“Hemmm, berarti otak semua itu adalah Ibunda Saka Galuh. Putranya itu hanya sebagai alat saja untuk menduduki tahta Kerajaan sementara semuanya dikendalikan olehnya,” ujar Arya memberi pandangan.
“Benar Arya, aku juga sependapat denganmu. Dwinta memang kejam wanita berhati iblis!” Wayan Bima turut geram.
“Oh, jadi nama Ibunda Saka Galuh itu Dwinta?” Wayan Bima hanya menjawab dengan anggukan kepalanya sementara rasa geramnya belum reda pada Ibu tiri dari Sekar itu.
“Dia memang kejam Mas Arya, semasa remajaku di belakang Ayahanda aku kerap diperlakukan tidak baik bahkan pernah diperintah untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh para pembantu di istana,” Sekar menceritakan keluh-kesahnya saat diperlakukan rendah oleh Ibu tirinya itu sewaktu di istana.
“Kamu tak pernah menceritakan itu pada Ayahandamu?”
“Aku takut Mas, karena selalu diancam akan disakiti.”
“Paman Wayan dan Bi Lasmi tahu akan hal itu?” Arya alihkan pertanyaan pada Paman dan Bibi angkat Sekar.
“Awalnya kami tidak tahu, Arya. Karena memang Sekar tidak pernah juga menceritakan hal itu kepada kami, sampai akhirnya kami mengetahui sendiri saat memergoki Sekar tengah bersama para pembantu istana mencuci pakaian. Saat itulah Sekar menangis dan memohon agar kami juga tidak menceritakan perlakukan buruk Ibu tirinya itu kepada Prabu Swarna Dipa,” tutur Wayan Bima.
“Benar Arya, meskipun kami tidak tahu penyebab Sekar tidak ingin kami melaporkan itu pada Prabu karena diancam. Kami pikir karena Sekar tak ingin ribut-ribut saja makanya kami turuti permintaannya, setelah Prabu Swarna Dipa wafat dan kami membawanya ke desa ini barulah Sekar menceritakan semuanya termasuk ancaman dari Ibu tirinya itu,” tambah Bi Lasmi.
“Keserakahan dan kejahatan tidak hanya terjadi di Negeri Nusantara ini saja, tapi juga di Negeri Peri dan Negeri Di Atas Awan yang pernah aku singgahi. Benar-benar manusia selalu tak pernah puas atas apa yang telah ia peroleh, mereka juga bahkan tidak pernah bersyukur pada Sang Pencipta,” tutur Arya.
“Ya, terlebih terlebih berkaitan dengan kekuasaan dalam sebuah Kerajaan. Hanya sedikit Raja-raja yang arif dan bijaksana dalam memimpin rakyatnya, kebanyakan dari mereka hanya memikirkan diri sendiri dan kesejahteraan istana Kerajaan saja,” ujar Wayan Bima.
Sekar awalnya merasa enggan untuk menceritakan lebih lengkap tentang kejadian yang ia alami di istana Kerajaan Dharma, tapi setelah ia pikir-pikir lagi dan menimbang akan adanya sosok pemuda yang begitu serius ingin membantunya dan seluruh warga desa-desa di kawasan Pulau Dewata itu, ia pun kembali buka suara.
“Mas Arya, sebenarnya aku enggan untuk bercerita selengkapnya dengan semua peristiwa yang aku alami sewaktu di istana Kerajaan sebelum Ayahanda tewas dan kepemimpinan di ambil alih Saka Galuh. Karena hal itu membuat hatiku sedih, tapi karena Mas nampaknya sangat serius akan membantu kami, baiklah aku akan menceritakannya sekarang. Paman Wayan dan Bi Lasmi tak keberatan kan jika aku menceritakan semuanya?” ujar Sekar sembari bertanya meminta persetujuan pada Paman dan Bibi angkatnya itu terlebih dahulu .
“Tentu saja Paman dan Bibimu tidak akan keberatan Sekar, kami malah senang jika kamu mau menceritakan semua itu,” jawab Wayan Bima, Lasmi pun tampak anggukan kepalanya menyetujui.
