Share

Bab 2. Arya Geram

Penulis: Andy Lorenza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-13 00:54:38

Pendekar Rajawali Dari Andalas itu membayangkan betapa menderitanya para warga desa di seluruh kawasan Pulau Dewata itu atas kekejaman Kerajaan Dharma yang dipimpin oleh Saka Galuh, dan memang perlakuan tidak manusiawi yang kerap diterima oleh para warga yang terlambat membayar upeti apalagi tidak dapat membayarnya sama sekali dalam bulan tertentu.

Para prajurit utusan Kerajaan bukan hanya akan mengambil paksa persediaan makanan berupa padi dan beras di rumah warga yang tidak mampu membayar upeti pada bulan itu, mereka juga akan mendapat penyiksaan terlebih jika warga itu berusaha menghalang-halangi para prajurit dalam melakukan tindakan pemaksaan itu.

Karena membayangkan betapa menderitanya para warga di bawah kepemimpinan Saka Galuh yang merupakan raja sebuah Kerajaan besar, sedangkan seorang Adipati yang pernah ia temui dulu di Tanah Minang saja yang hanya seorang Adipati dapat membuat warga desa semenderita begitu apalagi seorang raja yang kejam seperti Saka Galuh itu.

“Keparat..! Tak di mana-mana selalu saja ada pemimpin yang serakah..! Demi kesenangannya dia sampai hati membuat raktyatnya menderita..! Aku harus membuat perhitungan dengan Saka Galuh biadab itu...!” geram Arya dalam hati, kedua tangannya terlihat mengepal, kalau saja saat itu orang yang dimaksud ada di depannya mungkin saat itu juga sang pendekar akan menghajarnya.

Saat itu pulalah timbul di hati Arya untuk mengurungkan niatnya untuk segera kembali ke Tanah Jawa, Arya memilih bertahan di Desa Kuta itu dan tentu saja akan menyusun rencana untuk membebaskan penderitaan para warga desa di seluruh kawasan Pulau Dewata dari kebiadaban pihak istana Kerajaan Dharma yang di pimpin Saka Galuh itu.

Sekembalinya dari rumah Wijaksa kepala Desa Kuta, Arya dan Wayan Bima duduk di pendopo rumah tempat tadi sore murid Nyi Konde Perak itu terbaring pingsan. Arya bertanya secara lengkap mengenai keluarga Wayan Bima itu yang dikatakan Wijaksa mantan penghuni istana sebelum Saka Galuh memimpin, atau pada waktu itu di bawah kepemimpinan Prabu Swarna Dipa.

Wayan Bima pun bercerita kalau dia dan istrinya sengaja pergi dari istana itu dan secara diam-diam mendirikan pemukiman di pinggiran pantai itu memilih menjadi seorang nelayan, Wayan Bima juga mengatakan jika Sekar bukanlah putri kandungnya melainkan putri mahkota Prabu Swarna Dipa hanya saja antara dia dan Saka Galuh berbeda Ibu sebab pada waktu Sekar masih berusia 5 tahun Ibundanya wafat dan Prabu Swarna Dipa menikah kembali dengan Ibu dari Saka Galuh itu.

“Aku sengaja meminta istri dan keponakanku untuk ikut serta dalam obrolan kita di pendopo ini Arya, karena ada hal penting yang ingin aku ceritakan,” ulas Wayan Bima.

“Hal penting apa itu, Paman?”

“Begini Arya, Sekar bukanlah keponakan kandungku melainkan keponakan angkat yang kami bawa melarikan diri dari istana Kerajaan Dharma beberapa tahun yang lalu. Kami juga dulunya bagian dari istana Kerajaan itu,” tutur Wayan Bima.

“Apa? Kalian merupakan bagian dari istana Kerajaan Dharma? Lalu kenapa musti pergi apalagi melarikan diri dari sana, Paman?” Arya terkejut lalu ingin tahu cerita selengkapnya.

