Nun di ujung timur Pulau Madura terdapat deretan pemondokan yang dihuni sekitar 50 orang santri, pemodokan itu dipimpin oleh seorang kiyai yang cukup di kenal memiliki ilmu keagamaan dan bela diri mempuni.Para santri di sana di samping diajarkan ilmu agama juga dilatih seni bela diri, hingga setiap tahunnya selalu ada murid yang datang dan pergi setelah menguasai kedua ilmu yang diberikan itu.Malam itu seperti biasa selepas sholat magrib berjamaah di sebuah mushola yang dibangun di samping kanan bangunan pemodokan, Kiyai pemimpin pemodokan itu memberi ceramah sekaligus mengajarkan ilmu lebih dalam tentang pemahaman agama Islam.“Hidup di dunia ini hanya sementara saja, kehidupan kekal di akhirat nanti. Untuk itu para santriku semua harus dapat memanfaatkan hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya, di samping tekun beribadah kita juga harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Allah SWT. Tidak menginginkan hamba-Nya yang hanya beribadah tapi malas berusaha begitu pula sebal
“Kedua orang tuamu telah dimakamkan, mari kita do’akan mereka agar mendapat tempat sebaik-baiknya yaitu surga,” Mantili kecil ikut tengadahkan tangan meniru apa yang dilakukan Kiai Bimo, begitu pula dengan beberapa orang warga yang tadi membantu pemakaman kedua orang tua Mantili.“Namamu siapa anak manis?” tanya Kiai Bimo setelah berdo’a dan berterima kasih pada beberapa orang warga yang membantu menguburkan serta mendo’akan kedua orang tua gadis kecil itu.“Mantili Kek,” jawab Mantili yang sudah hentikan tangisnya.“Karena kedua orang tuamu telah tenang di sana, bagaimana kalau Mantili ikut dan tinggal dengan Kakek?” Mantili langsung anggukan kepala karena dia merasa nyaman dengan Kiai Bimo.“Kalau begitu ayo sekarang kita berangkat ke tempat Kakek di seberang pulau ini, nanti sewaktu-waktu jika kamu ingin ke sini melihat makam kedua orang tuamu kakek akan izinkan jika kamu sudah dewasa,” tutur Kiai Bimo.“Iya Kek,” ulas Mantili, setelah berpamitan dan berbicara beberapa patah kata d
“Pulau Dewata berada di timur Pulau Madura ini, pulau itu juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah dan terdapat sebuah Kerajaan dengan menguasai puluhan desa.”“Seperti yang Ketua katakan jika di Pulau Dewata telah terdapat sebuah Kerajaan, lalu bagaimana caranya kita akan dapat juga menguasai pulau itu?” Sabo semakin tak mengerti.“Ha.. Ha.. Ha..! Karena aku tahu jika raja yang memimpin Kerajaan Dharma itu adalah orang yang lemah dan bodoh, makanya aku yakin akan dapat menundukannya.”“Apakah Ketua pernah ke Pulau Dewata dan ke Kerajaan Dharma yang Ketua katakan itu?”“Ya, aku pernah ke sana beberapa tahun yang lalu bersama sahabatku Pangeran Durjana. Pada waktu itu Saka Galuh nama raja yang kini memimpin Kerajaan Dharma meminta Pangeran Durjana untuk membunuh Prabu Swarna Dipa yang saat itu memegang tahta Kerajaan, kami berhasil membunuh Prabu Swarna Dipa itu yang tidak lain adalah Ayah kandung dari Saka Galuh itu sendiri.”“Benar-benar keji, untuk merebut tahta Kerajaan Saka Galu