“Hemmm, aku rasa itu akan lebih baik Sekar karena dipendam justru akan membuat hatimu akan selalu dirundung kesedihan yang mendalam,” tambah Arya tersenyum dan telah siap mendengar cerita secara detailnya dari putri mendiang Prabu Swarna Dipa itu.
Beberapa tahun yang lalu…………
Setelah permaisuri Raja Kerajaan Dharma meninggal dunia akibat sakit yang tak kunjung sembuh selama berbulan-bulan lamanya, Sekar gadis kecil seperti kehilangan salah satu tempat bergantung dan bersandar saat ia tergamang.
Prabu Swarna Dipa juga sangat sedih dan kehilangan, beberapa hari dia tampak murung dan suka menyendiri. Gadis kecil seperti Sekar tentu saja belum bisa memahami keadaan itu, dia hanya tahu jika Ibundanya telah berpulang dan pada saat itulah Lasmi dengan sepenuh hati dan kasih sayang mengasuh Raden Ayu Putri Sang Prabu.
Beberapa bulan kemudian setelah mempertimbangkan semuanya, Prabu Swarna Dipa memutuskan untuk menikah kembali dengan seorang gadis bernama Dwinta. Sang Prabu berharap Dwinta dapat berperan menjadi Ibu yang baik bagi Sekar, di samping tuntutan menjadi seorang Raja haruslah memiliki permaisuri.
Dwinta memang memperlakukan Sekar kecil dengan baik layaknya putri kandung sendiri, akan tetapi itu semua ia tunjukan hanya di depan Sang Prabu. Sementara di belakang Prabu Swarna Dipa terlebih Raja Kerajaan Dharma itu berpergian ke luar istana, Sekar tak pernah ia acuhkan.
Dari pernikahan Sang Prabu dengan Dwinta lahirlah seorang putra mahkota yang diberi nama Saka Galuh, sejak itu nyaris tak ada sedikitpun perhatian Dwinta pada Sekar. Justru perlakukannya sangat tidak sepantasnya dilakukan seorang Ibu, Dwinta sengaja menyetarakan Sekar yang telah tumbuh menjadi gadis remaja itu dengan pembantu dan pelayan istana.
Selama Sang Prabu meninggalkan istana karena berbagai keperluan ataupun urusan penting, Sekar remaja kerap di siksa dengan melakukan pekerjaan yang seharusnya di lakukan oleh pembantu atau pelayan istana Kerajaan Dharma itu.
Saka Galuh yang telah tumbuh menjadi pemuda remaja, siang itu dipanggil Sang Prabu untuk menghadap di sebuah ruangan yang di sana juga ada Dwinta Ibu kandungnya.
“Ayahanda memanggilku?”
“Benar putraku duduklah, Ayahanda ingin bicara,” Sang Prabu mempersilahkan Saka Galuh duduk.
“Ada apa Ayahanda?”
“Ayahanda menginginkan kamu untuk berguru pada sahabat Ayahanda di Pulau Madura, ia seorang Kiai pemilik sebuah pemondokan. Beliau memiliki keahlian bela diri dan ilmu kanuragan yang mempuni di samping ilmu agama yang ia ajarkan di pemondokan itu,” tutur Prabu Swarna Dipa.
“Berguru?”
