Home / Romansa / Kembalinya Sang Pangeran / Bab 07. Pernikahan Agung.

Share

Bab 07. Pernikahan Agung.

Author: Ine Time
last update Last Updated: 2025-02-10 19:17:53

Tabuhan genderang menggema di aula utama. Nyala lentera yang digantung di tiap pilar kayu berukir naga, memenuhi istana. Hamparan karpet merah menjulur dari altar besar hingga ke pintu gerbang aula sebagai perlambang jalan keberuntungan bagi pasangan yang akan memulai hidup baru bersama.

“Ini hanya formalitas,” bisik Jiali pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang bergejolak serta membujuk dirinya agar tidak terpukau oleh semua kemegahan, kemeriahan pesta pernikahan.

Di ujung karpet, Qing Yuwen berdiri tegak dengan jubah pengantin pria berwarna merah marun. Hiasan tirai mutiara menggantung di mahkotanya menutupi sebagian wajahnya. Tidak hanya wajah, bahkan seluruh tubuhnya terasa tertutup, seolah ia menyembunyikan dirinya dari dunia.

Jiali menatapnya dengan hati yang dipenuhi ketidakpastian. Seperti sebuah bayangan, Qing Yuwen hadir tanpa bisa digenggam oleh Jiali. Matanya tidak bisa menembus tirai mutiara yang membatasi mereka.

Jiali memicingkan mata, mencoba melihat bagaimana wajah sang suami. Meski tidak terlihat jelas, Jiali tahu tidak ada kebahagiaan yang terpancar di sana. Jiali yakin, mereka hanya sekadar bagian dari sebuah formalitas besar, sebagai pion dalam permainan, tetapi mengapa terus dilanjutkan?

Mengapa Yuwen mau melanjutkannya? Mengapa?

“Melangkahlah, Nona,” bisik Xiumei mendorong punggung Jiali dengan lembut. Walau enggan, akhirnya Jiali memulai langkah pertamanya menyusuri karpet merah, mengikuti irama genderang yang menggema di sekitarnya.

Walau berat, tetapi langkahnya pasti membawa dirinya semakin dekat ke altar. Di setiap pijakan, bayangan masa depannya terasa semakin gelap. Entah masih boleh berharap akan ada keajaiban atau tidak, tetapi bila Jiali berada di sini, ia tahu akan ada masalah berat yang akan menanti keluarga Han kelak.

Setelah mencapai altar, kedua mempelai saling berhadapan.

“Pengantin, bersiaplah untuk memberikan penghormatan,” seru kepala prosesi, suaranya menggema di aula, memecah keheningan yang mendalam.

“Pertama, hormat kepada langit dan bumi!”

Jiali dan Qing Yuwen menundukkan badan bersama, kepala mereka mengarah ke lantai sebagai simbol penghormatan kepada dewa-dewa yang menjadi saksi pernikahan.

“Kedua, hormat kepada orang tua!”

Mereka kembali menunduk, kali ini menghadap barisan keluarga. Jiali bisa merasakan tatapan sendu ayahnya yang sesekali menyeka air mata. Pernikahan ini sungguh terjadi, dan ia hanya bisa berharap bahwa semua ini tidak akan berakhir terlalu buruk.

“Ketiga, hormat kepada pasangan masing-masing!”

Jantung Jiali berdebar keras. Ia menegakkan tubuhnya dengan perlahan menghadap Qing Yuwen yang berdiri kokoh di hadapannya. Mereka menundukkan kepala satu sama lain.

Mata Jiali sempat melirik melalui celah kecil tirai sutra di depan wajahnya, mencoba mencari petunjuk dari wajah sang mempelai pria. Namun, ia hanya menangkap kilatan dingin dari matanya yang tersembunyi di balik tirai mutiara.

Yakin tidak akan ada kehangatan, apalagi cinta yang mungkin akan terpancar dari pria ini.

“Pernikahan resmi dimulai!”

