Pendekar Rajawali Dari Andalas itu membayangkan betapa menderitanya para warga desa di seluruh kawasan Pulau Dewata itu atas kekejaman Kerajaan Dharma yang dipimpin oleh Saka Galuh, dan memang perlakuan tidak manusiawi yang kerap diterima oleh para warga yang terlambat membayar upeti apalagi tidak dapat membayarnya sama sekali dalam bulan tertentu.
Para prajurit utusan Kerajaan bukan hanya akan mengambil paksa persediaan makanan berupa padi dan beras di rumah warga yang tidak mampu membayar upeti pada bulan itu, mereka juga akan mendapat penyiksaan terlebih jika warga itu berusaha menghalang-halangi para prajurit dalam melakukan tindakan pemaksaan itu.
Karena membayangkan betapa menderitanya para warga di bawah kepemimpinan Saka Galuh yang merupakan raja sebuah Kerajaan besar, sedangkan seorang Adipati yang pernah ia temui dulu di Tanah Minang saja yang hanya seorang Adipati dapat membuat warga desa semenderita begitu apalagi seorang raja yang kejam seperti Saka Galuh itu.
“Keparat..! Tak di mana-mana selalu saja ada pemimpin yang serakah..! Demi kesenangannya dia sampai hati membuat raktyatnya menderita..! Aku harus membuat perhitungan dengan Saka Galuh biadab itu...!” geram Arya dalam hati, kedua tangannya terlihat mengepal, kalau saja saat itu orang yang dimaksud ada di depannya mungkin saat itu juga sang pendekar akan menghajarnya.
Saat itu pulalah timbul di hati Arya untuk mengurungkan niatnya untuk segera kembali ke Tanah Jawa, Arya memilih bertahan di Desa Kuta itu dan tentu saja akan menyusun rencana untuk membebaskan penderitaan para warga desa di seluruh kawasan Pulau Dewata dari kebiadaban pihak istana Kerajaan Dharma yang di pimpin Saka Galuh itu.
Sekembalinya dari rumah Wijaksa kepala Desa Kuta, Arya dan Wayan Bima duduk di pendopo rumah tempat tadi sore murid Nyi Konde Perak itu terbaring pingsan. Arya bertanya secara lengkap mengenai keluarga Wayan Bima itu yang dikatakan Wijaksa mantan penghuni istana sebelum Saka Galuh memimpin, atau pada waktu itu di bawah kepemimpinan Prabu Swarna Dipa.
Wayan Bima pun bercerita kalau dia dan istrinya sengaja pergi dari istana itu dan secara diam-diam mendirikan pemukiman di pinggiran pantai itu memilih menjadi seorang nelayan, Wayan Bima juga mengatakan jika Sekar bukanlah putri kandungnya melainkan putri mahkota Prabu Swarna Dipa hanya saja antara dia dan Saka Galuh berbeda Ibu sebab pada waktu Sekar masih berusia 5 tahun Ibundanya wafat dan Prabu Swarna Dipa menikah kembali dengan Ibu dari Saka Galuh itu.
“Aku sengaja meminta istri dan keponakanku untuk ikut serta dalam obrolan kita di pendopo ini Arya, karena ada hal penting yang ingin aku ceritakan,” ulas Wayan Bima.
“Hal penting apa itu, Paman?”
“Begini Arya, Sekar bukanlah keponakan kandungku melainkan keponakan angkat yang kami bawa melarikan diri dari istana Kerajaan Dharma beberapa tahun yang lalu. Kami juga dulunya bagian dari istana Kerajaan itu,” tutur Wayan Bima.
“Apa? Kalian merupakan bagian dari istana Kerajaan Dharma? Lalu kenapa musti pergi apalagi melarikan diri dari sana, Paman?” Arya terkejut lalu ingin tahu cerita selengkapnya.