“Ya, sebagai seorang putra mahkota sudah selayaknya pula kamu memiliki ilmu silat yang jauh lebih tinggi dari para prajurit dan bahkan Panglima Kerajaan. Berangkatlah besok pagi, kamu akan di antar oleh beberapa orang prajurit istana yang pernah Ayahanda bawa serta dulu ke sana,” pinta Sang Prabu memberi perintah.Saka Galuh sebenarnya sama sekali tidak berminat dengan usulan Ayahandanya itu, namun ia tak berani menolak perintah meskipun kesehariannya seorang Saka Galuh selalu membangkang perintah di belakang Sang Prabu.Pagi itu Saka Galuh memang terlihat bersiap seperti seorang yang akan berpergian jauh, tentu saja Sang Prabu senang karena putranya itu menjalani perintahnya dan akan menjadi seorang pemuda yang memiliki keahlian silat.Akan tetapi harapan Sang Prabu itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi, saat Saka Galuh dan beberapa orang prajurit istana berlayar dengan perahu ke Pulau Madura. Putra mahkotanya itu memilih menuju Pulau Jawa, ia sengaja berada di Pulau Jawa i
“Benar, jika dibiarkan bukan tidak mungkin makin lama rakyat akan semakin menderita.”“Sepertinya malam telah kian larut Arya, sebaiknya kita sekarang istirahat. Mari kita tidur di dalam,” ajak Wayan Bima.“Kalian saja yang tidur di dalam, aku di sini saja.”“Jangan Arya, di luar udaranya terlalu dingin. Kita bisa tidur di ruangan depan,” ujar Wayan Bima.“Tidak apa-apa, Paman. Kalian masuk dan beristirahatlah di dalam, aku di sini saja sembari memantau situasi Desa Kuta ini.”“Baiklah jika begitu kami pamit untuk istirahat dulu,” Arya anggukan kepalanya sembari tersenyum, Wayan Bima, Lasmi dan Sekar masuk ke dalam rumah.Udara malam di pendopo terlebih letaknya tidak jauh dari pinggiran pantai tentu saja dingin apalagi jika angin bertiup dari lautan, namun bagi Arya hal itu merupakan hal biasa bahkan lebih nyaman berada di pendopo itu karena biasanya dia tidur di pinggir hutan yang terkadang diterpa hujan yang tentu lebih dingin lagi.Arya memang telah rebahkan tubuhnya berbaring di
“Justru berlebih makanya uang hasil penjualan ikan-ikan ini aku bagikan pada para warga desa yang kehidupannya sangat sulit, sebab penghasilan mereka tidak mencukupi karena harus menyisihkan untuk upeti buat istana Kerajaan.”“Paman Wayan memang luar biasa, sangat mulia hatimu Paman,” puji Arya dengan rasa kagumnya.“Hanya membantu sesama saja Arya, dan hal itu aku lakukan karena kepemimpinan Saka Galuh telah banyak membuat para warga desa menderita. Para sahabatku di desa-desa lain juga melakukan itu jika penghasilan mereka berlebih dari kebutuhan sehari-hari,” tutur Wayan Bima sambil mengendalikan gerobak kudanya.“Pada saat Prabu Swarna Dipa memimpin apa tidak ada upeti yang ditarik pihak istana, Paman?”“Tentu saja ada, Arya. Dan itu memang sudah ketentuannya di setiap kawasan yang dikuasai sebuah Kerajaan, hanya saja upeti yang beliau anjurkan pada rakyatnya semasa kepemimpinan Prabu Swarna Dipa terbilang kecil dan tidak memberatkan para warga desa,” jawab Wayan Bima menjelaskan