“Aku merupakan orang kepercayaan Baginda Prabu Swarna Dipa dulunya, namun sejak permaisuri Ayu Bestari yaitu Ibu kandung dari Sekar wafat dan Prabu menikah lagi kondisi Kerajaan berubah sangat menguatirkan, terutama saat putra mahkota Saka Galuh telah dewasa. Permaisuri yang baru sekaligus Ibunda dari Saka Galuh itu mengatur strategi licik untuk merebut kekuasaan dari tangan Prabu Swarna Dipa dengan bermaksud menjadikan Saka Galuh sebagai Raja,” tutur Wayan Dipa.

“Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Paman?” Arya makin penasaran.

“Mereka berhasil menjebak Prabu Swarna Dipa dengan mengajaknya pergi berburu, dan di tempat berburu itulah Prabu Swarna Dipa tewas diserang oleh seorang yang berilmu sangat tinggi, para prajurit tak mampu melindungi Prabu Swarna Dipa sementara Saka Galuh yang saat itu juga ikut berburu tidak melakukan tindakan apa-apa terkesan membiarkan penyerangan itu hingga Prabu Swarna Dipa tewas,” lanjut Wayan Bima.

“Ada yang tidak beres dengan Saka Galuh itu, Paman. Aku curiga sosok yang menyerang Prabu Swarna Dipa itu adalah orang suruhannya,” Arya menduga.

“Aku juga mengira demikian, salah seorang prajurit istana menceritakan semuanya itu saat dia dan prajurit lainnya berusaha menghadang si penyerang Prabu Swarna Dipa, Saka Galuh hanya diam saja bahkan tersenyum senang,” Wayan Bima terlihat gusar jika ingat saat salah seorang prajurit memberi laporan padanya penyebab Prabu Swarna Dipa tewas di tempat ia pergi berburu.

“Tidak salah lagi berarti sosok yang menyerang Prabu Swarna Dipa itu adalah orang suruhan Saka Galuh, lantas setelah kejadian itu apa tindakan Paman dan anggota istana lainnya?”

“Aku bermaksud hendak mengumpulkan seluruh anggota istana termasuk juga dengan para prajurit untuk membicarakan hal itu, akan tetapi Saka Galuh melarangku untuk tidak memperpanjang masalah yang terjadi hingga tewasnya Prabu Swarna Dipa.”

“Lantas Paman menuruti keinginan Saka Galuh itu?”

“Aku terpaksa mengikutinya, Arya. Karena sebelumnya ternyata Saka Galuh telah mengatur siasat itu dengan mengancamku untuk tidak membahas tewasnya Prabu Swarna Dipa,” jawab Wayan Bima sedih.

“Jadi Sekar dan Saka Galuh saudara tiri?”

“Benar Mas Arya,” kali ini Sekar yang menjawab.

“Keparat..! Saudara tiri macam apa itu, tega-teganya membunuh Ayah kandung sendiri demi merebut tahta Kerajaan,” Arya benar-benar gusar.

“Aku sendiri sempat akan dibunuh Mas, beruntung Paman Wayan dan Bi Lasmi melarikan aku dari istana itu dan membawaku tinggal di desa ini,” ujar Sekar.

“Benar-benar manusia berhati iblis dia..! Aku akan bantu kamu Sekar untuk membalaskan dendam Ayahmu sekaligus merebut kembali tahta Kerajaan Dharma dari tangan iblis saudara tirimu itu,” tutur Arya penuh semangat berapi-api.

“Jangan Mas, itu sangat berbahaya. Para prajurit yang jumlahnya ratusan pasti akan menghadang Mas Arya saat hendak masuk ke istana,” cegah Sekar.

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 3. Sebuah Rahasia

    “Hemmm, berarti otak semua itu adalah Ibunda Saka Galuh. Putranya itu hanya sebagai alat saja untuk menduduki tahta Kerajaan sementara semuanya dikendalikan olehnya,” ujar Arya memberi pandangan.“Benar Arya, aku juga sependapat denganmu. Dwinta memang kejam wanita berhati iblis!” Wayan Bima turut geram.“Oh, jadi nama Ibunda Saka Galuh itu Dwinta?” Wayan Bima hanya menjawab dengan anggukan kepalanya sementara rasa geramnya belum reda pada Ibu tiri dari Sekar itu.“Dia memang kejam Mas Arya, semasa remajaku di belakang Ayahanda aku kerap diperlakukan tidak baik bahkan pernah diperintah untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh para pembantu di istana,” Sekar menceritakan keluh-kesahnya saat diperlakukan rendah oleh Ibu tirinya itu sewaktu di istana.“Kamu tak pernah menceritakan itu pada Ayahandamu?”“Aku takut Mas, karena selalu diancam akan disakiti.”“Paman Wayan dan Bi Lasmi tahu akan hal itu?” Arya alihkan pertanyaan pada Paman dan Bibi angkat Sekar.“Awalnya kami tidak tahu, Arya

