Chapter: Bab 48. Kau Menakutkan, tapi Aku Tetap Tinggal.Langit di luar telah gulita. Sesekali suara angin malam menyelinap lewat celah-celah jendela membuat lilin di sudut kamar kadang merunduk, nyalanya kecil dan bergoyang pelan. Yuwen membuka pintu kamar dengan langkah pelan. Pakaiannya masih rapi, hanya jubah luarnya yang ia tanggalkan sebelum masuk. Matanya menyapu ruangan sebentar, lalu berhenti pada sosok yang duduk miring hampir membelakangi ranjang, diam, membisu.“Sudah larut,” ucap Yuwen akhirnya. Suaranya lebih pelan, mengandung lelah yang tak bisa ditutupi.Jiali tetap tidak menjawab, bahkan tidak menoleh. Dari sini, Yuwen tidak bisa melihat wajah istrinya. Yuwen meletakkan sabuknya di meja. “Apa terjadi sesuatu?” tebaknya. Jiali masih diam. “Aku kira malam ini kita bisa tidur tenang tanpa bertengkar,” lanjutnya.Meski masih dalam posisi yang sama, akhirnya Jiali bersuara. “Kalau kau ingin ketenangan, kenapa tidak langsung saja ke paviliun Hui Fen?” ucapnya ringan, datar, tetapi terasa seperti serpihan es yang dilemparkan tep
Terakhir Diperbarui: 2025-04-15
Chapter: Bab 47. Percakapan Dingin Di Antara Cawan Yang Hangat.
Langit Hangzi mendung sejak pagi. Matahari hanya sempat menyibak kabut tipis sebentar sebelum akhirnya kembali sembunyi di balik awan kelabu. Udara di dalam karesidenan terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena angin musim semi yang belum reda, melainkan karena keheningan yang terus menguar di tiap sudut.Di ruangan dalam, Kaisar Tao duduk sendirian cukup lama sebelum meminta Kasim Hong Li memanggil Yuwen. Satu-satunya suara hanyalah detak jam air dan desau angin yang menyelinap dari celah kayu jendela. Cawan teh di tangannya sudah dua kali diganti oleh pelayan, tetapi belum sekalipun ia teguk. Kaisar Tao cemas.Ia mengangkat cawan itu lagi. Menatap permukaan airnya yang tenang, lalu menggoyangnya pelan hingga muncul riak. Seolah berharap ada jawaban tersembunyi di dalam pusaran kecil itu.“Tak ada jalan mudah untuk seorang ayah,” gumamnya sendiri.Di benaknya masih tergambar jelas wajah Yuwen saat kecil—anak yang selalu diam, tetapi menyimpan nyala tajam di balik sorot matany
Terakhir Diperbarui: 2025-04-14
Chapter: Bab 46. Doa Calon Mantan.“Apa kau ingin aku yang berjalan ke sana?”Jiali mengerjapkan mata. Tawaran Yuwen jelas adalah satu sindiran halus untuknya agar cepat masuk. Yuwen tidak akan sudi menghampiri Jiali terlebih dahulu.“Tidak perlu,” jawab Jiali lalu masuk.Sejenak pandangannya terfokus pada Hui Fen. "Pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan suamiku. Satu lagi, tunggu aku di paviliunmu. Aku ingin bicara denganmu."Hui Fen menatapnya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baik, Nyonya.”Setelah Hui Fen pergi, Jiali mengikuti langkahnya sampai pintu, lantas menutup pintu lalu berbalik kembali menghampiri Yuwen. "Kenapa ibumu melakukan ini?" tanya Jiali tanpa berbasa-basi.Yuwen menyandarkan punggungnya ke kursi. "Wah, pertanyaanmu langsung ke sumber masalah. Kau pasti sudah mendengar berita tentang Hui Fen. Kau ingin aku menjawab pertanyaanmu sebagai kepala karesidenan, atau sebagai suamimu?"“Kau takut berjauhan dengan Hui Fen bukan? Kau cemas wanita yang bisa kau gilir setiap malam berkurang bukan?”
