Beranda / Romansa / Kembalinya Sang Pangeran / Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

Share

Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

Penulis: Ine Time
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 15:31:44

Mendengar namanya dipanggil, Yuwen menghampiri dengan penasaran. Ia menurunkan ujung pedang penjaga dengan telunjuknya lantas menatap wanita yang berada di hadapan penjaga.

Penjaga tampak terkejut lantas membuka diri, membiarkan Yuwen maju. Wanita itu terkejut, mundur selangkah, mata lekat menatap Yuwen.

"Katakan, untuk apa seorang pelayan sepertimu mencari Pangeran Kedua?" ulangnya.

Jiali terdiam sesaat, warna merah menyebar di wajahnya yang tersembunyi dibalik cadar. "P-pelayan? Aku?" Jiali mundur, seolah kata-kata itu adalah cambuk yang menyentuh kulitnya. "Kamu memanggilku pelayan?"

Cepat Jiali menganalisa penampilan lawan bicaranya. Sepatunya hitam tinggi sampai betis dengan sol tebal dan plakat besi di bagian depan. Pakaiannya tampak mahal. Jiali tahu kualitas kain yang dikenakannya sangat tinggi. Motif naga terukir di lengan. Ornamen di tengah ikat kepalanya bukan besi biasa, melainkan lempengan dengan ukiran burung Phoenix di bagian depan.

Wajahnya simetris, dengan rahang tegas, hidung mancung, serta alis tebal yang memberi kesan tajam. Matanya yang gelap memancarkan karisma, sementara bibirnya yang tipis sering terlihat membentuk senyum percaya diri. Struktur tulang yang menonjol, memperkuat kesan maskulin elegan.

Dari semua penilaian ini, Jiali tahu pria yang ada di hadapannya bukan golongan prajurit tingkat rendah. Pria ini pasti punya kasta yang tinggi. Bahkan prajurit yang menghadang Jiali pun tampak sangat menghormatinya.

Mata Jiali mengerjap ketika Yuwen mengarahkan telunjuknya dengan dingin, melintasi tubuh Jiali dari kepala hingga kaki. "Pakaianmu sama dengan mereka," jawabnya sambil menunjuk para pelayan yang sibuk membawa hidangan di kejauhan.

Cepat Jiali memutar otak. "Aku Jiali, Han Jiali," ujarnya dengan cepat, berusaha menegaskan statusnya. "Ayahku—Han Dunrui—mungkin kamu pernah mendengar namanya? Dia terkenal seperti Kaisar Tao di negeri ini. Jangan buat aku kesulitan, katakan siapa namamu? Setelah aku berbicara dengan Pangeran Kedua, aku pastikan dia akan memberimu hadiah besar!" gertaknya berharap lawan bicaranya mau mengalah.

Yuwen menatapnya dengan dingin. "Hadiah? Untuk apa kamu mencari Pangeran Kedua?"

Kesal dan tahu bahwa pria ini bukan seseorang yang mudah dibujuk, Jiali mengubah intonasi bicaranya lebih lembut. "Aku tidak bisa memberitahumu, hanya Pangeran Kedua boleh tahu.”

Salah satu penjaga hendak berbicara, tetapi Yuwen mengangkat tangan, memberi tanda agar mereka tetap diam. Matanya tetap menatap Jiali, penuh perhitungan.

"Kalau begitu aku pergi," kata Yuwen, berbalik tubuh seolah ingin melangkah pergi.

Cepat Jiali menarik lengan Yuwen. "Kamu bicara seolah sangat dekat dengan Pangeran Kedua. Apa kamu pengawalnya? Yu Yong? Gu Yu Yong, ‘kan?" tebaknya penuh harap.

Yuwen menepis tangan Jiali dengan gesit. "Selain undangan berplakat emas, tidak ada yang boleh masuk ke aula utama," jawabnya singkat.

Jiali mendengus pelan, mencoba menenangkan diri, tetapi jantungnya berdegup kencang. "Yu Yong ... Kakak Gu ... Kamu tahu, aku akan menikah dengan Pangeran Kedua. Sebentar lagi aku akan menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Bukankah begitu?"

“Kenapa aku harus percaya kalau kau adalah putri dari saudagar Han?”

Jiali mendekatkan wajah lantas menyibak cadar lantas tersenyum. “Lihat, ini aku, Han Jiali!”

Wajah Jiali terkesan lembut dan ceria. Mata besar dan bulatnya memancarkan ekspresi semangat. Hidungnya kecil dan ramping, seimbang dengan bibirnya yang penuh dengan bentuk yang alami. Kulitnya cerah dan halus. 