“Hemmm, istana Kerajaan ini cukup besar dan megah juga. Para prajurit dan penjaga di sini juga tidak terkesan ketat dengan membolehkan siapa saja masuk hingga taman di halaman istana ini,” gumam Arya sambil terus mengitari pandangannya ke seluruh bagian luar istana itu yang tentunya dengan tetap bersikap santai dan tak menunjukan gerak-gerik mencurigakan.Sekitar setengah jam Arya duduk di taman mengamati kawasan istana Kerajaan itu, ia pun kembali ke pasar menemui Wayan Bima.“Wah, cepat sekali ikan-ikan Paman terjual habis!” seru Arya girang bercampur terkejut saat ia tiba di meja di mana Wayan Bima dan dia tadi berjualan ikan.“Itu karena ada beberapa orang pelangganku memborongnya untuk dijual lagi di pasar-pasar kecil di desa mereka,” tutur Wayan Bima diiringi senyumnya. “Menyenangkan sekali berdagang ikan di pasar ini ya, Paman?” Arya begitu semangatnya membantu Paman Wayan membereskan tempat ikan-ikan yang tadi mereka bawa dari rumah, kemudian merapikan meja dan tempat mereka
Meskipun Wayan Bima, Lasmi dan Sekar adalah mantan penghuni penting istana Kerajaan. Akan tetapi mereka tetap berpenampilan sederhana, begitu pula cara kehidupan mereka sehari-hari di rumah itu.Demikian pula dengan penyajian makanan saat makan bersama, semua alat-alat makan juga sederhana tak ada kesan mewah saat mereka dulu tinggal di istana Kerajaan. Namun begitu rasa masakan yang dibuat Lasmi dan Sekar sangat lezat tak kalah dengan yang dibuat para pembantu-pembantu istana, terlebih sop kepiting buatan Sekar yang jadi spesial dipenyajian makan saat itu.“Wah, kepiting ini sangat lezat sekali!” seru Arya yang nampak lahap sekali makannya.“Hemmm, sop kepiting ini Sekar yang memasak,” ujar Lasmi diiringi senyum dan matanya melirik pada Sekar yang nampak malu-malu.“Sungguh aku tak pernah merasakan masakan selezat ini, ternyata kepiting sangat enak bila di sop. Aku tak menyangka seorang putri Kerajaan pintar memasak,” puji Arya membuat Sekar kembali tersipu malu.“Aku belajar dari Bi
“Silahkan diminum dan dicicipi Mas panganan ala kadarnya, Mas,” ujar Sekar diiringi senyum manisnya.“Terima kasih, Sekar. Sudah hampir sore Paman Wayan belum jua kembali, apa para sahabatnya itu berada jauh dari tempat ini?” ucap Arya sembari bertanya.“Ada yang dekat ada pula yang jauh, Mas. Sahabat-sahabat Paman itu bermukim di berbagai desa di pulau ini, jadi wajar jika Paman menemui semua sahabatnya memakan waktu yang cukup lama,” jawab Sekar sambil ikut duduk di pendopo itu.“Saka Galuh memang kejam dalam memimpin Kerajaan terhadap rakyatnya, ada banyak para warga desa yang kelaparan akibat persediaan untuk makan mereka habis karena harus membayar upeti pada pihak istana setiap bulannya. Ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut, secepatnya kita harus melakukan tindakan pada istana Kerajaan itu,” tutur Arya yang merasa kasihan melihat para warga desa yang tadi ia temui sambil membagi-bagikan beras yang dibeli Wayan Bima di pasar.“Benar Mas Arya, rakyat telah bertahun-tahun menderit
“Ya Bi, jika sebentar lagi Paman belum pulang juga aku akan mandi dulu dan kembali menunggunya di sini.”“Kalau begitu aku yang pamitan untuk mandi dulu Bi, Mas Arya,” Sekar mohon diri.“Ya silahkan Sekar,” ujar Arya dan Lasmi bersamaan.Sepeninggalnya Sekar, Arya lanjut bercakap-cakap dengan Lasmi sembari menunggu Wayan Bima pulang dari mengunjungi para sahabatnya yang tinggal di berbagai desa di Pulau Dewata itu.****Sore itu di istana Kerajaan Dharma, Saka Galuh tampak mengumpul beberapa orang kepercayaannya di sebuah ruangan.“Maksud dan tujuanku mengumpulkan kalian di sini, untuk membicarakan mengenai upeti yang setiap bulan kita minta dari para warga desa,” Saka Galuh membuka pembicaraan di ruangan itu.“Maaf yang mulia, apakah upeti-upeti yang kita kumpulkan bulan yang lalu tidak mencukupi?” tanya salah seorang orang kepercayaan istana itu.“Bukan begitu, upeti yang didapatkan bulan kemarin cukup banyak. Akan tetapi aku menginginkan bulan depan upeti-upeti itu lebih banyak lag