Sorakan dari tamu undangan menggema di aula. Musik meriah mulai mengalun, lentera merah bersinar lebih terang. Jiali masih tidak bisa merasakan kebahagiaan. Semua terasa asing dan jauh, seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.

***

Di sudut lain, sorak-sorai dari aula pernikahan membakar tubuh Yunqin. Perlahan ia pergi tanpa kehadirannya sempat disadari siapapun. Alunan musik memudar di belakangnya. Langkahnya terasa semakin berat dibakar amarah yang tak bisa dibendung.

Rasanya jarak yang tidak seberapa menuju shufang—ruang khusus miliknya sebagai pangeran mahkota di paviliun Timur istana. Begitu masuk, ia menghempaskan pintu hingga terbuka lebar, membuat suara kayunya berderak keras.

Dalam napas yang memburu, Yunqin menatap meja yang penuh dengan gulungan perkamen dan buku. Kemarahan yang ia tahan meledak. Gulungan perkamen bertebaran, sementara buku-buku jatuh dengan bunyi berat ketika ia menghempaskan semua benda di atas meja dan itu tidak cukup untuk meredakan amarahnya.

“Mengapa aku harus diam saja?” teriak Yunqin. Tangannya mengepal kuat, gemetar menahan kesakitan yang dalam.

Jeritan amarah Yunqin yang menggema di dalam shufang membuat pengawal yang berjaga di luar mempererat genggaman mereka, sampai-sampai pengawal tersebut tidak menyadari keberadaan Sun Li Wei yang kian mendekat. “Yang Mulia,” ucap pengawal memberikan hormat dengan khawatir.

Li Wei menoleh sedikit ke belakang. “Kalian tunggu di sini,” katanya kepada pelayan yang mengekor langkahnya.

Ia masuk dengan langkah hati-hati. Jubah sutra ungu yang ia kenakan tergerai anggun. Rambutnya tertata rapi. Li Wei mempersiapkan hari ini dengan baik.

Sudah banyak yang ia dengar tentang calon istri dari adik iparnya, tetapi Li Wei tidak menyangka kalau amarah Yunqin sebesar ini.

Sorot matanya tajam mengamati Yunqin yang kalut. Wajahnya menggambarkan kebingungan dan rasa sakit yang terpendam. Ya, bukankah dirinya adalah istri sah?

“Yang Mulia,” Sun Li Wei memanggil dengan suara lembutnya. Namun, suara itu jelas tidak terdengar di telinga Yunqin yang terbalut dalam amarah.

Yunqin diam, jangankan mau membalas panggilannya, ia saja malas menoleh. Namun, ketika Li Wei mendekat, akhirnya Yunqin berbalik. Matanya menyala dengan emosi yang tidak bisa disembunyikan.

“Pergilah,” ucapnya dengan suara serak, berusaha menahan dirinya agar tidak meluapkan lebih banyak amarah.

Li Wei meremas saputangan sutra yang digenggamnya. “Seharusnya kita masih berada di aula utama untuk memberkati pernikahan adik Yuwen.”

“Pergilah!” ulang Yunqin kali ini lebih berat, suaranya menggema di ruangan.

“Yang Mulia.” Li Wei mencoba bertahan, berusaha menenangkan hatinya.

Yunqin menatapnya tajam, hatinya gelisah. “Pergilah!” Yunqin membentak. Suaranya bergetar penuh kekuatan yang tak bisa diganggu gugat.

Li Wei masih berusaha untuk tenang. “Apa kau masih memikirkan Jiali? Mantan tunanganmu?”

Kalimat itu menusuk Yunqin. Rahangnya mengeras, dan tatapannya berubah suram. “Li Wei, jangan membahas ini. Kau tidak tahu apa-apa.” Suaranya rendah, penuh kebingungan yang terpendam.