Rasa trouma yang mendalam juga dirasakan oleh para istri-istri yang suaminya tewas pada saat berhadapan dengan anak buah Sandaka murid Padepokan Gagak Hitam, akan tetapi mereka mau tak mau harus mengikuti Mahfud kepala Desa Sampang yang mengungsi ke salah satu desa di kawasan Pulau Madura itu.“Wah, ada Mas Mahfud. Tumben datang berkunjung?” seorang pria bangkit dari duduknya di sebuah pendopo rumah.“Gawat Samin, desa kami diserang segerombolan orang tak dikenal. Makanya aku ke sini membawa beberapa wanita dan anak-anak yang suami serta Ayah mereka tewas saat berusaha menghadapi gerombolan itu,” tutur Mahfud, pria bernama Samin mengarahkan pandangannya pada beberapa orang wanita dan anak-anak yang dibawa Mahfud itu.“Mari Mas kita bicara di pendopo, dan mereka di suruh masuk saja ke rumah,” ujar Samin, lalu ia mengikuti Mahfud untuk mempersilahkan para wanita dan anak-anak untuk masuk ke rumah miliknya yang cukup besar dan memiiki halaman yang luas itu.Di pendopo itu ada beberapa or
“Hemmm, Ratu Kerajaan Dharma yang cantik dan bijaksana. Memang tidak ada larangan dari Guruku untuk memiliki perasaan cinta pada lawan jenis, akan tetapi mungkin belum saatnya aku melahirkan perasaan itu di hatiku karena masih harus menjalankan tugas yang di amanatkan,” tutur Arya mencari alasan, padahal sudah ada 2 wanita yang berhasil membuat hatinya bergetar yaitu Bidadari Selendang Biru di Pulau Jawa dan Peri Salju di Negeri Di Atas Awan.Arya paling tidak bisa dihadapkan dengan masalah perasaan, itu merupakan kelemahan baginya. Disatu sisi ia tidak merasa enak jika harus menolak wanita yang memang ia anggap hanya sebatas sahabat atau adik sendiri, di sisi lain jika ia menerima juga merasa bersalah karena harus ditinggal dalam waktu yang tidak dapat ditentukan lamanya karena musti menjalankan amanat dari Gurunya sebagai seorang pendekar pembela kebenaran.“Baiklah jika memang itu sudah menjadi keputusan Mas, aku akan berlapang dada menerimanya. Hanya satu yang aku pinta dari Mas A
“He.. He.. He! Belum juga berangkat sudah ditanya kapan kembali. Aku tidak bisa berjanji, namun aku akan berusaha untuk singgah jika memang gerak hatiku nantinya menuntunku ke arah pulau ini,” jawab Arya sembari mencubit pipi Ratu Kerajaan nan cantik jelita itu, Sekar terlihat meringis namun dia senang diperlakukan seperti itu oleh sang pendekar.Tak terasa mereka pun tiba di pelabuhan, di sana telah terlihat sebuah kapal besar yang para penumpangnya telah berangsur-angsur naik ke kapal itu. Di kawasan itu juga terlihat para prajurit istana yang memang ditugaskan secara bergantian untuk menjaga keamanan pelabuhan. Bedanya jika masa kepemimpinan Saka Galuh para prajurit di samping ditugaskan menjaga juga meminta biaya masuk ke Pulau Dewata itu bagi para penumpang kapal dari Pulau Jawa, baik itu penumpang yang berasal dari pulau itu sendiri pulang berdagang terlebih bagi pedagang dari Pulau Jawa hendak berdagang di Pulau Dewata.Arya dan Sekar pun turun dari kereta kuda, baru saja Arya
“Terima kasih Mas Arya, yang mulia Ratu atas makanan yang diberikan kepada kami,” ucap Baron mewakili yang lainnya.“Sama-sama Mas Baron, apakah kalian sudah kenyang?” kali ini Sekar yang menanggapi.“Kenyang sekali yang mulia, kami tidak tahu apa jadinya jika perahu kami tidak mengarah ke pelabuhan dan pulau ini mungkin kami bisa tewas lebih lama lagi berada di tengah-tengah lautan,” tutur Baron.“Nasib baik juga kalian diarahkan sang dewata agung ke pulau ini, hingga kalian semua selamat. Kalian tak perlu kuatir, aku akan menyediakan tempat untuk kalian tinggal di Pulau Dewata ini,” ujar Sekar.“Terima kasih yang mulia Ratu, puji syukur kami ucapkan pada Gusti Allah karena diberi keselamatan dan di pertemukan dengan orang-orang sebaik kalian,” ucap Baron mewakili pengungsi lainnya, Sekar mengangguk dan tersenyum.“Hemmm, berarti mereka beragama Islam sama sepertiku. Apa di Pulau Madura itu umumnya mereka beragama Islam? Oh ya, aku ingat jika Paman Wayan pernah bilang jika di pulau i