Yuwen memang belum pernah bertemu dengan putri saudagar Han yang akan menjadi istrinya kelak, tetapi dilihat dari perawatan wajah dan kulit, sepertinya wanita ini tidak berbohong.

"Lalu?" Yuwen menatapnya lebih tajam, tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun pada cerita itu.

“Lihat, aku punya plakat resmi!” debatnya tidak mau kalah.

“Kau bisa saja mencurinya?”

“Mencuri? Aku? Mencuri?” Jiali diam sejenak, kalau tebakannya benar, berarti lelaki ini adalah tangan kanan Pangeran Kedua dan mendebatnya adalah satu kesalahan. “Kakak Gu,” ucapnya lebih lembut, "aku mohon, kamu pasti tahu di mana Pangeran Kedua berada. Aku harus bicara dengannya.”

"Bicaralah. Utarakan urusanmu padaku."

Jiali menatap Yuwen coba menilai apakah bisa mempercayai pria ini. "Aku mohon, aku ingin mengatakannya langsung. Ini tentang pernikahan kami. Kamu mengerti, bukan?" Jiali memohon, suaranya hampir terdengar putus asa.

"Pernikahan?" Yuwen mengangkat alisnya, ekspresi dingin di wajahnya sedikit mencair.

"Ya. Kamu pasti tahu, dalam lima hari kami akan menikah. Kami belum pernah bertemu sebelumnya. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan dengannya," katanya dengan bibir gemetar.

"Kalau begitu, katakanlah," ujar Yuwen menuntut.

Jiali menggelengkan kepala, wajahnya tampak lebih cemas. "Tidak bisa! Aku hanya ingin berbicara langsung! Jangan cegah aku, aku mohon!"

"Jiali!" 

Suara keras yang memanggil membuat keduanya menoleh bersamaan. Pupil mata Jiali melebar ketika tebakannya tentang pemilik suara itu muncul dari kejauhan, ternyata benar. Meski sangat merindukan Yunqin, tetapi kedatangannya ke istana adalah untuk mencari Yuwen. Bukan yang lain.

Tanpa peringatan, entah mengapa tiba-tiba Jiali menarik tangan Yuwen, membawanya berlari melintasi kerumunan pelayan yang sibuk, menuju koridor panjang kemudian berbelok masuk ke sebuah gudang penyimpanan makanan yang sepi.

"Aku rasa mereka sudah pergi," kata Yuwen sambil mengintip dari celah pintu. Matanya tajam, penuh kewaspadaan.

"Benarkah?" Jiali bertanya, rasa takut jelas terlihat di wajahnya. “Syukurlah kalau begitu,” lanjutnya berusaha menstabilkan deru napasnya.

"Aku rasa kedatanganmu ke istana adalah untuk mengacau," tebak Yuwen bersuara datar.

"Tidak! Aku hanya ingin bertemu dengan Qing Yuwen!" teriak Jiali, wajahnya memerah karena frustrasi. Nada bicaranya yang emosional malah membuat Yuwen mengangkat sebelah alisnya dan Jiali sadar itu pertanda buruk. "Aku tidak bermaksud kurang ajar, maksudku, aku ingin berbicara dengan Yang Mulia Pangeran Kedua Qing Yuwen," ucapnya cepat-cepat meralat.

"Aku sudah katakan, bicaralah." Yuwen bersikeras.

Jiali menyeka dari lantas menarik cadarnya. "Kakak Gu, apakah ada yang pernah bilang kalau kamu itu menyebalkan?"

Yuwen diam sejenak. “Oh, ya? Kita lihat apakah sikap kurang ajar itu bisa membawamu keluar dari paviliun utama tanpa masalah!” balasnya dingin.

Mata Jiali menyipit, nyalinya lenyap. Ia menarik tangan Yuwen dengan panik. "Kakak Gu, jangan seperti itu. Kelak, emm, kelak aku akan menjadi istri Pangeran Kedua. Nantinya Kakak bisa saja kesulitan," katanya, hampir berbisik.

"Kamu mengancamku?" Yuwen memandang Jiali, menuntut jawaban.

"Tidak, tidak, tidak!" Jiali cepat-cepat meralat. Takut dan kesal melebur jadi satu dalam dadanya. "Mana mungkin aku berani mengancam pengawal Pangeran Kedua." Jiali membuka pintu dengan hati-hati, memastikan tak ada orang di luar. "Sudah sepi, apa sebaiknya kita pergi dari sini?" bisiknya.