“Iya Lasmi, tadi aku terlalu lama diajak singgah Birowo di rumahnya bahkan aku juga sempat mandi dulu di sana sebelum pulang ke sini,” ujar Wayan Bima menyebut nama salah seorang sahabatnya yang ia kunjungi tadi.“Wah, berarti Kang Mas juga sudah makan malam bersama Birowo dan keluarga?”“Hemmm, tadinya aku memang dicegah untuk pulang sebelum makan malam bersama mereka, tapi karena aku beralasan karena sudah terlalu lama meninggalkan tamu di rumah mereka pun mengizinkan aku untuk kembali ke sini dengan tidak memenuhi ajakan mereka untuk makan malam bersama,” tutur Wayan Bima diiringi senyumnya.“Nah, kalau begitu mari sekarang kita makan malam bersama. Arya sudah sejak tadi menunggu Kang Mas,” ajak Lasmi.“Iya Lasmi, mari Arya kita makan malam dulu,” Wayan Bima mengajak Arya, sang pendekar hanya anggukan kepala sembari tersenyum dan mengikuti langkah Lasmi dan Wayan Bima ke dalam rumah.“Bagaimana Paman, apa para sahabat yang Paman temui tadi setuju dengan rencana kita untuk melakukan
Matahari makin condong di ufuk barat sinarannya sudah tampak memerah pertanda tak lama lagi akan tenggelam dan malam akan datang, sosok berpakaian compang-camping tampak berkelebat cepat menaiki lereng yang tak jauh di atasnya terdapat sebuah pondok berhalaman luas.Dia tidak lain adalah Dewa Pengemis yang tengah menaiki lereng Gunung Tangkuban Perahu menuju pondok Intan Kasturi, beberapa menit kemudian tibalah dia di ujung halaman di depan pondok yang di sebelahnya terdapat sebuah pendapa lebar itu.Sepertinya Dewa Pengemis memutuskan untuk memberi laporan pada Intan Kasturi perihal pria bertopeng yang beberapa hari ini membuat keonaran di kawasan barat daerah kekuasaan Kerajaan Demak sembari menebar fitnah keji dengan membawa-bawa nama Pendekar Rajawali Dari Andalas, dia tentu tidak mengetahui jika sahabatnya itu saat ini tengah berada di sana bersama Intan Kasturi dan muridnya.Setelah melangkah dan berjarak sekitar 7 tombak dari pondok dan pendopo itu, Dewa Pengemis hentikan langk
“Tadi saya berniat hendak mengejarnya, akan tetapi karena kalian para prajurit Kesultanan Demak datang saya urungkan niat itu,” ujar pria berpakaian compang-camping.“Hormat kami Dewa Pengemis, terima kasih telah muncul di kawasan ini. Kami memang tengah menjalankan perintah yang mulia Sultan untuk mencaritahu siapa sebenarnya pria bertopeng yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Dari Andalas itu sekaligus diperintahkan untuk menangkapnya,” ucap salah seorang prajurit seraya memberi hormat di ikuti belasan prajurit lainnya karena mereka sangat mengenal sosok pria berpakaian compang-camping yang tidak lain adalah Dewa Pengemis.“Saya tadi sempat menghajarnya, dan saya sama sekali tidak yakin kalau dia itu Arya. Kalian sampaikan keterangan saya ini pada Baginda Sultan jika pria bertopeng itu bukanlah sahabatku Pendekar Rajawali Dari Andalas,” tutur Dewa Pengemis.“Baik, nanti kami akan sampaikan pada yang mulia Sultan. Lantas siapa kira-kira pria bertopeng yang mengaku-ngaku sebagai Ary