Sore itu para anak buah Sandaka selesai membangun gudang di samping kanan bangunan Padepokan Gagak Hitam itu, mereka bukan saja puluhan orang jumlahnya namun juga cekatan hingga gudang itu cepat selesai.“Ketua, mereka telah selesai membangun gudang di sisi kanan padepokan ini,” Sabo datang menghampiri Sandaka yang tengah berada di kamarnya sembari memberi laporan.“Bagus, sekarang perintahkan mereka untuk memindahkan seluruh bahan makanan baik dari rumah para warga maupun yang ada di ruangan padepokan ini ke gudang.”“Baik Ketua,” Sabo pun mohon diri untuk kembali menemui para anak buah yang baru saja menyelesaikan pembangunan gudang yang cukup besar.“Karena gudang ini telah selesai, Ketua memerintah kalian untuk memindahkan semua bahan makanan di rumah-rumah warga ke sini, begitu pula dengan yang ada di salah satu ruangan padepokan,” tutur Sabo memberi perintah.“Baik Kang Sabo,” seru mereka lalu melaksanakan apa yang diperintahkan itu.Selesai memindahkan semua bahan makanan itu k
“Tadi saya berniat hendak mengejarnya, akan tetapi karena kalian para prajurit Kesultanan Demak datang saya urungkan niat itu,” ujar pria berpakaian compang-camping.“Hormat kami Dewa Pengemis, terima kasih telah muncul di kawasan ini. Kami memang tengah menjalankan perintah yang mulia Sultan untuk mencaritahu siapa sebenarnya pria bertopeng yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Dari Andalas itu sekaligus diperintahkan untuk menangkapnya,” ucap salah seorang prajurit seraya memberi hormat di ikuti belasan prajurit lainnya karena mereka sangat mengenal sosok pria berpakaian compang-camping yang tidak lain adalah Dewa Pengemis.“Saya tadi sempat menghajarnya, dan saya sama sekali tidak yakin kalau dia itu Arya. Kalian sampaikan keterangan saya ini pada Baginda Sultan jika pria bertopeng itu bukanlah sahabatku Pendekar Rajawali Dari Andalas,” tutur Dewa Pengemis.“Baik, nanti kami akan sampaikan pada yang mulia Sultan. Lantas siapa kira-kira pria bertopeng yang mengaku-ngaku sebagai Ary
Mereka tak putus asa dan memutuskan untuk bertahan di kawasan dua desa itu untuk beberapa hari ke depan, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke istana Kerajaan Demak baik berhasil maupun tidak menangkap pria bertopeng itu.Sementara di istana Kesultanan kejadian yang mengejutkan itu tentu saja membuat risau para penghuni istana termasuk juga Sultan Demak, karena selama ini seluruh daerah kekuasaannya selalu aman dan tentram.“Panglima yakin jika pria bertopeng itu masih berada di daerah kekuasaan Kerajaan kita?” tanya Sultan Demak pada Panglimanya.“Yakin yang mulia, karena kejadian itu baru beberapa hari ini terjadi saya rasa dia tidak akan jauh dari kedua desa itu untuk kembali berbuat keonaran. Untuk beberapa hari kedepan saya memerintahkan dua kelompok prajurit untuk dua desa itu bertahan di sana sampai mereka mendapatkan kabar tentang pria bertopeng itu,” jawab Panglima.“Bagus, saya juga tadinya hendak memberitahukan itu padamu. Apa menurutmu benarkah dia Pendekar Ra