Yuwen diam sejenak. Bisa saja ia meninggalkan Jiali sendirian, tetapi mengingat wanita itu akan menjadi istrinya dalam lima hari ke depan, masalah yang bisa menimpa Jiali akan membuatnya kesulitan juga.

"Ikuti aku," perintah Yuwen menarik tangan Jiali keluar dari gudang. 

Mereka melangkah cepat, hingga akhirnya tiba di taman yang gelap dan sunyi. Bahkan suara gemerisik daun membuat suasana semakin mencekam.

"Kakak Gu, kita berjalan di jalur yang benar, kan?" Jiali bertanya, merapatkan tubuhnya. "Kamu tinggal di dekat perbatasan, jauh di sebelah gunung Fuxie. Apa kamu benar-benar tahu jalan di istana ini?" tanyanya lagi.

"Kalau kamu tidak percaya padaku maka pergilah sendiri," jawab Yuwen tanpa menoleh.

Jiali diam karena tahu ia tidak punya pilihan. Amarah yang sedari tadi membara di dadanya, dibiarkan tetap bercokol di sana.

"Tunggu di sini," titah Yuwen tiba-tiba.

"Baik." Langkah termasuk napas Jiali seolah terhenti.

Yuwen melangkah menuju dinding yang tertutup semak dan tanaman rambat. Ia menarik akar-akar yang menyelimuti pintu tersembunyi, lalu menatap Jiali dengan mata penuh perhitungan.

"Kemarilah," perintahnya.

Jiali mengikuti dengan ragu. Ketika matanya menangkap pintu rahasia itu, ia terbelalak. "I-ini? Sungguh pintu rahasia?"

"Kamu akan keluar melalui bagian selatan istana."

"Baik, terima kasih Kakak. Aku tidak akan melupakan jasamu." Jiali berusaha membuka pintu dengan penuh harapan, tepat ketika Yuwen menghentikannya.

"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan kepada Pangeran Kedua?"

"Aku sudah bilang, aku tidak bisa mengatakannya."

Suara pedang berdesing tajam membuat darah Jiali membeku. Ia hampir pingsan ketika pedang dingin dan mematikan itu menempel di lehernya..

"Katakan."

"Ba-baik, aku akan katakan."

Jiali mengusap lehernya, ketakutan masih terasa meski pedang itu telah ditarik dan disarungkan kembali.

"Katakan."

"Aku ... aku seharusnya yang menikah hari ini dengan Kakak Yunqin. Kami sudah bersama lama, tapi ….”

“Tapi?”

“Tidak tahu kenapa, semuanya berubah.” 

"Jadi, kamu tidak ingin menikah dengan Pangeran Kedua? Kenapa?" Yuwen mendesak. Jiali terdiam, takut mengungkapkan kebenaran. Jika ia berkata jujur, ia yakin pedang itu akan segera merobek lehernya. "Katakan!"

"Ba-baiklah! Aku tidak mau menikahi pria mengerikan seperti Pangeran Kedua." Tanpa sadar, Yuwen memukul dinding di sebelahnya dengan keras hingga Jiali terperanjat takut. "Aku sudah bilang, kamu pasti marah!"

Yuwen menarik napas dalam-dalam, menatap Jiali dengan serius. "Apa yang kamu tahu tentang Pangeran Kedua?"

“Kamu tahu apa julukannya? Apa?” Jiali mengangkat jarinya, lalu menggoreskan tanda dari ujung dahi ke ujung dagu. "Kakak pikir, pria seperti apa yang memiliki luka mengerikan di wajahnya? Iblis! Itu adalah julukannya. Belum lagi dia memiliki empat selir yang tinggal dalam satu karesidenan kecil. Aku tidak suka hidup di dalam konflik, " tambah Jiali jujur. 

"Lalu kenapa kamu menerima perjodohan ini?"

Jiali melepaskan desahan panjang, coba menenangkan dirinya. "Apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya harus menurut pada kaisar dan ayahku. Kau tahu, aku ingin sekali membatalkan pernikahan tanpa membuat ayahku dalam kesulitan. Makanya aku ingin bertemu pangeran kedua.”

"Apa kamu pikir dengan bertemu pangeran kedua, dia akan membantumu?"