“Hamba tahu,” balas Sun Li Wei, suaranya mulai gemetar. “Kau marah karena wanita itu menikah dengan adikmu. Apa artinya aku bagimu? Yang Mulia, sekarang aku adalah istrimu. Kita belum menyempurnakan upacara pernikahan di kamar pengantin. Yang Mulia berdiri di sini seperti pria yang kehilangan segalanya hanya karena seorang wanita dari masa lalumu—”

“Cukup!” Yunqin membentak keras, membuat Li Wei tersentak mundur. Keheningan menelan ruangan, hanya terdengar napas terputus-putus dari Sun Li Wei yang tampak terkejut dengan amarah Yunqin. Yunqin menyadari ucapan Li Wei memang benar adanya. Yunqin merapikan lengan bajunya, berbalik, dan berjalan ke pintu. “Aku tidak ingin membahas ini, Li Wei,” katanya dingin, tanpa menoleh.

Li Wei tidak mengejarnya. Ia hanya berdiri mematung, menatap punggung Yunqin yang semakin jauh. Begitu Yunqin menghilang di balik pintu, tangis yang ia tahan akhirnya pecah.

Ia menunduk, memungut salah satu buku yang tergeletak di lantai. Tangannya gemetar saat melihat nama “Han Jiali” tertulis di salah satu halaman bersama puisi indah yang Li Wei yakin ditulis oleh suaminya. Setiap kata dalam puisi itu jelas melukai hatinya lebih dalam.

Li Wei tertawa pelan lantas menyeka air matanya. Ia adalah seorang putri dari negara besar. Mengapa di sini statusnya lebih rendah dari putri seorang saudagar saja? Li Wei mengerti Yunqin memerlukan waktu untuk menerimanya, tetapi bagaimana dengan perasaannya sendiri? Bagaimana dengan dirinya yang kini hanya dianggap sebagai bayangan masa lalu yang tak terjamah oleh Yunqin?

Genggamannya pada buku semakin erat, seolah ingin menghancurkan kenangan yang ada di dalamnya. “Perjalanan menuju Hangzi sangat panjang. Segala hal bisa terjadi. Kecelakaan kereta, mungkin … bandit?” Senyum tipis terbit di bibirnya walau tidak ada kebahagiaan di sana. Hanya kekosongan yang mengisi hatinya.

Li Wei berbalik dan berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan kenangan yang tak bisa dihapuskan begitu saja. Langkahnya manta. Dalam dirinya, ia tahu bahwa keputusan yang akan diambil selanjutnya bisa mengubah segalanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 08. Ambang Maut.

    Hembusan angin membawa aroma lembut bunga plum sekaligus satu kenangan yang terkubur jauh di sudut hati Jiali. Bayang akan dahan-dahan penuh dengan bunga putih mengalir ke dalam pikirannya. Di detik itu seakan-akan ia kembali ke memori masa kecilnya.Itu adalah hari penentuan pertunangannya dengan Yunqin. Saat itu, Jiali masih berumur tujuh tahun. Tentunya belum mengerti bahwa takdirnya akan diikat dengan seorang pangeran mahkota penerus takhta. Semua orang di sekitarnya tersenyum, larut dalam kegembiraan yang terlalu besar untuk dipahami oleh seorang anak kecil. Ia gembira karena mengenakan gaun cantik pemberian sang ayah; berwarna seputih bunga-bunga yang mengelilingi taman tempat pesta digelar, juga ornamen emas dan giok terbaik."Jangan takut," kata seorang anak lelaki dengan suara lembut yang berdiri di depannya, mengenakan jubah merah dihiasi sulaman naga emas. Jiali mengangkat wajah, menatap Yunqin yang dipikirnya hanya seorang bocah sama sepertinya. Mata besar Jiali yang di

    Last Updated : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 09. Luka Pertempuran.