Arya kemudian melepaskan pelukannya, lalu dengan perlahan ia bergerak menuju gumpalan angin yang ujungnya sampai ke atas langit sana. Sambil melambaikan tangan pada seluruh yang ada di tempat itu, Arya pun akhirnya masuk ke dalam pusaran angin itu.Tidak diketahui apakah tubuh Arya dibawa melesat ke atas langit atau ke dalam bumi, karena pusaran angin itu muncul seperti berasal dari dalam tanah dan bergulung tinggi hingga ke langit. Sosok berjubah putih bersayap berubah menjadi cahaya terang, seiring lenyap cahaya itu ke atas langit, pusaran angin itu pun sirna bersama lenyapnya Pendekar Rajawali Dari Andalas.Wajah Bidadari Selendang Biru berubah cemberut mendengar cerita Arya itu, hatinya panas terbakar cemburu saat mengetahui jika di negeri antah-berantah itu Arya bertemu dengan Peri Salju.Sementara Intan Kasturi tampak melongo mendengar semua cerita yang di alami murid Nyi Konde Perak itu, sebelum akhirnya ia kembali ke Negeri Nusantara ke Pulau Jawa.***“Sungguh semua yang kamu
Bidadari Selendang Biru kembali tertunduk malu saat Arya mengedipkan matanya, Intan Kasturi tersenyum ia langsung teringat akan Nyi Konde Perak sahabatnya itu ketika muda persis sama dengan tingkah kekasih muridnya itu. Hanya saja Arya lebih lebih lucu dan terbuka serta suka blak-blakan, sedangkan Nyi Konde Perak orangnya tertutup meskipun juga suka jahil.“Saya penasaran kenapa tiba-tiba saja kamu muncul di sini? Bertahun-tahun lamanya menghilang bahkan kami menduga kamu sudah tewas di lembah Gunung kerinci,” tanya Intan Kasturi.“Sulit dipercaya jika saya menceritakan apa yang terjadi saat itu Nek, tapi untuk menjawab rasa penasaran Nenek dan Kintani saya akan menceritakan semuanya,” ujar Arya.Setelah bertemu dengan Ibunya, Arya yang bermaksud ingin kembali ke Pulau Jawa tiba-tiba muncul gumpalan angin puting beliung menggulung tubuh sang pendekar ketika ia berada di lembah Gunung Kerinci.Gumpalan angin puting beliung yang dahsyat itu seperti mengebor lembah Gunung Kerinci dan mas
“Celaka..! Apakah aku telah membunuhnya hingga tubuhnya tak bergerak sama sekali di sekang pohon itu..?!” pikir Bidadari Selendang Biru yang melihat dari kejauhan sosok berbaju putih yang tadi ia tendang tersekang tak bergerak di batang pohon di lereng gunung itu.Dengan segera Bidadari Selendang Biru menuruni lereng ke arah tubuh Arya yang tersekang di batang pohon besar itu, gadis cantik berlesung pipi itu sama sekali tak mengetahui jika di hadapannya saat itu adalah kekasihnya karena posisi tubuh Arya yang memunggung lagi pula gadis itu percaya jika sang pendekar telah lama menghilang dan mungkin juga telah tewas beberapa tahun yang lalu.Bidadari Selendang Biru ulurkan tangan kanannya meraih bahu Arya untuk membalikannya, begitu tangan lembut itu menyentuh Arya yang telah membuka matanya sambil senyum-senyum memunggungi gadis itu tiba-tiba membalikan tubuhnya.“Apa kabar sayang..!”“Arya.....! Bruuuuuuuuuk...!” Bidadari Selendang Biru terpekik lalu tubuhnya ambruk tak sadarkan di
Hingga malam datang Sultan Demak masih kepikiran akan hal yang terjadi di kawasan barat daerah kekuasaannya itu, beberapa orang petinggi istana Kesultanan juga dimintai pendapat.Pagi itu cuaca di Desa Randu Alam nampak berkabut, itu disebabkan bukan karena cuaca buruk melainkan karena letak desa itu yang di kelilingi bukit disetiap ujung lahan persawahan warga, hingga munculnya kabut dingin berupa embun dari angin yang berputar-putar di kawasan desa itu.Setelah matahari mulai tampak di ufuk barat perlahan kabut yang menyelubungi desa itupun menghilang, Arya beranjak dari duduknya yang saat itu berada di pendopo bersama Bayu dan Lastri menikmati minuman hangat dan panganan kecil.“Saya mohon diri dulu Paman dan Bibi untuk menemui Bidadari Selendang Biru di pondok Gurunya di lereng Gunung Tangkuban Perahu, moga saja dia berada di sana.”“Iya Arya, Paman dan Bibimu juga akan ke sawah untuk menghalau burung karena padi sudah mulai berisi,” ujar Bayu.“Berarti tak lama lagi Paman dan Bib