Jiali mengangguk, tersenyum lebar, lalu meraih tangan Yuwen, menggenggamnya erat. "Tentu! Kalau memang aku tidak bisa menemuinya, bisakah Kakak menyampaikan pada Pangeran, lebih baik jika pernikahan itu dibatalkan? Aku yakin ada putri yang lebih pantas mendampingi Pangeran. Kakak akan membujuknya, 'kan?"

Yuwen menepis tangan Jiali dengan tegas. "Itu tidak masuk akal."

"Tentu masuk akal dan itu adalah jalan terbaik!" Jiali mencondongkan wajahnya ke arah Yuwen. "Lihat, lihatlah wajahku! Aku tidak cantik, Pangeran pasti malu memiliki istri sepertiku."

Yuwen ikut mencondongkan wajahnya lebih dekat ke Jiali. "Bukankah kamu yang bilang kalau Pangeran Kedua itu pria jelek? Tidak ada alasan bagi Pangeran untuk malu bersanding denganmu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 04. Darah di Atas Amarah.

    Yuwen menyesal karena tidak langsung meninggalkan istana. Seharusnya ia pergi saja bersama Jiali melalui pintu rahasia lalu mencari penginapan. Di ujung Koridor yang diterangi lentera merah menyala, Yunqin berdiam, tampak memang sedang menunggu Yuwen. Langkah-langkah berat terdengar mendekat. Pakaian pernikahan merah Yunqin memantulkan cahaya lentera, memperlihatkan sulaman naga emas yang berkilau seperti api. Sosoknya terlihat sempurna dalam balutan gaun itu, tetapi wajahnya yang tegang dan mata yang menyala marah menunjukkan kesan berbanding terbalik.."Di mana Jiali?” Pertanyaan Yunqin bisa langsung ditebak Yuwen. Tentu saja Yunqin melihatnya bersama Jiali..“Dia akan menjadi istriku. Tidak ada salahnya kami saling mengenal.”Kata-kata itu seperti pukulan telak bagi Yunqin. Yunqin sadar tidak ada kekeliruan dalam kalimat yang diucapkan Yuwen. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!”Yuwen menatapnya.. "Yang Mulia, kembalilah ke aula utama. Semua tamu sedang menunggumu. Kau tidak s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 05. Bayang-bayang Kekaisaran.

    "Angkat tanganmu! Lebih tinggi lagi!"Suara keras Dunrui memecah keheningan aula keluarga Han. Padahal pria tua itu terkenal akan pribadinya yang tenang dan bijaksana. Namun, apa yang terjadi kemarin telah mengubah air tenang menjadi badai.Xiumei, pelayan setia yang tak pernah meninggalkan sisi Jiali, tersungkur berlutut, menangis tersedu-sedu. Tangan mungilnya menggenggam ujung gaun sutra Han Dunrui dengan putus asa."Hamba mohon, Tuan! Jangan hukum Nona seperti ini. Semalaman Nona sudah berlutut tanpa makan ataupun minum. Nona hanya—""Tutup mulutmu, Xiumei!" bentak Dunrui, matanya menyala penuh amarah. Tubuhnya gemetaran karena ledakan emosi. "Dia tidak akan lolos begitu saja! Aku sudah bertanya baik-baik padanya, apakah dia mau hadir di upacara pernikahan, tapi apa? Dia malah mengacaukannya!” sentaknya dengan telunjuk teracung-acung ke udara.Jiali menunduk lebih dalam. Lututnya kebas karena terlalu lama berlutut. Bagaimanapun, Ia tidak berniat begitu, tetapi saat ini ayahnya tid

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 06. Ancaman.

    “Nona, kereta sudah datang,” ucap Xiumei dengan langkah tergesa masuk ke kamar Jiali. Namun, tatapan muram tuannya itu segera membungkam senyum kecil Xiumei. Tanpa banyak berkata, Xiumei mendekati Jiali, membantu gadis itu berdiri.Jiali diam, membiarkan jubah indah disampirkan pada bahunya. Sebuah kipas bulat turut disodorkan kepadanya. Tanpa ekspresi, Jiali menerima kipas itu, lantas menggunakannya untuk menutupi sebagian wajah.“Mari, Nona.”Langkah pertama keluar dari kamar begitu berat. Saat kakinya menyentuh lantai luar, Jiali berhenti, menoleh ke belakang. Pandangannya tampak sayu, hatinya ikut bertanya, Apa ini takdirku? Beginikah akhirnya hidupku?“Nona?”Panggilan Xiumei memecah lamunan. Jiali menarik napas panjang, memaksa dirinya mengangguk pelan lantas melangkah keluar rumah menuju gerbang kediaman keluarga Han. Tepat sebelum menaiki kereta pengantin, ia kembali menoleh ke belakang.Kenangan masa kecil, suara tawa di lorong-lorong rumah, dan kehangatan keluarganya berkele

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 07. Pernikahan Agung.