“Aku merupakan orang kepercayaan Baginda Prabu Swarna Dipa dulunya, namun sejak permaisuri Ayu Bestari yaitu Ibu kandung dari Sekar wafat dan Prabu menikah lagi kondisi Kerajaan berubah sangat menguatirkan, terutama saat putra mahkota Saka Galuh telah dewasa. Permaisuri yang baru sekaligus Ibunda dari Saka Galuh itu mengatur strategi licik untuk merebut kekuasaan dari tangan Prabu Swarna Dipa dengan bermaksud menjadikan Saka Galuh sebagai Raja,” tutur Wayan Dipa.
“Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Paman?” Arya makin penasaran.
“Mereka berhasil menjebak Prabu Swarna Dipa dengan mengajaknya pergi berburu, dan di tempat berburu itulah Prabu Swarna Dipa tewas diserang oleh seorang yang berilmu sangat tinggi, para prajurit tak mampu melindungi Prabu Swarna Dipa sementara Saka Galuh yang saat itu juga ikut berburu tidak melakukan tindakan apa-apa terkesan membiarkan penyerangan itu hingga Prabu Swarna Dipa tewas,” lanjut Wayan Bima.
“Ada yang tidak beres dengan Saka Galuh itu, Paman. Aku curiga sosok yang menyerang Prabu Swarna Dipa itu adalah orang suruhannya,” Arya menduga.
“Aku juga mengira demikian, salah seorang prajurit istana menceritakan semuanya itu saat dia dan prajurit lainnya berusaha menghadang si penyerang Prabu Swarna Dipa, Saka Galuh hanya diam saja bahkan tersenyum senang,” Wayan Bima terlihat gusar jika ingat saat salah seorang prajurit memberi laporan padanya penyebab Prabu Swarna Dipa tewas di tempat ia pergi berburu.
“Tidak salah lagi berarti sosok yang menyerang Prabu Swarna Dipa itu adalah orang suruhan Saka Galuh, lantas setelah kejadian itu apa tindakan Paman dan anggota istana lainnya?”
“Aku bermaksud hendak mengumpulkan seluruh anggota istana termasuk juga dengan para prajurit untuk membicarakan hal itu, akan tetapi Saka Galuh melarangku untuk tidak memperpanjang masalah yang terjadi hingga tewasnya Prabu Swarna Dipa.”
“Lantas Paman menuruti keinginan Saka Galuh itu?”
“Aku terpaksa mengikutinya, Arya. Karena sebelumnya ternyata Saka Galuh telah mengatur siasat itu dengan mengancamku untuk tidak membahas tewasnya Prabu Swarna Dipa,” jawab Wayan Bima sedih.
“Jadi Sekar dan Saka Galuh saudara tiri?”
“Benar Mas Arya,” kali ini Sekar yang menjawab.
“Keparat..! Saudara tiri macam apa itu, tega-teganya membunuh Ayah kandung sendiri demi merebut tahta Kerajaan,” Arya benar-benar gusar.
“Aku sendiri sempat akan dibunuh Mas, beruntung Paman Wayan dan Bi Lasmi melarikan aku dari istana itu dan membawaku tinggal di desa ini,” ujar Sekar.
“Benar-benar manusia berhati iblis dia..! Aku akan bantu kamu Sekar untuk membalaskan dendam Ayahmu sekaligus merebut kembali tahta Kerajaan Dharma dari tangan iblis saudara tirimu itu,” tutur Arya penuh semangat berapi-api.
“Jangan Mas, itu sangat berbahaya. Para prajurit yang jumlahnya ratusan pasti akan menghadang Mas Arya saat hendak masuk ke istana,” cegah Sekar.