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 4. Air Mata Sekar

    “Ya, sebagai seorang putra mahkota sudah selayaknya pula kamu memiliki ilmu silat yang jauh lebih tinggi dari para prajurit dan bahkan Panglima Kerajaan. Berangkatlah besok pagi, kamu akan di antar oleh beberapa orang prajurit istana yang pernah Ayahanda bawa serta dulu ke sana,” pinta Sang Prabu memberi perintah.Saka Galuh sebenarnya sama sekali tidak berminat dengan usulan Ayahandanya itu, namun ia tak berani menolak perintah meskipun kesehariannya seorang Saka Galuh selalu membangkang perintah di belakang Sang Prabu.Pagi itu Saka Galuh memang terlihat bersiap seperti seorang yang akan berpergian jauh, tentu saja Sang Prabu senang karena putranya itu menjalani perintahnya dan akan menjadi seorang pemuda yang memiliki keahlian silat.Akan tetapi harapan Sang Prabu itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi, saat Saka Galuh dan beberapa orang prajurit istana berlayar dengan perahu ke Pulau Madura. Putra mahkotanya itu memilih menuju Pulau Jawa, ia sengaja berada di Pulau Jawa i

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 5. Menyamar

    “Benar, jika dibiarkan bukan tidak mungkin makin lama rakyat akan semakin menderita.”“Sepertinya malam telah kian larut Arya, sebaiknya kita sekarang istirahat. Mari kita tidur di dalam,” ajak Wayan Bima.“Kalian saja yang tidur di dalam, aku di sini saja.”“Jangan Arya, di luar udaranya terlalu dingin. Kita bisa tidur di ruangan depan,” ujar Wayan Bima.“Tidak apa-apa, Paman. Kalian masuk dan beristirahatlah di dalam, aku di sini saja sembari memantau situasi Desa Kuta ini.”“Baiklah jika begitu kami pamit untuk istirahat dulu,” Arya anggukan kepalanya sembari tersenyum, Wayan Bima, Lasmi dan Sekar masuk ke dalam rumah.Udara malam di pendopo terlebih letaknya tidak jauh dari pinggiran pantai tentu saja dingin apalagi jika angin bertiup dari lautan, namun bagi Arya hal itu merupakan hal biasa bahkan lebih nyaman berada di pendopo itu karena biasanya dia tidur di pinggir hutan yang terkadang diterpa hujan yang tentu lebih dingin lagi.Arya memang telah rebahkan tubuhnya berbaring di

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 6. Menyelidiki

    “Justru berlebih makanya uang hasil penjualan ikan-ikan ini aku bagikan pada para warga desa yang kehidupannya sangat sulit, sebab penghasilan mereka tidak mencukupi karena harus menyisihkan untuk upeti buat istana Kerajaan.”“Paman Wayan memang luar biasa, sangat mulia hatimu Paman,” puji Arya dengan rasa kagumnya.“Hanya membantu sesama saja Arya, dan hal itu aku lakukan karena kepemimpinan Saka Galuh telah banyak membuat para warga desa menderita. Para sahabatku di desa-desa lain juga melakukan itu jika penghasilan mereka berlebih dari kebutuhan sehari-hari,” tutur Wayan Bima sambil mengendalikan gerobak kudanya.“Pada saat Prabu Swarna Dipa memimpin apa tidak ada upeti yang ditarik pihak istana, Paman?”“Tentu saja ada, Arya. Dan itu memang sudah ketentuannya di setiap kawasan yang dikuasai sebuah Kerajaan, hanya saja upeti yang beliau anjurkan pada rakyatnya semasa kepemimpinan Prabu Swarna Dipa terbilang kecil dan tidak memberatkan para warga desa,” jawab Wayan Bima menjelaskan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 7. Kembali Ke Rumah