    Tabuhan genderang menggema di aula utama. Nyala lentera yang digantung di tiap pilar kayu berukir naga, memenuhi istana. Hamparan karpet merah menjulur dari altar besar hingga ke pintu gerbang aula sebagai perlambang jalan keberuntungan bagi pasangan yang akan memulai hidup baru bersama. “Ini hanya formalitas,” bisik Jiali pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang bergejolak serta membujuk dirinya agar tidak terpukau oleh semua kemegahan, kemeriahan pesta pernikahan. Di ujung karpet, Qing Yuwen berdiri tegak dengan jubah pengantin pria berwarna merah marun. Hiasan tirai mutiara menggantung di mahkotanya menutupi sebagian wajahnya. Tidak hanya wajah, bahkan seluruh tubuhnya terasa tertutup, seolah ia menyembunyikan dirinya dari dunia. Jiali menatapnya dengan hati yang dipenuhi ketidakpastian. Seperti sebuah bayangan, Qing Yuwen hadir tanpa bisa digenggam oleh Jiali. Matanya tidak bisa menembus tirai mutiara yang membatasi mereka.Jiali memicingkan mata, mencoba melihat bag

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 08. Ambang Maut.

    Hembusan angin membawa aroma lembut bunga plum sekaligus satu kenangan yang terkubur jauh di sudut hati Jiali. Bayang akan dahan-dahan penuh dengan bunga putih mengalir ke dalam pikirannya. Di detik itu seakan-akan ia kembali ke memori masa kecilnya.Itu adalah hari penentuan pertunangannya dengan Yunqin. Saat itu, Jiali masih berumur tujuh tahun. Tentunya belum mengerti bahwa takdirnya akan diikat dengan seorang pangeran mahkota penerus takhta. Semua orang di sekitarnya tersenyum, larut dalam kegembiraan yang terlalu besar untuk dipahami oleh seorang anak kecil. Ia gembira karena mengenakan gaun cantik pemberian sang ayah; berwarna seputih bunga-bunga yang mengelilingi taman tempat pesta digelar, juga ornamen emas dan giok terbaik."Jangan takut," kata seorang anak lelaki dengan suara lembut yang berdiri di depannya, mengenakan jubah merah dihiasi sulaman naga emas. Jiali mengangkat wajah, menatap Yunqin yang dipikirnya hanya seorang bocah sama sepertinya. Mata besar Jiali yang di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 09. Luka Pertempuran.

    Tenda utama diterangi oleh cahaya temaram lentera. Bayangan api seolah melompat-lompat di permukaan kain tenda. Qing Yuwen duduk diam di atas bangku kayu, luka panjang di lengannya sedang dibersihkan dengan kain yang dibasahi ramuan herbal. Nampak jelas jejak kelelahan dalam matanya.Ia menarik napas dalam, lalu tersenyum kecut. Luka di lengannya memang perih, tetapi bukankah seharusnya ia sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini? Dibandingkan semua pertempuran sudah berlalu, ini hanyalah luka kecil. Refleks tangannya yang bebas menyentuh punggung. Bekas luka besar yang sudah memudar, tetapi tetap meninggalkan jejak kasar di kulitnya teraba. Bekas luka itu adalah kenangan dari salah satu pertempuran terberat yang pernah ia jalani. Saat itu, pasukan kekaisaran terjebak di lembah sempit Baiyun. Mereka disergap oleh musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Qing Yuwen, yang saat itu masih berpangkat Jenderal Muda, memimpin sayap kanan pasukan, ia tahu prajuritnya mulai kehilangan pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 10. Mengikat Siasat.