“Hemmm, berarti otak semua itu adalah Ibunda Saka Galuh. Putranya itu hanya sebagai alat saja untuk menduduki tahta Kerajaan sementara semuanya dikendalikan olehnya,” ujar Arya memberi pandangan.“Benar Arya, aku juga sependapat denganmu. Dwinta memang kejam wanita berhati iblis!” Wayan Bima turut geram.“Oh, jadi nama Ibunda Saka Galuh itu Dwinta?” Wayan Bima hanya menjawab dengan anggukan kepalanya sementara rasa geramnya belum reda pada Ibu tiri dari Sekar itu.“Dia memang kejam Mas Arya, semasa remajaku di belakang Ayahanda aku kerap diperlakukan tidak baik bahkan pernah diperintah untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh para pembantu di istana,” Sekar menceritakan keluh-kesahnya saat diperlakukan rendah oleh Ibu tirinya itu sewaktu di istana.“Kamu tak pernah menceritakan itu pada Ayahandamu?”“Aku takut Mas, karena selalu diancam akan disakiti.”“Paman Wayan dan Bi Lasmi tahu akan hal itu?” Arya alihkan pertanyaan pada Paman dan Bibi angkat Sekar.“Awalnya kami tidak tahu, Arya
“Ya, sebagai seorang putra mahkota sudah selayaknya pula kamu memiliki ilmu silat yang jauh lebih tinggi dari para prajurit dan bahkan Panglima Kerajaan. Berangkatlah besok pagi, kamu akan di antar oleh beberapa orang prajurit istana yang pernah Ayahanda bawa serta dulu ke sana,” pinta Sang Prabu memberi perintah.Saka Galuh sebenarnya sama sekali tidak berminat dengan usulan Ayahandanya itu, namun ia tak berani menolak perintah meskipun kesehariannya seorang Saka Galuh selalu membangkang perintah di belakang Sang Prabu.Pagi itu Saka Galuh memang terlihat bersiap seperti seorang yang akan berpergian jauh, tentu saja Sang Prabu senang karena putranya itu menjalani perintahnya dan akan menjadi seorang pemuda yang memiliki keahlian silat.Akan tetapi harapan Sang Prabu itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi, saat Saka Galuh dan beberapa orang prajurit istana berlayar dengan perahu ke Pulau Madura. Putra mahkotanya itu memilih menuju Pulau Jawa, ia sengaja berada di Pulau Jawa i
“Benar, jika dibiarkan bukan tidak mungkin makin lama rakyat akan semakin menderita.”“Sepertinya malam telah kian larut Arya, sebaiknya kita sekarang istirahat. Mari kita tidur di dalam,” ajak Wayan Bima.“Kalian saja yang tidur di dalam, aku di sini saja.”“Jangan Arya, di luar udaranya terlalu dingin. Kita bisa tidur di ruangan depan,” ujar Wayan Bima.“Tidak apa-apa, Paman. Kalian masuk dan beristirahatlah di dalam, aku di sini saja sembari memantau situasi Desa Kuta ini.”“Baiklah jika begitu kami pamit untuk istirahat dulu,” Arya anggukan kepalanya sembari tersenyum, Wayan Bima, Lasmi dan Sekar masuk ke dalam rumah.Udara malam di pendopo terlebih letaknya tidak jauh dari pinggiran pantai tentu saja dingin apalagi jika angin bertiup dari lautan, namun bagi Arya hal itu merupakan hal biasa bahkan lebih nyaman berada di pendopo itu karena biasanya dia tidur di pinggir hutan yang terkadang diterpa hujan yang tentu lebih dingin lagi.Arya memang telah rebahkan tubuhnya berbaring di