Mereka tak putus asa dan memutuskan untuk bertahan di kawasan dua desa itu untuk beberapa hari ke depan, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke istana Kerajaan Demak baik berhasil maupun tidak menangkap pria bertopeng itu.Sementara di istana Kesultanan kejadian yang mengejutkan itu tentu saja membuat risau para penghuni istana termasuk juga Sultan Demak, karena selama ini seluruh daerah kekuasaannya selalu aman dan tentram.“Panglima yakin jika pria bertopeng itu masih berada di daerah kekuasaan Kerajaan kita?” tanya Sultan Demak pada Panglimanya.“Yakin yang mulia, karena kejadian itu baru beberapa hari ini terjadi saya rasa dia tidak akan jauh dari kedua desa itu untuk kembali berbuat keonaran. Untuk beberapa hari kedepan saya memerintahkan dua kelompok prajurit untuk dua desa itu bertahan di sana sampai mereka mendapatkan kabar tentang pria bertopeng itu,” jawab Panglima.“Bagus, saya juga tadinya hendak memberitahukan itu padamu. Apa menurutmu benarkah dia Pendekar Ra
Arya kemudian melepaskan pelukannya, lalu dengan perlahan ia bergerak menuju gumpalan angin yang ujungnya sampai ke atas langit sana. Sambil melambaikan tangan pada seluruh yang ada di tempat itu, Arya pun akhirnya masuk ke dalam pusaran angin itu.Tidak diketahui apakah tubuh Arya dibawa melesat ke atas langit atau ke dalam bumi, karena pusaran angin itu muncul seperti berasal dari dalam tanah dan bergulung tinggi hingga ke langit. Sosok berjubah putih bersayap berubah menjadi cahaya terang, seiring lenyap cahaya itu ke atas langit, pusaran angin itu pun sirna bersama lenyapnya Pendekar Rajawali Dari Andalas.Wajah Bidadari Selendang Biru berubah cemberut mendengar cerita Arya itu, hatinya panas terbakar cemburu saat mengetahui jika di negeri antah-berantah itu Arya bertemu dengan Peri Salju.Sementara Intan Kasturi tampak melongo mendengar semua cerita yang di alami murid Nyi Konde Perak itu, sebelum akhirnya ia kembali ke Negeri Nusantara ke Pulau Jawa.***“Sungguh semua yang kamu
Bidadari Selendang Biru kembali tertunduk malu saat Arya mengedipkan matanya, Intan Kasturi tersenyum ia langsung teringat akan Nyi Konde Perak sahabatnya itu ketika muda persis sama dengan tingkah kekasih muridnya itu. Hanya saja Arya lebih lebih lucu dan terbuka serta suka blak-blakan, sedangkan Nyi Konde Perak orangnya tertutup meskipun juga suka jahil.“Saya penasaran kenapa tiba-tiba saja kamu muncul di sini? Bertahun-tahun lamanya menghilang bahkan kami menduga kamu sudah tewas di lembah Gunung kerinci,” tanya Intan Kasturi.“Sulit dipercaya jika saya menceritakan apa yang terjadi saat itu Nek, tapi untuk menjawab rasa penasaran Nenek dan Kintani saya akan menceritakan semuanya,” ujar Arya.Setelah bertemu dengan Ibunya, Arya yang bermaksud ingin kembali ke Pulau Jawa tiba-tiba muncul gumpalan angin puting beliung menggulung tubuh sang pendekar ketika ia berada di lembah Gunung Kerinci.Gumpalan angin puting beliung yang dahsyat itu seperti mengebor lembah Gunung Kerinci dan mas
“Celaka..! Apakah aku telah membunuhnya hingga tubuhnya tak bergerak sama sekali di sekang pohon itu..?!” pikir Bidadari Selendang Biru yang melihat dari kejauhan sosok berbaju putih yang tadi ia tendang tersekang tak bergerak di batang pohon di lereng gunung itu.Dengan segera Bidadari Selendang Biru menuruni lereng ke arah tubuh Arya yang tersekang di batang pohon besar itu, gadis cantik berlesung pipi itu sama sekali tak mengetahui jika di hadapannya saat itu adalah kekasihnya karena posisi tubuh Arya yang memunggung lagi pula gadis itu percaya jika sang pendekar telah lama menghilang dan mungkin juga telah tewas beberapa tahun yang lalu.Bidadari Selendang Biru ulurkan tangan kanannya meraih bahu Arya untuk membalikannya, begitu tangan lembut itu menyentuh Arya yang telah membuka matanya sambil senyum-senyum memunggungi gadis itu tiba-tiba membalikan tubuhnya.“Apa kabar sayang..!”“Arya.....! Bruuuuuuuuuk...!” Bidadari Selendang Biru terpekik lalu tubuhnya ambruk tak sadarkan di
