Neraka memberi sembah, sosok raksasa di depannya itu hanya anggukan kepala.“Maafkan saya yang mulia jika saya lancang memanggil yang mulia Raja datang ke sini, adapun tujuannya hendak meminta bantuan menyempurnakan ilmu tanduk neraka yang mulia sematkan di kepala saya. Yang mulia berk
Para anggota atau anak buah Pangeran Durjana yang mendiami padepokan itu telah mencapai 2.000 orang, itu semua karena Padepokan Neraka memang memiliki daya tarik kuat untuk bergabung menjadi anggota sebab merasa terjamin kehidupan mereka di sana dengan berlimpah ruahnya upeti yang mereka terima dari berbagai Kerajaan dan padepokan yang telah mereka taklukan.Namun begitu Pangeran Durjana yang serakah itu masih belum puas dengan menguasai kawasan timur Pulau Jawa itu saja, ia ingin dapat menguasai seluruh Pulau Jawa dari timur hingga kawasan barat seperti yang dikehendaki Gurunya Si Setan Tanduk Neraka itu.Kedatangan Pangeran Durjana di halaman padepokan di sambut oleh Dipo Geni sebagai tangan kanannya atau di Kerajaan sebagai Panglima, melihat raut wajah junjungannya tidak terlihat gembira Dipo Geni tak berani bertanya selain mengiringi junjungannya itu hingga ke dalam ruangan kebesaran Padepokan Neraka itu.“Dipo Geni, selama saya pergi meninggalkan padepokan ini apakah ada Kerajaan
Tanpa menunggu waktu lama lagi Pangeran Durjana segera meninggalkan goa itu, ia menuju ke arah timur itu artinya di akan kembali ke padepokannya di Lembah Neraka di kawasan Gunung Merapi.Setan Tanduk Neraka sebenarnya sosok mahkluk astral sejenis jin yang sebelum dimasuki roh Sura Brambang sosok bertubuh empat kali lipat manusia biasa itu tidak pernah bisa dilihat dan dia pun tak bisa juga menunjukan dirinya setiap saat kepada manusia.Roh Sura Brambang yang selalu gentayangan berupa arwah penasaran itu, takan pernah merasa senang jika Tanah Jawa belum mengalami kehancuran karena memang semasa hidupnya dulu merupakan dedengkot tokoh golongan hitam. Melalui raga halus mahkluk astral yang mengerikan itulah, ia dapat berkomunikasi dan bisa dilihat oleh Pangeran Durjana sebagai murid sekaligus jalan mewujudkan keinginan jahatnya itu yang ingin melihat kehancuran di muka bumi terutama Pulau Jawa.Sosok Setan Tanduk Neraka bukan saja berwujud mengerikan tapi juga memiliki ilmu yang luar bia
Dari sisi kiri depan mulut goa tampak berkelebat sebuah bayangan merah, sosok itu seperti berlari-lari meniti dinding goa lalu salto di udara beberapa kali sebelum akhirnya ia duduk bersila pula di atas batu besar berhadap-hadapan dengan mahkluk aneh dan menyeramkan itu.“Ha.. ha.. ha..! Sudah lama kau tak datang mengunjungiku di sini bocah bejad..!” terdengar suara dan tawa dari makhluk mengerikan itu menggelegar memekakan telinga.“Maafkan saya Guru, saya baru sempat datang saat ini karena sebelumnya sibuk dengan rencana yang pernah saya sampaikan membuat sebuah padepokan dan sekarang semua itu telah terwujud. Bukan hanya itu saja Guru, saya juga telah berhasil menguasai kawasan timur Pulau Jawa ini,” tutur sosok yang baru masuk ke dalam goa itu, seorang pria berbadan kekar mengenakan pakaian serba merah.“Ha.. ha.. ha..! Ternyata selama ini kau hanya dapat menguasai kawasan timur saja, murid bodoh kenapa tidak seluruh Pulau Jawa ini?!” seru mahkluk aneh yang di panggil dengan sebut