“Justru berlebih makanya uang hasil penjualan ikan-ikan ini aku bagikan pada para warga desa yang kehidupannya sangat sulit, sebab penghasilan mereka tidak mencukupi karena harus menyisihkan untuk upeti buat istana Kerajaan.”“Paman Wayan memang luar biasa, sangat mulia hatimu Paman,” puji Arya dengan rasa kagumnya.“Hanya membantu sesama saja Arya, dan hal itu aku lakukan karena kepemimpinan Saka Galuh telah banyak membuat para warga desa menderita. Para sahabatku di desa-desa lain juga melakukan itu jika penghasilan mereka berlebih dari kebutuhan sehari-hari,” tutur Wayan Bima sambil mengendalikan gerobak kudanya.“Pada saat Prabu Swarna Dipa memimpin apa tidak ada upeti yang ditarik pihak istana, Paman?”“Tentu saja ada, Arya. Dan itu memang sudah ketentuannya di setiap kawasan yang dikuasai sebuah Kerajaan, hanya saja upeti yang beliau anjurkan pada rakyatnya semasa kepemimpinan Prabu Swarna Dipa terbilang kecil dan tidak memberatkan para warga desa,” jawab Wayan Bima menjelaskan
“Hemmm, istana Kerajaan ini cukup besar dan megah juga. Para prajurit dan penjaga di sini juga tidak terkesan ketat dengan membolehkan siapa saja masuk hingga taman di halaman istana ini,” gumam Arya sambil terus mengitari pandangannya ke seluruh bagian luar istana itu yang tentunya dengan tetap bersikap santai dan tak menunjukan gerak-gerik mencurigakan.Sekitar setengah jam Arya duduk di taman mengamati kawasan istana Kerajaan itu, ia pun kembali ke pasar menemui Wayan Bima.“Wah, cepat sekali ikan-ikan Paman terjual habis!” seru Arya girang bercampur terkejut saat ia tiba di meja di mana Wayan Bima dan dia tadi berjualan ikan.“Itu karena ada beberapa orang pelangganku memborongnya untuk dijual lagi di pasar-pasar kecil di desa mereka,” tutur Wayan Bima diiringi senyumnya. “Menyenangkan sekali berdagang ikan di pasar ini ya, Paman?” Arya begitu semangatnya membantu Paman Wayan membereskan tempat ikan-ikan yang tadi mereka bawa dari rumah, kemudian merapikan meja dan tempat mereka
Meskipun Wayan Bima, Lasmi dan Sekar adalah mantan penghuni penting istana Kerajaan. Akan tetapi mereka tetap berpenampilan sederhana, begitu pula cara kehidupan mereka sehari-hari di rumah itu.Demikian pula dengan penyajian makanan saat makan bersama, semua alat-alat makan juga sederhana tak ada kesan mewah saat mereka dulu tinggal di istana Kerajaan. Namun begitu rasa masakan yang dibuat Lasmi dan Sekar sangat lezat tak kalah dengan yang dibuat para pembantu-pembantu istana, terlebih sop kepiting buatan Sekar yang jadi spesial dipenyajian makan saat itu.“Wah, kepiting ini sangat lezat sekali!” seru Arya yang nampak lahap sekali makannya.“Hemmm, sop kepiting ini Sekar yang memasak,” ujar Lasmi diiringi senyum dan matanya melirik pada Sekar yang nampak malu-malu.“Sungguh aku tak pernah merasakan masakan selezat ini, ternyata kepiting sangat enak bila di sop. Aku tak menyangka seorang putri Kerajaan pintar memasak,” puji Arya membuat Sekar kembali tersipu malu.“Aku belajar dari Bi
“Silahkan diminum dan dicicipi Mas panganan ala kadarnya, Mas,” ujar Sekar diiringi senyum manisnya.“Terima kasih, Sekar. Sudah hampir sore Paman Wayan belum jua kembali, apa para sahabatnya itu berada jauh dari tempat ini?” ucap Arya sembari bertanya.“Ada yang dekat ada pula yang jauh, Mas. Sahabat-sahabat Paman itu bermukim di berbagai desa di pulau ini, jadi wajar jika Paman menemui semua sahabatnya memakan waktu yang cukup lama,” jawab Sekar sambil ikut duduk di pendopo itu.“Saka Galuh memang kejam dalam memimpin Kerajaan terhadap rakyatnya, ada banyak para warga desa yang kelaparan akibat persediaan untuk makan mereka habis karena harus membayar upeti pada pihak istana setiap bulannya. Ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut, secepatnya kita harus melakukan tindakan pada istana Kerajaan itu,” tutur Arya yang merasa kasihan melihat para warga desa yang tadi ia temui sambil membagi-bagikan beras yang dibeli Wayan Bima di pasar.“Benar Mas Arya, rakyat telah bertahun-tahun menderit