Hingga malam datang Sultan Demak masih kepikiran akan hal yang terjadi di kawasan barat daerah kekuasaannya itu, beberapa orang petinggi istana Kesultanan juga dimintai pendapat.Pagi itu cuaca di Desa Randu Alam nampak berkabut, itu disebabkan bukan karena cuaca buruk melainkan karena letak desa itu yang di kelilingi bukit disetiap ujung lahan persawahan warga, hingga munculnya kabut dingin berupa embun dari angin yang berputar-putar di kawasan desa itu.Setelah matahari mulai tampak di ufuk barat perlahan kabut yang menyelubungi desa itupun menghilang, Arya beranjak dari duduknya yang saat itu berada di pendopo bersama Bayu dan Lastri menikmati minuman hangat dan panganan kecil.“Saya mohon diri dulu Paman dan Bibi untuk menemui Bidadari Selendang Biru di pondok Gurunya di lereng Gunung Tangkuban Perahu, moga saja dia berada di sana.”“Iya Arya, Paman dan Bibimu juga akan ke sawah untuk menghalau burung karena padi sudah mulai berisi,” ujar Bayu.“Berarti tak lama lagi Paman dan Bib
“Seluruh penghuni Pulau Jawa bahkan Pulau Andalas sana nantinya akan geger saat mengetahui jika kamu telah kembali dalam keadaan selamat tak kurang satu apapun jua,” duga Bayu.“Wajar saja Paman, saya sendiri hampir tak percaya dengan semua yang telah terjadi.” Ulas Arya.“Yang paling kasihan Bidadari Selendang Biru, dia sangat sedih kehilanganmu Arya. Seringkali dia datang ke sini,” ujar Lastri yang mengetahui jika Arya memiliki hubungan dekat dengan gadis itu.“Apa dia juga menyangka saya sudah tewas, Bi?”“Iya, tapi dia selalu penasaran akan jasadmu yang tak kunjung ditemukan.” Jawab Lastri.Arya tampak menarik napasnya, ia seperti merasakan kesedihan yang dialami kekasihnya itu. Ingin rasanya saat itu juga murid Nyi Kondek Perak itu mencarinya ke lereng Gunung Tangkuban Perahu tempat di mana pondok Guru gadis itu berada, akan tetapi hari telah senja tak lama lagi malam akan tiba dan dia juga telah berniat akan mengunjungi makam kedua orang tuanya di depan rumah Paman dan Bibi angka
Arya segera memapah perempuan itu dan mendudukannya di sebuah bangku di ruangan depan rumah itu, saking terkejutnya hingga raut wajah perempuan paruh baya itu terlihat agak pucat.“Bi Lastri kenapa tiba-tiba saja terkejut begitu? Sekarang coba tenangkan diri dulu lalu ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Arya.“Siapa yang tidak terkejut melihat orang yang dikabarkan telah meninggal lalu datang secara tiba-tiba,” ujar perempuan paruh baya itu yang tidak lain adalah Lastri Bibi angkat Arya, ia masih tak percaya jika pemuda yang ikut duduk di sampingnya itu adalah keponakan angkatnya.“Jadi Bi Lastri mengira saya sudah meninggal? Dari mana Bibi mendengar kabar itu? Lihat saya masih hidup, Bi Lastri tidak sedang bermimpi tapi ini kenyataan,” tutur Arya mengenggam erat kedua telapak tangan Bibi angkatnya itu.“Gusti Allah, maha besar kuasamu..!” pecahlah tangis haru Lastri saat menyadari jika semua itu bukanlah mimpi tapi kenyataan jika keponakan angkatnya yang dikabarkan telah t