Terakhir Diperbarui: 2025-04-14
Chapter: Bab 45. Yang Tidak Terucap.Langit mendung mencerminkan perasaan yang berkecamuk dalam hati Jiali. Sejak pagi sampai menjelang makan siang, Jiali masih duduk di tangga paviliunnya. Pandangannya kosong ke arah rerumputan. Tanpa disadari, Jiali meremas lengannya lalu mengusap leher ketika ia ingat, hangat dan kuatnya tiap sentuhan Yuwen. Jiali menggigit bibir. Entah apa yang seharusnya ia rasakan. Lega atau sedih? Tiap malam yang belakangan ia habiskan bersama Yuwen adalah satu tugas, tetapi Jiali menyukainya? Benarkah? Lantas … bagaimana dengan Yuwen? Apakah Yuwen melakukannya karena mulai membuka hati untuk Jiali? Mulai mencintai Jiali? Jiali memukul pelan kepalanya. Ia ingat betul bagaimana sikap dingin Yuwen dan selama ini Yuwen juga setuju akan satu kenyataan. Kalau Jiali hanya sebuah beban tambahan. Pernikahan ini … juga tidak diinginkan Yuwen. Pandangan Jiali kembali sayu ketika ingat tatapan ketus tak peduli Yunqin. Kehangatan dalam mata Yunqin yang selalu terjaga lenyap. Seolah mereka tak pernah berb
Terakhir Diperbarui: 2025-04-13
Chapter: Bab 44. Satu-satunya Selir.Melihat Xiumei masuk ke dalam kamar dengan tergesa, Jiali segera bangkit dari kursinya. “Ada apa? Apa ada masalah lagi?”Xiumei tersenyum lantas menggeleng. “Nyonya sudah minum teh herbal?”“Sudah. Apa ada sesuatu? Apa yang terjadi? Apa selir yang lain membuat ulah juga?”Lagi-lagi Xiumei menggeleng. “Adik-adik Yang Mulia ada di depan ingin bertemu dengan Nyonya,” ungkap Xiumei.“Adik?”“Yang Mulia Qing Lien Hua dan Qing Qiaofeng ingin bertemu dengan Nyonya.”Jiali terkejut sejenak. Ia tahu kedua adik perempuan Yuwen itu ikut dalam rombongan kekaisaran, tetapi karena berbagai urusan yang terjadi bertubi-tubi, mereka belum sempat bertemu. Dengan segera, Jiali merapikan penampilannya dan berjalan menuju ruang tamu.Begitu ia masuk, dua sosok yang tampak ceria langsung menyambutnya. Lien Hua, gadis muda dengan senyum lebar dan wajah penuh semangat, serta Qiaofeng, yang sedikit lebih pendiam tetapi memiliki sorot mata yang hangat."Kakak ipar!" seru Lien Hua riang, langsung menghampiri J
Terakhir Diperbarui: 2025-04-13
Chapter: Bab 43. Persidangan.Tiba di aula utama, suasana tegang memenuhi setiap sudut. Semua orang berdiri dalam barisan rapi. Kaisar duduk dengan tatapan tajam, memandangi Lu Nan yang berlutut di hadapannya. Yuwen berdiri di sisi sebelah kanan Kaisar, kedua tangannya terlipat di depan dada, raut wajahnya tenang, tetapi penuh kewaspadaan. Jiali berhenti tepat di ambang pintu. Napasnya masih memburu akibat berlari, tetapi matanya langsung menangkap sosok Chu Hua yang berdiri di antara para selir lain. Tatapan puas di wajah Chu Hua membuat perut Jiali semakin bergejolak. Jiali menggigit bibir dan melangkah maju tanpa sengaja tatapannya beradu dengan Yuwen. Yuwen bergerak menghampiri Jiali, menarik tangan Jiali lantas membawanya untuk ikut berdiri di tempatnya semula. Ekor mata Kaisar mengamati pergerakan Yuwen lantas kembali menatap Lu Nan. “Kasim Hong, berikan surat itu.” Hong Li memberikan hormat. “Baik, Yang Mulia,” ucapnya kemudian menyerahkan surat dari Lu Nan kepada Kaisar. Sejenak Kaisar membacanya,
Terakhir Diperbarui: 2025-04-12