“Ya Bi, jika sebentar lagi Paman belum pulang juga aku akan mandi dulu dan kembali menunggunya di sini.”“Kalau begitu aku yang pamitan untuk mandi dulu Bi, Mas Arya,” Sekar mohon diri.“Ya silahkan Sekar,” ujar Arya dan Lasmi bersamaan.Sepeninggalnya Sekar, Arya lanjut bercakap-cakap dengan Lasmi sembari menunggu Wayan Bima pulang dari mengunjungi para sahabatnya yang tinggal di berbagai desa di Pulau Dewata itu.****Sore itu di istana Kerajaan Dharma, Saka Galuh tampak mengumpul beberapa orang kepercayaannya di sebuah ruangan.“Maksud dan tujuanku mengumpulkan kalian di sini, untuk membicarakan mengenai upeti yang setiap bulan kita minta dari para warga desa,” Saka Galuh membuka pembicaraan di ruangan itu.“Maaf yang mulia, apakah upeti-upeti yang kita kumpulkan bulan yang lalu tidak mencukupi?” tanya salah seorang orang kepercayaan istana itu.“Bukan begitu, upeti yang didapatkan bulan kemarin cukup banyak. Akan tetapi aku menginginkan bulan depan upeti-upeti itu lebih banyak lag
“Maafkan saya yang mulia, saya datang menghadap karena hendak menyampaikan sesuatu,” ucap penjaga itu setelah sebelumnya memberi sembah hormat.“Oh, silahkan penjaga apa yang hendak kau sampaikan,” ujar Sang Raja yang bernama Satrio Mandalu itu.“Di depan ada tiga orang ingin bertemu dengan yang mulia, mereka mengatakan dari istana Kerajaan Demak.”“Hah? Ada utusan dari Kanjeng Sultan Demak? Kenapa tidak dipersilahkan saja masuk?”“Maaf yang mulia, kami tentunya harus memberi laporan terlebih dahulu seperti yang mulia perintahkan,” jawab penjaga itu.“Hemmm, ya sekarang kau bawa mereka masuk menghadap saya di sini.”“Baik yang mulia,” penjaga itu memberi sembah hormat lalu meninggalkan ruangan itu.Beberapa saat kemudian penjaga itu datang kembali beserta ketiga orang yang mengaku dari istana Kerajaan Demak, setelah mengantar ketiga tamu itu penjaga itupun kembali ke depan pintu gerbang.“Sebuah kehormatan atas kedatangan kalian bertiga yang merupakan utusan dari Kanjeng Sultan Demak,
“Dasar bocah bejad, masih saja tak percaya..!”Habis berkata pria berpakaian coklat itu berubah menjadi sosok bertubuh besar empat kali lipat besar dan tingginya dari tubuh ia sebelumnya, sosok itu sangat menyeramkan memiliki satu mata di tengah-tengah wajahnya dan bertanduk di bagian belakang kepalanya.“Sudah Guru..! Cepat Guru menyamar kembali, nanti ada yang melihat,” seru Pangeran Durjana yang terkejut sekaligus yakin jika sosok itu memang Gurunya.Sosok bertubuh besar bertanduk di bagian belakang kepalanya yang tidak lain adalah Setan Tanduk Neraka kembali merubah wujudnya menjadi seorang pria berpakaian coklat, beberapa kali ia menyentil-nyentil kuping Pangeran Durjana karena dari awal muridnya itu tak percaya padanya.“Luar biasa..! Saya tak menyangka Guru juga memiliki ilmu bisa merubah bentuk tubuh seperti ini, makanya saya tadi tidak percaya karena memang Guru tidak pernah mengatakan dapat berubah wujud,” puji Pangeran Durjana.“Hemmm, tapi ilmu ini tak bisa diwariskan kepa