    “Hemmm, istana Kerajaan ini cukup besar dan megah juga. Para prajurit dan penjaga di sini juga tidak terkesan ketat dengan membolehkan siapa saja masuk hingga taman di halaman istana ini,” gumam Arya sambil terus mengitari pandangannya ke seluruh bagian luar istana itu yang tentunya dengan tetap bersikap santai dan tak menunjukan gerak-gerik mencurigakan.Sekitar setengah jam Arya duduk di taman mengamati kawasan istana Kerajaan itu, ia pun kembali ke pasar menemui Wayan Bima.“Wah, cepat sekali ikan-ikan Paman terjual habis!” seru Arya girang bercampur terkejut saat ia tiba di meja di mana Wayan Bima dan dia tadi berjualan ikan.“Itu karena ada beberapa orang pelangganku memborongnya untuk dijual lagi di pasar-pasar kecil di desa mereka,” tutur Wayan Bima diiringi senyumnya. “Menyenangkan sekali berdagang ikan di pasar ini ya, Paman?” Arya begitu semangatnya membantu Paman Wayan membereskan tempat ikan-ikan yang tadi mereka bawa dari rumah, kemudian merapikan meja dan tempat mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 8. Cara Arya Memulihkan Tenaga

    Meskipun Wayan Bima, Lasmi dan Sekar adalah mantan penghuni penting istana Kerajaan. Akan tetapi mereka tetap berpenampilan sederhana, begitu pula cara kehidupan mereka sehari-hari di rumah itu.Demikian pula dengan penyajian makanan saat makan bersama, semua alat-alat makan juga sederhana tak ada kesan mewah saat mereka dulu tinggal di istana Kerajaan. Namun begitu rasa masakan yang dibuat Lasmi dan Sekar sangat lezat tak kalah dengan yang dibuat para pembantu-pembantu istana, terlebih sop kepiting buatan Sekar yang jadi spesial dipenyajian makan saat itu.“Wah, kepiting ini sangat lezat sekali!” seru Arya yang nampak lahap sekali makannya.“Hemmm, sop kepiting ini Sekar yang memasak,” ujar Lasmi diiringi senyum dan matanya melirik pada Sekar yang nampak malu-malu.“Sungguh aku tak pernah merasakan masakan selezat ini, ternyata kepiting sangat enak bila di sop. Aku tak menyangka seorang putri Kerajaan pintar memasak,” puji Arya membuat Sekar kembali tersipu malu.“Aku belajar dari Bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 9. Menunggu Paman Wayan

    “Silahkan diminum dan dicicipi Mas panganan ala kadarnya, Mas,” ujar Sekar diiringi senyum manisnya.“Terima kasih, Sekar. Sudah hampir sore Paman Wayan belum jua kembali, apa para sahabatnya itu berada jauh dari tempat ini?” ucap Arya sembari bertanya.“Ada yang dekat ada pula yang jauh, Mas. Sahabat-sahabat Paman itu bermukim di berbagai desa di pulau ini, jadi wajar jika Paman menemui semua sahabatnya memakan waktu yang cukup lama,” jawab Sekar sambil ikut duduk di pendopo itu.“Saka Galuh memang kejam dalam memimpin Kerajaan terhadap rakyatnya, ada banyak para warga desa yang kelaparan akibat persediaan untuk makan mereka habis karena harus membayar upeti pada pihak istana setiap bulannya. Ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut, secepatnya kita harus melakukan tindakan pada istana Kerajaan itu,” tutur Arya yang merasa kasihan melihat para warga desa yang tadi ia temui sambil membagi-bagikan beras yang dibeli Wayan Bima di pasar.“Benar Mas Arya, rakyat telah bertahun-tahun menderit