    Tenda utama diterangi oleh cahaya temaram lentera. Bayangan api seolah melompat-lompat di permukaan kain tenda. Qing Yuwen duduk diam di atas bangku kayu, luka panjang di lengannya sedang dibersihkan dengan kain yang dibasahi ramuan herbal. Nampak jelas jejak kelelahan dalam matanya.Ia menarik napas dalam, lalu tersenyum kecut. Luka di lengannya memang perih, tetapi bukankah seharusnya ia sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini? Dibandingkan semua pertempuran sudah berlalu, ini hanyalah luka kecil. Refleks tangannya yang bebas menyentuh punggung. Bekas luka besar yang sudah memudar, tetapi tetap meninggalkan jejak kasar di kulitnya teraba. Bekas luka itu adalah kenangan dari salah satu pertempuran terberat yang pernah ia jalani. Saat itu, pasukan kekaisaran terjebak di lembah sempit Baiyun. Mereka disergap oleh musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Qing Yuwen, yang saat itu masih berpangkat Jenderal Muda, memimpin sayap kanan pasukan, ia tahu prajuritnya mulai kehilangan pe

    Last Updated : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 10. Mengikat Siasat.

    Di ruang kerjanya yang sunyi, Qing Yuwen melanjutkan lukisannya dengan gerakan tangan yang tegas dan terukur. Sesekali ia menatap coretan hitam yang mulai membentuk pemandangan pegunungan di atas kertas. Tanpa menoleh, ia mendengarkan laporan Yu Yong yang berdiri di sampingnya."Tabib sudah memeriksa Nyonya. Kondisinya stabil," kata Yu Yong, nadanya penuh kehati-hatian. "Yang Mulia, hamba sudah meminta tabib untuk turut memeriksa kondisi Yang Mulia.”Ujung alis Yuwen naik. “Apa yang salah denganku?”“Yang Mulia terluka oleh serangan Pangeran Mahkota dan para bandit, mana mungkin tidak ada yang salah.”Yuwen mengangkat tangannya. “Aku sudah mengobatinya.”“Yang Mulia—”“Aku rasa kedatanganmu ke sini, bukan bertujuan untuk membicarakan ini,” potong Yuwen.Yu Yong mengangguk. “Bandit yang kita lepaskan kembali ke markasnya di sebelah selatan Gunung Fuxie, ada seseorang yang mencurigakan, tetapi hamba tidak pernah melihatnya datang ke istana.”“Kalau begitu, ini akan semakin menarik. Teta

    Last Updated : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 11. Mata-mata.

    Langkah cepat Xiumei terhenti oleh suara sepatu yang mendekat. “Yang Mulia!” serunya kaget langsung membungkuk dalam-dalam saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Yuwen berdiri tegak dengan tangan menggenggam sebuah gulungan surat. Matanya tajam saat memandang Xiumei, membuat gadis itu gemetar. “Ini milikmu?” tanyanya sambil mengangkat surat tersebut. Walau hanya sekilas memandang Xiumei mengenali tulisan tangannya sendiri. Wajahnya memucat. Ia langsung bersimpuh, tubuhnya bergetar. “Hamba … tidak tahu bagaimana surat itu bisa sampai di tangan Yang Mulia,” katanya dengan suara kecil. “Tidak perlu tahu bagaimana,” jawab Yuwen dingin. “Kau seharusnya tahu peraturan. Surat keluar dari karesidenan ini harus memiliki capku. Tanpa izin, surat ini tidak boleh dikirimkan. Seharusnya majikanmu tahu hal ini!” “Hamba mohon ampun!” Xiumei menunduk lebih dalam, hampir menyentuh tanah. “Ini sepenuhnya kesalahan hamba. Nyonya sama sekali tidak tahu menahu soal surat ini.” Yuwen menaik