Seorang pria berbadan kekar berparas cukup tampan mengenakan pakaian coklat berjalan santai menuju Lembah Neraka, pria itu datang dari arah selatan dan mulai memasuki kawasan yang saat ini diawasi oleh para mata-mata dan para anggota yang dipilih Padepokan Neraka yang di pimpin Pangeran Durjana itu.Baru saja menjejakan kaki masuk di kawasan itu, seorang mata-mata padepokan datang menghadang yang diikuti beberapa orang bersenjata golok dan tombak.“Berhenti..! Kau memasuki kawasan padepokan kami, kau siapa dan ada keperluan apa masuk ke sini?” tanya mata-mata padepokan.“Hemmm, saya hendak bertemu dengan Ketua kalian Pangeran Durjana,” jawab pria berpakaian coklat itu.“Katakan dulu kau siapa dan ada perlu apa menemui Ketua kami..!”“Kalau berkenaan dengan keperluan apanya saya menemui Ketua kalian itu rahasia dan tak perlu juga kalian ketahui, jika saya tidak diperbolehkan ke padepokan kalian tidak apa saya tunggu saja di sini. Yang pasti katakan pada Ketua kalian itu bahwa saya Seta
Sembari menunggu matahari agak condong ke barat, tengah hari itu mereka manfaatkan untuk beristirahat dan makan siang bersama. Dari arah barat tampak pula 3 orang yang tengah berjalan santai meniti pematang sawah menuju dangau tempat beberapa petani sedang makan siang bersama itu, mereka terdiri dari satu orang wanita dan dua orang pria.Para petani di dangau sempat arahkan pandangan ke arah ketiga orang yang tengah meniti pematang itu, mereka saling pandang seperti bertanya apakah ada di antara mereka yang mengenal tiga orang yang berjalan di pematang sawah menuju ke arah dangau mereka itu.Keseluruh para petani itu menampakan raut wajah yang bingung pertanda tak ada satupun di antara mereka yang mengenali tiga orang yang saat itu telah dekat dengan dangau tempat mereka duduk makan siang bersama, dua orang di antara petani itu hentikan makan lalu berdiri dari duduknya berjalan menghampiri ketiga orang yang telah tiba di depan dangau itu.“Maaf, jika kehadiran kami telah mengganggu is
Bayangan hitam yang sangat besar tiba-tiba saja muncul tepat di depan Setan Tanduk Neraka duduk bersila melakukan semedi, saking besarnya puncak kepalanya menyentuh langit-langit goa padahal dia juga memposisikan tubuhnya duduk di atas batu besar di depan Guru Pangeran Durjana itu.Makin lama bayangan itu semakin jelas wujudnya yang tak kalah menyeramkan dengan wujud Setan Tanduk Neraka, kehadirannya di sana membuat dinding-dinding goa bergetar hebat seakan mau runtuh.“Ha.. ha.. ha..! Ada gerangan apa kau memanggilku ke sini, Setan Tanduk Neraka..?!” kembali dinding-dinding goa itu bergetar hebat, Setan Tanduk Neraka membuka matanya.“Terimalah sembahku yang mulia Raja Setan Sejagad,” ucap Setan Tanduk Neraka memberi sembah, sosok raksasa di depannya itu hanya anggukan kepala.“Maafkan saya yang mulia jika saya lancang memanggil yang mulia Raja datang ke sini, adapun tujuannya hendak meminta bantuan menyempurnakan ilmu tanduk neraka yang mulia sematkan di kepala saya. Yang mulia berk
Para anggota atau anak buah Pangeran Durjana yang mendiami padepokan itu telah mencapai 2.000 orang, itu semua karena Padepokan Neraka memang memiliki daya tarik kuat untuk bergabung menjadi anggota sebab merasa terjamin kehidupan mereka di sana dengan berlimpah ruahnya upeti yang mereka terima dari berbagai Kerajaan dan padepokan yang telah mereka taklukan.Namun begitu Pangeran Durjana yang serakah itu masih belum puas dengan menguasai kawasan timur Pulau Jawa itu saja, ia ingin dapat menguasai seluruh Pulau Jawa dari timur hingga kawasan barat seperti yang dikehendaki Gurunya Si Setan Tanduk Neraka itu.Kedatangan Pangeran Durjana di halaman padepokan di sambut oleh Dipo Geni sebagai tangan kanannya atau di Kerajaan sebagai Panglima, melihat raut wajah junjungannya tidak terlihat gembira Dipo Geni tak berani bertanya selain mengiringi junjungannya itu hingga ke dalam ruangan kebesaran Padepokan Neraka itu.“Dipo Geni, selama saya pergi meninggalkan padepokan ini apakah ada Kerajaan