“Seluruh penghuni Pulau Jawa bahkan Pulau Andalas sana nantinya akan geger saat mengetahui jika kamu telah kembali dalam keadaan selamat tak kurang satu apapun jua,” duga Bayu.“Wajar saja Paman, saya sendiri hampir tak percaya dengan semua yang telah terjadi.” Ulas Arya.“Yang paling kasihan Bidadari Selendang Biru, dia sangat sedih kehilanganmu Arya. Seringkali dia datang ke sini,” ujar Lastri yang mengetahui jika Arya memiliki hubungan dekat dengan gadis itu.“Apa dia juga menyangka saya sudah tewas, Bi?”“Iya, tapi dia selalu penasaran akan jasadmu yang tak kunjung ditemukan.” Jawab Lastri.Arya tampak menarik napasnya, ia seperti merasakan kesedihan yang dialami kekasihnya itu. Ingin rasanya saat itu juga murid Nyi Kondek Perak itu mencarinya ke lereng Gunung Tangkuban Perahu tempat di mana pondok Guru gadis itu berada, akan tetapi hari telah senja tak lama lagi malam akan tiba dan dia juga telah berniat akan mengunjungi makam kedua orang tuanya di depan rumah Paman dan Bibi angka
Arya segera memapah perempuan itu dan mendudukannya di sebuah bangku di ruangan depan rumah itu, saking terkejutnya hingga raut wajah perempuan paruh baya itu terlihat agak pucat.“Bi Lastri kenapa tiba-tiba saja terkejut begitu? Sekarang coba tenangkan diri dulu lalu ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Arya.“Siapa yang tidak terkejut melihat orang yang dikabarkan telah meninggal lalu datang secara tiba-tiba,” ujar perempuan paruh baya itu yang tidak lain adalah Lastri Bibi angkat Arya, ia masih tak percaya jika pemuda yang ikut duduk di sampingnya itu adalah keponakan angkatnya.“Jadi Bi Lastri mengira saya sudah meninggal? Dari mana Bibi mendengar kabar itu? Lihat saya masih hidup, Bi Lastri tidak sedang bermimpi tapi ini kenyataan,” tutur Arya mengenggam erat kedua telapak tangan Bibi angkatnya itu.“Gusti Allah, maha besar kuasamu..!” pecahlah tangis haru Lastri saat menyadari jika semua itu bukanlah mimpi tapi kenyataan jika keponakan angkatnya yang dikabarkan telah t
Setelah melepaskan hasrat bejadnya, pria bertopeng tertawa puas sementara dengan susah payah karena dalam keadaan lemas wanita itu mengenakan pakaiannya kembali.“Kamu mustinya tidak bersedih melainkan bangga karena bercinta dengan saya, banyak para wanita yang ingin saya tiduri tapi hanya kamu yang salah pilih. Ketahuilah saya adalah Pendekar Pedang Rajawali Dari Andalas, Ha.. ha.. ha..!” pria bertopeng berkata diiringi tawanya, wanita yang telah berhasil mengenakan pakaiannya itu kembali tampak terkejut.“Tidak mungkin..! Saya tidak percaya dengan semua yang kau katakan itu..! Pendekar itu tidak akan sebiadab kau yang telah memperlakukan saya seperti binatang..!” seru wanita itu yang tiba-tiba saja berani memaki karena rasa kesalnya telah memuncak.Tak lama dari kejauhan terdengar suara ramai yang mengarah ke sana, dengan segera pria bertopeng membenahi pakaiannya lalu melompat ke atas kudanya.“Sampai bertemu lagi manis..! Ha.. ha.. ha..!” kata pria bertopeng itu kemudian memacu kud