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 12. Jejak Licin Di Kolam

    Meski dari kejauhan, Yuwen jelas mengamati Jiali, mengikuti setiap langkahnya tanpa suara. Di belakangnya, Yu Yong juga diam, menyaksikan dengan cermat. “Yang Mulia,” bisik Yu Yong, menunjuk ke sudut taman, “Lihat, Nyonya Chu Hua dan pelayannya di sana, mengawasi Nyonya Han.”Yuwen menatap ke arah yang dimaksud. Dengan ekspresi datar, ia berkata, “Biarkan saja. Jangan ikut campur.” Mata Yuwen tetap tertuju pada Jiali yang mulai mendekati tepi danau.Jiali berdiri di sana, tampaknya terlarut dalam pikiran. Tubuhnya bergoyang-goyang sedikit lalu menengadah ke arah langit. Jiali tersenyum, matanya menyipit karena silau akan sinar matahari. Yuwen memperhatikan tiap detail kecil raut wajah Jiali.Memang, masih banyak wajah lebih cantik yang sering Yuwen temui, tetapi penilaiannya pada wajah Jiali tidak berubah. Kesan lembut dan ceria membingkai wajah Jiali. Mata besar dan bulatnya memancarkan ekspresi semangat. Hidungnya kecil dan ramping, seimbang dengan bibirnya yang penuh dengan bentuk

    Last Updated : 2025-03-21
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 13. Surat Rahasia.

    Kereta perbekalan dari istana tiba di halaman belakang karesidenan, deretan pelayan tampak sibuk memindahkan peti-peti dan karung dari kereta ke paviliun penyimpanan.Suara gesekan roda di atas batu kerikil terdengar jelas, bercampur dengan perintah dari Yu Yong yang sedang memeriksa daftar barang.Di sudut lain, Xiumei memeriksa perbekalan Jiali untuk perjalanan ke Guan. Sesekali ia melihat ke arah kereta, merasa heran dengan banyaknya barang yang datang kali ini.Saat itulah seorang pria dengan pakaian pelayan istana menghampirinya. Wajahnya cemas, matanya terus melirik ke arah Yu Yong yang berdiri tidak jauh."Anda Nona Xiumei, pelayan Nyonya Han, bukan?" bisik pria itu, suaranya rendah penuh tekanan.Xiumei mengernyit, merasa janggal. "Iya, betul. Ada apa?"Pria itu melirik ke sekeliling lagi, lalu menyodorkan sesuatu yang tergulung kecil. "Ini surat untuk Nyonya Han. Dari Tuan Han Dunrui. Mohon sembunyikan baik-baik. Jangan sampai diperiksa oleh penjaga, apalagi Tuan Yu Yong."Ma

    Last Updated : 2025-03-22
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 14. Bisikan di Balik Tirai

    Keanggunan Chu Hua memang memikat, tetapi di balik senyum itu ada banyak lapisan tersembunyi. Semenjak kedatangan Jiali, semakin sulit bagi Chu Hua untuk mendekati Yuwen. Bahkan perhatian Yuwen pada Jiali terasa semakin berlebihan. Posisi Chu Hua semakin terancam. Perasaan itu akhirnya memuncak. Kini, Chu Hua tidak bisa lagi menyembunyikan ketidakpuasan yang melanda. Dalam hati, Chu Hua tahu semakin sulit baginya memikat Yuwen bila Jiali masih ada di sisi Yuwen. Hari itu, saat angin lembut berhembus melalui jendela kamar, Chu Hua memutuskan untuk memanggil ketiga selir lainnya. Mereka akan berkumpul di ruang pertemuan yang jarang digunakan, tempat di mana percakapan bisa berlangsung tanpa takut didengar pelayan atau pengawal. Sesaat setelah kedatangan selir-selir lainnya, suasana terasa canggung, penuh dengan ketegangan yang tak terucapkan. Chu Hua duduk dengan anggun di kursinya, sementara selir lainnya menunggu perintah dengan hati-hati. “Jadi, kalian tahu kalau Yang Mulia akan

    Last Updated : 2025-03-23
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 15. Karesidenan Yang Zili.