    Di ruang kerjanya yang sunyi, Qing Yuwen melanjutkan lukisannya dengan gerakan tangan yang tegas dan terukur. Sesekali ia menatap coretan hitam yang mulai membentuk pemandangan pegunungan di atas kertas. Tanpa menoleh, ia mendengarkan laporan Yu Yong yang berdiri di sampingnya."Tabib sudah memeriksa Nyonya. Kondisinya stabil," kata Yu Yong, nadanya penuh kehati-hatian. "Yang Mulia, hamba sudah meminta tabib untuk turut memeriksa kondisi Yang Mulia.”Ujung alis Yuwen naik. “Apa yang salah denganku?”“Yang Mulia terluka oleh serangan Pangeran Mahkota dan para bandit, mana mungkin tidak ada yang salah.”Yuwen mengangkat tangannya. “Aku sudah mengobatinya.”“Yang Mulia—”“Aku rasa kedatanganmu ke sini, bukan bertujuan untuk membicarakan ini,” potong Yuwen.Yu Yong mengangguk. “Bandit yang kita lepaskan kembali ke markasnya di sebelah selatan Gunung Fuxie, ada seseorang yang mencurigakan, tetapi hamba tidak pernah melihatnya datang ke istana.”“Kalau begitu, ini akan semakin menarik. Teta

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 11. Mata-mata.

    Langkah cepat Xiumei terhenti oleh suara sepatu yang mendekat. “Yang Mulia!” serunya kaget langsung membungkuk dalam-dalam saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Yuwen berdiri tegak dengan tangan menggenggam sebuah gulungan surat. Matanya tajam saat memandang Xiumei, membuat gadis itu gemetar. “Ini milikmu?” tanyanya sambil mengangkat surat tersebut. Walau hanya sekilas memandang Xiumei mengenali tulisan tangannya sendiri. Wajahnya memucat. Ia langsung bersimpuh, tubuhnya bergetar. “Hamba … tidak tahu bagaimana surat itu bisa sampai di tangan Yang Mulia,” katanya dengan suara kecil. “Tidak perlu tahu bagaimana,” jawab Yuwen dingin. “Kau seharusnya tahu peraturan. Surat keluar dari karesidenan ini harus memiliki capku. Tanpa izin, surat ini tidak boleh dikirimkan. Seharusnya majikanmu tahu hal ini!” “Hamba mohon ampun!” Xiumei menunduk lebih dalam, hampir menyentuh tanah. “Ini sepenuhnya kesalahan hamba. Nyonya sama sekali tidak tahu menahu soal surat ini.” Yuwen menaik

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 11. Mata-mata.

    Langkah cepat Xiumei terhenti oleh suara sepatu yang mendekat. “Yang Mulia!” serunya kaget langsung membungkuk dalam-dalam saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Yuwen berdiri tegak dengan tangan menggenggam sebuah gulungan surat. Matanya tajam saat memandang Xiumei, membuat gadis itu gemetar. “Ini milikmu?” tanyanya sambil mengangkat surat tersebut. Walau hanya sekilas memandang Xiumei mengenali tulisan tangannya sendiri. Wajahnya memucat. Ia langsung bersimpuh, tubuhnya bergetar. “Hamba … tidak tahu bagaimana surat itu bisa sampai di tangan Yang Mulia,” katanya dengan suara kecil. “Tidak perlu tahu bagaimana,” jawab Yuwen dingin. “Kau seharusnya tahu peraturan. Surat keluar dari karesidenan ini harus memiliki capku. Tanpa izin, surat ini tidak boleh dikirimkan. Seharusnya majikanmu tahu hal ini!” “Hamba mohon ampun!” Xiumei menunduk lebih dalam, hampir menyentuh tanah. “Ini sepenuhnya kesalahan hamba. Nyonya sama sekali tidak tahu menahu soal surat ini.” Yuwen menaik

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 10. Mengikat Siasat.

    Di ruang kerjanya yang sunyi, Qing Yuwen melanjutkan lukisannya dengan gerakan tangan yang tegas dan terukur. Sesekali ia menatap coretan hitam yang mulai membentuk pemandangan pegunungan di atas kertas. Tanpa menoleh, ia mendengarkan laporan Yu Yong yang berdiri di sampingnya."Tabib sudah memeriksa Nyonya. Kondisinya stabil," kata Yu Yong, nadanya penuh kehati-hatian. "Yang Mulia, hamba sudah meminta tabib untuk turut memeriksa kondisi Yang Mulia.”Ujung alis Yuwen naik. “Apa yang salah denganku?”“Yang Mulia terluka oleh serangan Pangeran Mahkota dan para bandit, mana mungkin tidak ada yang salah.”Yuwen mengangkat tangannya. “Aku sudah mengobatinya.”“Yang Mulia—”“Aku rasa kedatanganmu ke sini, bukan bertujuan untuk membicarakan ini,” potong Yuwen.Yu Yong mengangguk. “Bandit yang kita lepaskan kembali ke markasnya di sebelah selatan Gunung Fuxie, ada seseorang yang mencurigakan, tetapi hamba tidak pernah melihatnya datang ke istana.”“Kalau begitu, ini akan semakin menarik. Teta

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 09. Luka Pertempuran.