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 10. Kejinya Saka Galuh

    “Ya Bi, jika sebentar lagi Paman belum pulang juga aku akan mandi dulu dan kembali menunggunya di sini.”“Kalau begitu aku yang pamitan untuk mandi dulu Bi, Mas Arya,” Sekar mohon diri.“Ya silahkan Sekar,” ujar Arya dan Lasmi bersamaan.Sepeninggalnya Sekar, Arya lanjut bercakap-cakap dengan Lasmi sembari menunggu Wayan Bima pulang dari mengunjungi para sahabatnya yang tinggal di berbagai desa di Pulau Dewata itu.****Sore itu di istana Kerajaan Dharma, Saka Galuh tampak mengumpul beberapa orang kepercayaannya di sebuah ruangan.“Maksud dan tujuanku mengumpulkan kalian di sini, untuk membicarakan mengenai upeti yang setiap bulan kita minta dari para warga desa,” Saka Galuh membuka pembicaraan di ruangan itu.“Maaf yang mulia, apakah upeti-upeti yang kita kumpulkan bulan yang lalu tidak mencukupi?” tanya salah seorang orang kepercayaan istana itu.“Bukan begitu, upeti yang didapatkan bulan kemarin cukup banyak. Akan tetapi aku menginginkan bulan depan upeti-upeti itu lebih banyak lag

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 110. Ajian Cincin Bulan Menentang Angin

    “Ya Mas, sebaiknya memang kami mencari mereka ke desa-desa lainnya karena di sini tidak kami temui. Terima kasih Mas Pati kami mohon diri,” Pati Dewo hanya mengangguk sembari tersenyum berpura-pura ramah padahal di hatinya saat itu ingin menghajar rombongan Padepokan Lumut yang datang itu.Rombongan utusan Padepokan Lumut itu kembali naik ke atas kuda mereka masing-masing, kemudian berlalu meninggalkan halaman kepala Desa Cagar itu menuju desa-desa lainnya.Pati Dewo tentu saja lega dan puas karena rombongan utusan itu percaya saja dengan semua yang ia katakan jika Deka dan rombongan tidak pernah datang menemuinya, kepala Desa Cagar itu sudah cukup senang karena berhasil mengerjai anak buah Lenggo Lumut itu.*****Saat Arya dan Mantili tiba di rumah Sapto kepala Desa Tandur, di halamannya terlihat beberapa ekor kuda dan pria berpakaian serba hijau berbicara dengan kepala desa itu sambil berdiri. Mereka tampak bersitegang karena adu mulut, melihat hal itu Arya dan Mantili mempercepat l

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 109. Menaruh Harapan Pada Arya

    Pagi itu setelah beristirahat di rumah Sapto kepala Desa Tandur, Arya dan Mantili menuju Desa Telaga yang terletak tidak jauh dari desa itu di sebelah barat. Mereka berpapasan dengan beberapa warga di sana yang hendak menuju lahan persawahan, hingga Arya dan Mantili yang bertanya rumah kepala desa mereka di antar langsung oleh salah seorang warga Desa Telaga itu ke kediaman Pamungkas.Pamungkas yang memang selalu ramah menerima kedatangan tamu di kediamannya, kedatangan Arya dan Mantili pun di terima dengan baik dan sangat ramah.“Maaf sebelumnya, Kisanak berdua datang dari mana?” tanya Pamungkas.“Kami datang dari Desa Tandur Mas, namaku Arya dan ini Mantili.”“Oh dari Desa Tandur, desa tetangga yang paling terdekat rupanya. Namaku Pamungkas dan aku sebagai kepala desa di sini,” ujar Pamungkas yang juga memperkenalkan dirinya.“Ya Mas, kami juga tadi di beritahu salah seorang warga yang tadi mengantar kami ke sini,” ulas Arya.“Terima kasih sebelumnya aku ucapkan mewakili seluruh war