    Rombongan Yuwen tiba di kediaman keluarga Yang Zili saat matahari mulai condong ke barat. Ketika kereta berhenti di depan gerbang utama, seorang wanita dengan perut membuncit berlari kecil menyambut. Senyumnya cerah seperti mentari sore, dan gerak-geriknya menggambarkan kehangatan yang membuat siapapun merasa diterima. Qing An—adiknya—tak sabar memeluk sang kakak.Ketika pertama kali mendengar kabar kakaknya akan berkunjung ke Guan, An menunggu dengan gelisah sampai hari ini tiba.“Kakak!” serunya dengan suara penuh semangat. Tangannya melingkari Yuwen, erat sekali seperti seorang anak yang telah lama kehilangan pelindungnya.Yuwen balas memeluknya, menepuk lembut punggungnya. “Hati-hati, An,” ucapnya mengingatkan, “kau baik-baik saja?”An melepaskan pelukan dengan mata berkaca-kaca. “Aku baik-baik saja, Kak. Seharusnya aku yang datang ke Hangzi, tapi Kakak selalu saja seperti biasa, keras kepala.” Ia menyeka air mata yang jatuh tanpa disadari. “Selamat atas pernikahanmu. Kakak pasti

    Last Updated : 2025-03-24

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 48. Kau Menakutkan, tapi Aku Tetap Tinggal.

    Langit di luar telah gulita. Sesekali suara angin malam menyelinap lewat celah-celah jendela membuat lilin di sudut kamar kadang merunduk, nyalanya kecil dan bergoyang pelan. Yuwen membuka pintu kamar dengan langkah pelan. Pakaiannya masih rapi, hanya jubah luarnya yang ia tanggalkan sebelum masuk. Matanya menyapu ruangan sebentar, lalu berhenti pada sosok yang duduk miring hampir membelakangi ranjang, diam, membisu.“Sudah larut,” ucap Yuwen akhirnya. Suaranya lebih pelan, mengandung lelah yang tak bisa ditutupi.Jiali tetap tidak menjawab, bahkan tidak menoleh. Dari sini, Yuwen tidak bisa melihat wajah istrinya. Yuwen meletakkan sabuknya di meja. “Apa terjadi sesuatu?” tebaknya. Jiali masih diam. “Aku kira malam ini kita bisa tidur tenang tanpa bertengkar,” lanjutnya.Meski masih dalam posisi yang sama, akhirnya Jiali bersuara. “Kalau kau ingin ketenangan, kenapa tidak langsung saja ke paviliun Hui Fen?” ucapnya ringan, datar, tetapi terasa seperti serpihan es yang dilemparkan tep

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 47. Percakapan Dingin Di Antara Cawan Yang Hangat. 

    Langit Hangzi mendung sejak pagi. Matahari hanya sempat menyibak kabut tipis sebentar sebelum akhirnya kembali sembunyi di balik awan kelabu. Udara di dalam karesidenan terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena angin musim semi yang belum reda, melainkan karena keheningan yang terus menguar di tiap sudut.Di ruangan dalam, Kaisar Tao duduk sendirian cukup lama sebelum meminta Kasim Hong Li memanggil Yuwen. Satu-satunya suara hanyalah detak jam air dan desau angin yang menyelinap dari celah kayu jendela. Cawan teh di tangannya sudah dua kali diganti oleh pelayan, tetapi belum sekalipun ia teguk. Kaisar Tao cemas.Ia mengangkat cawan itu lagi. Menatap permukaan airnya yang tenang, lalu menggoyangnya pelan hingga muncul riak. Seolah berharap ada jawaban tersembunyi di dalam pusaran kecil itu.“Tak ada jalan mudah untuk seorang ayah,” gumamnya sendiri.Di benaknya masih tergambar jelas wajah Yuwen saat kecil—anak yang selalu diam, tetapi menyimpan nyala tajam di balik sorot matany

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 46. Doa Calon Mantan.