“Dia merasa sangat tertekan dan merasa terhina sekali di bawah kendali Pangeran Durjana, sebagai seorang raja dia tak memiliki harga diri lagi. Dia mengajak kerja sama untuk melawan Pangeran Durjana itu, sebagai imbalannya Satrio Mandalu bersedia menyerahkan beberapa daerah kekuasaannya pada kami di perbatasan utara sana. Saya sebenarnya sangat kasihan dan sama sekali tak menginginkan daerah itu kalaupun kami bersedia membantunya, hanya saja sampai saat ini saya belum memberi keputusan karena saya masih disibukan untuk mengurus Kesultanan dan daerah-daerah kekuasan di Demak ini,” jelas Sultan Demak.“Mungkin ada baiknya kami nanti akan ke Kerajaan Mandalu itu bertemu dengannya, tentu dia tahu persis kediaman Pangeran Durjana dan para anak buahnya itu.”“Benar Dezo, saya juga hendak mengusulkan itu padamu. Pangeran Durjana memang telah keterlaluan beberapa tahun ini terkesan memperbudak Kerajaan-kerajaan dan padepokan di kawasan timur itu,” ujar raja Kesultanan Demak itu.“Saya juga pe
“Jangan panggil saya dengan sebutan seperti itu Mas Tapa, panggil saja saya Arya,” ujar murid Nyi Konde Perak itu yang merasa risih dipanggil Tuan Pendekar.“Baik Arya apakah benar pria pengacau itu tidak akan datang kembali ke desa kami ini?” tanya Tapa Diwo.“Saya kenal dengan pria itu, dia adalah Pangeran Durjana musuh bebuyutan saya dan kami pernah bertarung dulunya sebelum saya dikabarkan tewas,” jelas Arya memastikan.“Oh, kalau begitu kami ucapkan terima kasih dan kami sudah tak merasa kuatir lagi akan kemunculannya di kawasan desa kami ini,” ucap Tapa Diwo.“Sama-sama Mas Tapa, sekarang kami mohon diri untuk kembali ke istana Kesultanan Demak, jika ada hal-hal yang mencurigakan atau apa saja itu yang menguatirkan warga di sini segera laporkan pada pihak istana,” tutur Arya sembari berpamitan.“Baik Arya,” Tapa Diwo dan para warga Desa Damai yang berada di sana lambaikan tangan saat Arya dan rombongan kembali ke istana Kesultanan Demak.Memang tidak ada luka dalam yang di derit
“Jahanam..! Saya yang akan bertarung denganmu..!”Panglima Kerajaan Demak maju menerjang, pria bertopeng hanya mengelak beberapa langkah ke samping lalu dengan santai ia memasukan pedang di tangannya ke dalam sarung yang ia sandang dipunggungnya.“Hemmm, ternyata kau punya nyali juga Panglima. Baik saya akan melayanimu dengan tangan kosong pula,” ujar pria bertopeng.Terjadilah pertarungan yang cukup seru dan menegangkan, jual beli pukulan tangan kosong pun terlihat.“Buuuuuuuuk..!”Sebuah tendangan keras tak terduga bersarang di dada Panglima hingga membuatnya terguling-guling beberapa kali di tanah, pria bertopeng sepertinya hendak menghabisi Panglima Kerajaan Demak itu terlihat dirinya melesat ke udara lalu menghujamkan kepalan tinjunya ke arah perut Panglima.Angin pukulan bertenaga dalam tinggi menderu hebat mengarah tubuh Panglima yang tergeletak mendekap dadanya yang nyeri, beberapa jangkauan lagi kepalan tangan itu akan menghantam dan bisa saja membuat perut Panglima itu meled
“Mari kita masuk dan berbincang-bincang di dalam,” sambung Sultan Demak, mereka bertiga mengangguk dan tersenyum ramah.Arya, Dewa Pengemis dan Bidadari Selendang Biru memang diperlakukan sangat berbeda oleh Sultan Demak. Itu terlihat saat mereka diajak masuk ke ruangan kebesaran istana itu, dalam waktu yang tak lama bermacam-macam jenis jamuan disediakan oleh Arya yang sangat mengejutkan karena dikabarkan menghilang bahkan tewas beberapa tahun yang lalu di lembah Gunung Kerinci,” tutur Sultan Demak memulai percakapan mereka di ruangan itu.“Maafkan saya Kanjeng Sultan, semua yang terjadi memang di luar dugaan. Namun semua itu nyata terjadi terhadap diri saya, puji syukur pada Gusti Allah karena kehendak-Nya pulalah saya dapat kembali ke Negeri Nusantara ini dan bertemu dengan Kanjeng Sultan,” ujar Arya.“Ya, Alhamdulillah. Saya pun sangat senang dapat bertemu kembali denganmu Arya, dan memang saya tak pernah yakin jika kamu itu telah tewas meskipun tak ada kabarnya bertahun-tahun,” u