Tanpa menunggu waktu lama lagi Pangeran Durjana segera meninggalkan goa itu, ia menuju ke arah timur itu artinya di akan kembali ke padepokannya di Lembah Neraka di kawasan Gunung Merapi.Setan Tanduk Neraka sebenarnya sosok mahkluk astral sejenis jin yang sebelum dimasuki roh Sura Brambang sosok bertubuh empat kali lipat manusia biasa itu tidak pernah bisa dilihat dan dia pun tak bisa juga menunjukan dirinya setiap saat kepada manusia.Roh Sura Brambang yang selalu gentayangan berupa arwah penasaran itu, takan pernah merasa senang jika Tanah Jawa belum mengalami kehancuran karena memang semasa hidupnya dulu merupakan dedengkot tokoh golongan hitam. Melalui raga halus mahkluk astral yang mengerikan itulah, ia dapat berkomunikasi dan bisa dilihat oleh Pangeran Durjana sebagai murid sekaligus jalan mewujudkan keinginan jahatnya itu yang ingin melihat kehancuran di muka bumi terutama Pulau Jawa.Sosok Setan Tanduk Neraka bukan saja berwujud mengerikan tapi juga memiliki ilmu yang luar bia
Dari sisi kiri depan mulut goa tampak berkelebat sebuah bayangan merah, sosok itu seperti berlari-lari meniti dinding goa lalu salto di udara beberapa kali sebelum akhirnya ia duduk bersila pula di atas batu besar berhadap-hadapan dengan mahkluk aneh dan menyeramkan itu.“Ha.. ha.. ha..! Sudah lama kau tak datang mengunjungiku di sini bocah bejad..!” terdengar suara dan tawa dari makhluk mengerikan itu menggelegar memekakan telinga.“Maafkan saya Guru, saya baru sempat datang saat ini karena sebelumnya sibuk dengan rencana yang pernah saya sampaikan membuat sebuah padepokan dan sekarang semua itu telah terwujud. Bukan hanya itu saja Guru, saya juga telah berhasil menguasai kawasan timur Pulau Jawa ini,” tutur sosok yang baru masuk ke dalam goa itu, seorang pria berbadan kekar mengenakan pakaian serba merah.“Ha.. ha.. ha..! Ternyata selama ini kau hanya dapat menguasai kawasan timur saja, murid bodoh kenapa tidak seluruh Pulau Jawa ini?!” seru mahkluk aneh yang di panggil dengan sebut
“Dia merasa sangat tertekan dan merasa terhina sekali di bawah kendali Pangeran Durjana, sebagai seorang raja dia tak memiliki harga diri lagi. Dia mengajak kerja sama untuk melawan Pangeran Durjana itu, sebagai imbalannya Satrio Mandalu bersedia menyerahkan beberapa daerah kekuasaannya pada kami di perbatasan utara sana. Saya sebenarnya sangat kasihan dan sama sekali tak menginginkan daerah itu kalaupun kami bersedia membantunya, hanya saja sampai saat ini saya belum memberi keputusan karena saya masih disibukan untuk mengurus Kesultanan dan daerah-daerah kekuasan di Demak ini,” jelas Sultan Demak.“Mungkin ada baiknya kami nanti akan ke Kerajaan Mandalu itu bertemu dengannya, tentu dia tahu persis kediaman Pangeran Durjana dan para anak buahnya itu.”“Benar Dezo, saya juga hendak mengusulkan itu padamu. Pangeran Durjana memang telah keterlaluan beberapa tahun ini terkesan memperbudak Kerajaan-kerajaan dan padepokan di kawasan timur itu,” ujar raja Kesultanan Demak itu.“Saya juga pe