    “Apa kau ingin aku yang berjalan ke sana?”Jiali mengerjapkan mata. Tawaran Yuwen jelas adalah satu sindiran halus untuknya agar cepat masuk. Yuwen tidak akan sudi menghampiri Jiali terlebih dahulu.“Tidak perlu,” jawab Jiali lalu masuk.Sejenak pandangannya terfokus pada Hui Fen. "Pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan suamiku. Satu lagi, tunggu aku di paviliunmu. Aku ingin bicara denganmu."Hui Fen menatapnya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baik, Nyonya.”Setelah Hui Fen pergi, Jiali mengikuti langkahnya sampai pintu, lantas menutup pintu lalu berbalik kembali menghampiri Yuwen. "Kenapa ibumu melakukan ini?" tanya Jiali tanpa berbasa-basi.Yuwen menyandarkan punggungnya ke kursi. "Wah, pertanyaanmu langsung ke sumber masalah. Kau pasti sudah mendengar berita tentang Hui Fen. Kau ingin aku menjawab pertanyaanmu sebagai kepala karesidenan, atau sebagai suamimu?"“Kau takut berjauhan dengan Hui Fen bukan? Kau cemas wanita yang bisa kau gilir setiap malam berkurang bukan?”

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 45. Yang Tidak Terucap.

    Langit mendung mencerminkan perasaan yang berkecamuk dalam hati Jiali. Sejak pagi sampai menjelang makan siang, Jiali masih duduk di tangga paviliunnya. Pandangannya kosong ke arah rerumputan. Tanpa disadari, Jiali meremas lengannya lalu mengusap leher ketika ia ingat, hangat dan kuatnya tiap sentuhan Yuwen. Jiali menggigit bibir. Entah apa yang seharusnya ia rasakan. Lega atau sedih? Tiap malam yang belakangan ia habiskan bersama Yuwen adalah satu tugas, tetapi Jiali menyukainya? Benarkah? Lantas … bagaimana dengan Yuwen? Apakah Yuwen melakukannya karena mulai membuka hati untuk Jiali? Mulai mencintai Jiali? Jiali memukul pelan kepalanya. Ia ingat betul bagaimana sikap dingin Yuwen dan selama ini Yuwen juga setuju akan satu kenyataan. Kalau Jiali hanya sebuah beban tambahan. Pernikahan ini … juga tidak diinginkan Yuwen. Pandangan Jiali kembali sayu ketika ingat tatapan ketus tak peduli Yunqin. Kehangatan dalam mata Yunqin yang selalu terjaga lenyap. Seolah mereka tak pernah berb

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 44. Satu-satunya Selir.

    Melihat Xiumei masuk ke dalam kamar dengan tergesa, Jiali segera bangkit dari kursinya. “Ada apa? Apa ada masalah lagi?”Xiumei tersenyum lantas menggeleng. “Nyonya sudah minum teh herbal?”“Sudah. Apa ada sesuatu? Apa yang terjadi? Apa selir yang lain membuat ulah juga?”Lagi-lagi Xiumei menggeleng. “Adik-adik Yang Mulia ada di depan ingin bertemu dengan Nyonya,” ungkap Xiumei.“Adik?”“Yang Mulia Qing Lien Hua dan Qing Qiaofeng ingin bertemu dengan Nyonya.”Jiali terkejut sejenak. Ia tahu kedua adik perempuan Yuwen itu ikut dalam rombongan kekaisaran, tetapi karena berbagai urusan yang terjadi bertubi-tubi, mereka belum sempat bertemu. Dengan segera, Jiali merapikan penampilannya dan berjalan menuju ruang tamu.Begitu ia masuk, dua sosok yang tampak ceria langsung menyambutnya. Lien Hua, gadis muda dengan senyum lebar dan wajah penuh semangat, serta Qiaofeng, yang sedikit lebih pendiam tetapi memiliki sorot mata yang hangat."Kakak ipar!" seru Lien Hua riang, langsung menghampiri J

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 43. Persidangan.