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 108. Amarah Dan Dendam

    “Mereka telah kembali dan sekarang tengah bersenang-senang dengan para wanita penghibur karena tugas yang mereka laksanakan berhasil,” jawab anggota padepokan bernama Saga itu.“Bagus, berarti yang menjadi masalah sekarang Deka dan rombongannya yang belum kembali.”“Benar Ketua, besok pagi secepatnya beberapa orang anggota padepokan ini akan aku perintahkan mencari mereka.”“Ya, sekarang kamu boleh kembali ke tempatmu jika memang tidak ada lagi yang hendak kamu laporkan,” ujar Lenggo Lumut.“Baik Ketua, aku mohon diri,” Lenggo Lumut mengangguk, Saga pun berlalu dari ruangan itu.******Tewasnya Sandaka yang memiliki julukan Gagak Htam Dari Utara akhirnya sampai juga beritanya ke telinga Adik seperguruannya di Padepokan Gagak Timur bernama Welung Pati, kabar itu sendiri di bawa oleh satu-satunya anggota Padepokan Gagak Hitam yang selamat dalam pertempuran sengit di Desa Sampang di Pulau Madura.Saat penyerangan Padepokan Gagak Hitam itu oleh gabungan warga 3 buah desa yang dipimpin Ary

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 107. Di Desa Cagar

    “Namaku Arya, dan ini Mantili. Kami datang dari Desa Tandur dan tak sengaja melintas di sini dan mendengar pembicaraan Mas Pati dengan para anggota Padepokan Lumut ini, maafkan kami bukannya lancang ikut campur akan tetapi kami juga tidak suka dengan orang-orang Padepokan Lumut.”“Oh, kalian berdua ternyata warga Desa Tandur. Kalian hendak ke mana?” tanya Pati Dewo.“Yang warga Desa Tandur hanya Mantili saja Mas, sedangkan aku hanya pendatang di kawasan ini. Kami tadi sebenarnya dari Desa Begawan dan memang sengaja menuju desa ini, kalau boleh tahu siapa kepala desa di sini Mas Pati?” Arya menjelaskan lalu balik bertanya.“Aku kepala Desa Cagar ini,” jawab Pati Dewo.“Oh, kebetulan sekali. Apakah kami boleh ngobrol barang sebentar dengan Mas Pati?”“Tentu saja, mari kita ngobrol di dalam,” ajak Pati Dewo, Arya dan Mantili tak segera melangkah mereka mengarahkan pandangan pada belasan anggota Padepokan Lumut yang masih berada di depan rumah itu.“Hemmm, kalian tak perlu kuatir mereka t

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 106. Perintah Menaikan Upeti

    “Baik Arya, secepatnya pula aku akan memilih beberapa orang di antara para warga yang memiliki keberanian seperti Arya katakan itu.”“Untuk mempersingkat waktu, ada baiknya kami sekarang pamit hendak menuju desa-desa lainnya Paman. Nanti kalaupun aku atau Mantili tidak sempat datang ke sini, kami akan mengutus orang untuk memberitahu Paman kapan akan kita laksanakan rencana itu,” ujar Arya sembari berpamitan.“Ya Arya, silahkan. Hati-hati,” Arya dan Mantili mengangguk kemudian berdiri dari duduknya lalu melangkah ke luar dari rumah kepala Desa Begawan itu.****Belasan penunggang kuda tampak beriringan melewati tepian persawahan warga hendak menunju pemukiman sebuah desa, melihat dari pakaian yang mereka kenakan serba hijau mereka adalah bagian dari anggota Padepokan Lumut.Setelah memasuki pemukiman desa belasan kuda itu berhenti di halaman sebuah rumah yang beberapa orang warga tampak duduk di pendopo rumah itu, seorang pria di pendapa berdiri dari duduknya dan berjalan tergesa-gesa

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 105. Padepokan Lumut Meresahkan

    “Bukan Paman, hanya aku yang warga Desa Tandur itu sementara Mas Arya berasal dari sebuah desa di ujung barat Pulau Jawa ini. Paman Wirya kenal dekat dengan Paman Sapto?” ujar Mantili.“Bukan hanya kenal kami juga telah lama bersahabat, apakah dia sekarang baik dan sehat-sehat saja di Desa Tandur itu?”“Baik dan sehat-sehat saja Paman, kami datang menemui Paman Wirya di desa ini karena ada sesuatu hal yang hendak kami rembukan dengan Paman berkaitan dengan orang-orang anggota Padepokan Lumut. Tentunya warga desa di sini juga diharuskan membayar upeti setiap bulannya kan Paman?”“Benar sekali Mantili, sebenarnya kami merasa keberatan karena upeti yang mereka inginkan terlalu besar dan cukup membuat warga desa terbebani. Akan tetapi demi tak menginginkan sesuatu hal terjadi pada diri kami, makanya kam terpaksa memenuhi keinginan mereka itu,” tutur Wirya.“Bukan hanya Paman Wirya dan warga desa di sini saja yang merasa keberatan tapi juga warga Desa Tandur, untuk itu pula kami datang ke