    Tenda utama diterangi oleh cahaya temaram lentera. Bayangan api seolah melompat-lompat di permukaan kain tenda. Qing Yuwen duduk diam di atas bangku kayu, luka panjang di lengannya sedang dibersihkan dengan kain yang dibasahi ramuan herbal. Nampak jelas jejak kelelahan dalam matanya.Ia menarik napas dalam, lalu tersenyum kecut. Luka di lengannya memang perih, tetapi bukankah seharusnya ia sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini? Dibandingkan semua pertempuran sudah berlalu, ini hanyalah luka kecil. Refleks tangannya yang bebas menyentuh punggung. Bekas luka besar yang sudah memudar, tetapi tetap meninggalkan jejak kasar di kulitnya teraba. Bekas luka itu adalah kenangan dari salah satu pertempuran terberat yang pernah ia jalani. Saat itu, pasukan kekaisaran terjebak di lembah sempit Baiyun. Mereka disergap oleh musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Qing Yuwen, yang saat itu masih berpangkat Jenderal Muda, memimpin sayap kanan pasukan, ia tahu prajuritnya mulai kehilangan pe

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 08. Ambang Maut.

    Hembusan angin membawa aroma lembut bunga plum sekaligus satu kenangan yang terkubur jauh di sudut hati Jiali. Bayang akan dahan-dahan penuh dengan bunga putih mengalir ke dalam pikirannya. Di detik itu seakan-akan ia kembali ke memori masa kecilnya.Itu adalah hari penentuan pertunangannya dengan Yunqin. Saat itu, Jiali masih berumur tujuh tahun. Tentunya belum mengerti bahwa takdirnya akan diikat dengan seorang pangeran mahkota penerus takhta. Semua orang di sekitarnya tersenyum, larut dalam kegembiraan yang terlalu besar untuk dipahami oleh seorang anak kecil. Ia gembira karena mengenakan gaun cantik pemberian sang ayah; berwarna seputih bunga-bunga yang mengelilingi taman tempat pesta digelar, juga ornamen emas dan giok terbaik."Jangan takut," kata seorang anak lelaki dengan suara lembut yang berdiri di depannya, mengenakan jubah merah dihiasi sulaman naga emas. Jiali mengangkat wajah, menatap Yunqin yang dipikirnya hanya seorang bocah sama sepertinya. Mata besar Jiali yang di

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 07. Pernikahan Agung.

    Tabuhan genderang menggema di aula utama. Nyala lentera yang digantung di tiap pilar kayu berukir naga, memenuhi istana. Hamparan karpet merah menjulur dari altar besar hingga ke pintu gerbang aula sebagai perlambang jalan keberuntungan bagi pasangan yang akan memulai hidup baru bersama. “Ini hanya formalitas,” bisik Jiali pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang bergejolak serta membujuk dirinya agar tidak terpukau oleh semua kemegahan, kemeriahan pesta pernikahan. Di ujung karpet, Qing Yuwen berdiri tegak dengan jubah pengantin pria berwarna merah marun. Hiasan tirai mutiara menggantung di mahkotanya menutupi sebagian wajahnya. Tidak hanya wajah, bahkan seluruh tubuhnya terasa tertutup, seolah ia menyembunyikan dirinya dari dunia. Jiali menatapnya dengan hati yang dipenuhi ketidakpastian. Seperti sebuah bayangan, Qing Yuwen hadir tanpa bisa digenggam oleh Jiali. Matanya tidak bisa menembus tirai mutiara yang membatasi mereka.Jiali memicingkan mata, mencoba melihat bag

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 06. Ancaman.

    “Nona, kereta sudah datang,” ucap Xiumei dengan langkah tergesa masuk ke kamar Jiali. Namun, tatapan muram tuannya itu segera membungkam senyum kecil Xiumei. Tanpa banyak berkata, Xiumei mendekati Jiali, membantu gadis itu berdiri.Jiali diam, membiarkan jubah indah disampirkan pada bahunya. Sebuah kipas bulat turut disodorkan kepadanya. Tanpa ekspresi, Jiali menerima kipas itu, lantas menggunakannya untuk menutupi sebagian wajah.“Mari, Nona.”Langkah pertama keluar dari kamar begitu berat. Saat kakinya menyentuh lantai luar, Jiali berhenti, menoleh ke belakang. Pandangannya tampak sayu, hatinya ikut bertanya, Apa ini takdirku? Beginikah akhirnya hidupku?“Nona?”Panggilan Xiumei memecah lamunan. Jiali menarik napas panjang, memaksa dirinya mengangguk pelan lantas melangkah keluar rumah menuju gerbang kediaman keluarga Han. Tepat sebelum menaiki kereta pengantin, ia kembali menoleh ke belakang.Kenangan masa kecil, suara tawa di lorong-lorong rumah, dan kehangatan keluarganya berkele

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 05. Bayang-bayang Kekaisaran.