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 104. Lenggo Lumut Berpesta

    “Sudahlah iklaskan saja, kita memang tak dapat berbuat apa-apa. Jika kita bersikukuh mempertahankan bantuan dari desa tetangga itu bukan tidak mungkin nanti kita akan di perlakukan kasar oleh mereka bahkan bisa saja ada di antara kita yang menjadi korban,” tutur Pamungkas menyabarkan hati para warganya yang sedih atas perlakuan rombongan anggota Padepokan Lumut itu.“Sekarang beberapa dari kalian pergilah berburu untuk makan malam kita nanti, dan yang lain tetap ke lahan persawahan berkerja dan bercocok tanam kembali,” sambung Pamungkas.“Baik Mas,” ucap mereka, kemudian melakukan apa yang di perintahkan kepala desa mereka itu.Sementara di Padepokan Lumut rombongan yang tadi berhasil membawa seluruh bantuan dari desa tetangga di Desa Telaga itu di puji oleh Lenggo Lumut, mereka di perlakukan spesial di padepokan itu.“Mari kita minum bersama atas keberhasilan kalian ini..! Ha..ha..ha..!” seru Lenggo Lumut mengajak rombongan anak buahnya yang dari Desa Telaga itu untuk berpesta minuma

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 103. Dendam Mantili

    “Mereka semua berlarian mengungsi ke daerah perbukitan di sebelah utara desa itu, setelah sehari semalam pula mereka mengungsi begitu air Kali Mas surut dan pemukiman mereka telah layak untuk dihuni mereka pun kembali ke desa,” Sapto menjelaskan.“Kasihan mereka ya, Paman?”“Ya, siang tadi kami seluruh warga desa di sini memberi bantuan berupa beras dan lauk pauk karena lahan persawahan dan persediaan makanan mereka habis semua di sapu arus banjir.”“Berapa lama bantuan tadi siang itu dapat mereka gunakan, Paman?”“Kalau dari warga Desa Tandur ini saja, mungkin dapat mereka gunakan 3 sampai 4 hari saja, tapi desa-desa tetangga lainnya juga pasti membantu hingga nanti mereka dapat menggunakannya untuk kebutuhan 3 minggu hingga sebulan.”“Mereka juga kawasan desa di bawah kekuasaan Padepokan Lumut, Paman Sapto?” kali ini Mantili yang bertanya.“Ya, mereka juga musti membayar upeti setiap bulannya ke padepokan itu.”“Wah, bahaya kalau sampai anggota Padepokan Lumut menagih upeti bulan in

  • Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas   Bab 102. Bantuan Dari Desa Tetangga

    “Mereka adalah orang-orang Padepokan Lumut, mereka mewajibkan seluruh warga desa untuk memberi upeti kepada mereka setiap bulannya,” kembali Sapto menjawab dengan rasa tertekan dengan ketentuan yang ditetapkan Padepokan Lumut itu.“Orang-orang Padepokan Lumut? Dan memaksa para warga di sini untuk memberi upeti setiap bulannya? Kurang ajar..! Cepat tunjukan di mana Padepokan Lumut itu berada Paman? Biar aku hajar mereka..!” Mantili geram dan tak sabar ingin membuat perhitungan dengan anggota Padepokan Lumut itu.“Sabar Mantili, jangan keburu emosi. Mereka memiliki anggota yang tidak sedikit ada puluhan orang,” ujar Sapto berusaha agar Mantili tidak bertindak nekad.“Benar apa yang dikatakan Paman Sapto itu, Mantili. Sebuah padepokan tentu banyak memiliki anggotanya dan kita tak boleh gegabah dalam bertindak,” Arya ikut menyabarkan hati Mantili yang tersulut emosi dan juga dendam kedua orang tuanya yang tewas oleh mereka.“Ya Mas, aku memang tak seharusnya memperturutkan amarahku yang b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status