    "Angkat tanganmu! Lebih tinggi lagi!"Suara keras Dunrui memecah keheningan aula keluarga Han. Padahal pria tua itu terkenal akan pribadinya yang tenang dan bijaksana. Namun, apa yang terjadi kemarin telah mengubah air tenang menjadi badai.Xiumei, pelayan setia yang tak pernah meninggalkan sisi Jiali, tersungkur berlutut, menangis tersedu-sedu. Tangan mungilnya menggenggam ujung gaun sutra Han Dunrui dengan putus asa."Hamba mohon, Tuan! Jangan hukum Nona seperti ini. Semalaman Nona sudah berlutut tanpa makan ataupun minum. Nona hanya—""Tutup mulutmu, Xiumei!" bentak Dunrui, matanya menyala penuh amarah. Tubuhnya gemetaran karena ledakan emosi. "Dia tidak akan lolos begitu saja! Aku sudah bertanya baik-baik padanya, apakah dia mau hadir di upacara pernikahan, tapi apa? Dia malah mengacaukannya!” sentaknya dengan telunjuk teracung-acung ke udara.Jiali menunduk lebih dalam. Lututnya kebas karena terlalu lama berlutut. Bagaimanapun, Ia tidak berniat begitu, tetapi saat ini ayahnya tid

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 04. Darah di Atas Amarah.

    Yuwen menyesal karena tidak langsung meninggalkan istana. Seharusnya ia pergi saja bersama Jiali melalui pintu rahasia lalu mencari penginapan. Di ujung Koridor yang diterangi lentera merah menyala, Yunqin berdiam, tampak memang sedang menunggu Yuwen. Langkah-langkah berat terdengar mendekat. Pakaian pernikahan merah Yunqin memantulkan cahaya lentera, memperlihatkan sulaman naga emas yang berkilau seperti api. Sosoknya terlihat sempurna dalam balutan gaun itu, tetapi wajahnya yang tegang dan mata yang menyala marah menunjukkan kesan berbanding terbalik.."Di mana Jiali?” Pertanyaan Yunqin bisa langsung ditebak Yuwen. Tentu saja Yunqin melihatnya bersama Jiali..“Dia akan menjadi istriku. Tidak ada salahnya kami saling mengenal.”Kata-kata itu seperti pukulan telak bagi Yunqin. Yunqin sadar tidak ada kekeliruan dalam kalimat yang diucapkan Yuwen. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!”Yuwen menatapnya.. "Yang Mulia, kembalilah ke aula utama. Semua tamu sedang menunggumu. Kau tidak s

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

    Mendengar namanya dipanggil, Yuwen menghampiri dengan penasaran. Ia menurunkan ujung pedang penjaga dengan telunjuknya lantas menatap wanita yang berada di hadapan penjaga.Penjaga tampak terkejut lantas membuka diri, membiarkan Yuwen maju. Wanita itu terkejut, mundur selangkah, mata lekat menatap Yuwen."Katakan, untuk apa seorang pelayan sepertimu mencari Pangeran Kedua?" ulangnya.Jiali terdiam sesaat, warna merah menyebar di wajahnya yang tersembunyi dibalik cadar. "P-pelayan? Aku?" Jiali mundur, seolah kata-kata itu adalah cambuk yang menyentuh kulitnya. "Kamu memanggilku pelayan?"Cepat Jiali menganalisa penampilan lawan bicaranya. Sepatunya hitam tinggi sampai betis dengan sol tebal dan plakat besi di bagian depan. Pakaiannya tampak mahal. Jiali tahu kualitas kain yang dikenakannya sangat tinggi. Motif naga terukir di lengan. Ornamen di tengah ikat kepalanya bukan besi biasa, melainkan lempengan dengan ukiran burung Phoenix di bagian depan.Wajahnya simetris, dengan rahang tega

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status