    Tiba di aula utama, suasana tegang memenuhi setiap sudut. Semua orang berdiri dalam barisan rapi. Kaisar duduk dengan tatapan tajam, memandangi Lu Nan yang berlutut di hadapannya. Yuwen berdiri di sisi sebelah kanan Kaisar, kedua tangannya terlipat di depan dada, raut wajahnya tenang, tetapi penuh kewaspadaan. Jiali berhenti tepat di ambang pintu. Napasnya masih memburu akibat berlari, tetapi matanya langsung menangkap sosok Chu Hua yang berdiri di antara para selir lain. Tatapan puas di wajah Chu Hua membuat perut Jiali semakin bergejolak. Jiali menggigit bibir dan melangkah maju tanpa sengaja tatapannya beradu dengan Yuwen. Yuwen bergerak menghampiri Jiali, menarik tangan Jiali lantas membawanya untuk ikut berdiri di tempatnya semula. Ekor mata Kaisar mengamati pergerakan Yuwen lantas kembali menatap Lu Nan. “Kasim Hong, berikan surat itu.” Hong Li memberikan hormat. “Baik, Yang Mulia,” ucapnya kemudian menyerahkan surat dari Lu Nan kepada Kaisar. Sejenak Kaisar membacanya,

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 42. Malam Hangat Selanjutnya.

    Jiali melangkah cepat kembali ke kamarnya. Hati dan pikirannya masih penuh akan amarah. Bahkan gaunnya tampak sedikit berkibar ketika ia berjalan. Begitu pintu kamarnya ditutup Xiumei, Jiali langsung membuka tali selendang di pinggangnya dengan kasar lantas melemparkannya ke meja. “Chu Hua benar-benar keterlaluan! Menyebalkan! Memangnya dia pikir dia siapa? Selir! Dia hanya selir!” Xiumei berdiri tak jauh, tangan terlipat di depan, tak berani menyela. Pekan ia meniup api lentera lalu kembali menatap Jiali. “Seharusnya aku tidak mendekati mereka!" Jiali masih terus berbicara, berjalan mondar-mandir. “Nyonya,” ucap Xiumei pelan. "Aku tahu, aku tahu! Kau sudah memperingatkan, tapi aku tetap saja mendatangi mereka! Bahkan mereka tidak takut berbicara buruk di depanku! Chu Hua, Dong Hua, Dai Lu—hah! Mereka seperti sekumpulan burung murai yang terus berkicau tanpa henti! Sekarang Li Wei mendengar semuanya! Aku bisa bayangkan bagaimana dia akan menggunakan ini untuk keuntungannya!" X

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 41. Bisikan Beracun.

    Pelayan yang sedari tadi hanya berdiri di ujung ruangan kompak keluar ketika Yunqin menendang salah satu meja hingga semua benda yang berada diatasnya jatuh berserakan. Matanya merah menatap seluruh ruangan dan dadanya pun tampak turun naik. Yunqin tidak akan pernah mempercayai apa yang sudah dikatakan Yuwen. Omong kosong! Sampai detik ini Yunqin yakin kalau Jiali hanyalah miliknya. Hanya miliknya! “Seharusnya kau bisa mengendalikan perasaanmu." Yunqin berbalik. Sang istri—Sun Li Wei dengan anggunnya telah berdiri di belakang Yunqin. “Pergilah dari sini!“ usir Yunqin. Sejujurnya sakit yang mendera hati Li Wei menolak untuk bersikap baik, tetapi sebagai istri dari sang pangeran mahkota, ia tidak bisa diam saja. Ia harus menyelamatkan harga diri suaminya. Sang penerus kerajaan. Li Wei menoleh sedikit ke belakang. “Pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan suamiku,” ucap Li Wei pada dua pelayan yang berdiri di belakangnya. “Baik Yang Mulia.” Begitu mendengar pi

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 40. Malam Pertama.

    “Semuanya hampir siap, apa ada yang Nyonya butuhkan lagi?” Tidak mendapatkan jawaban, Xiumei mendekati Jiali yang diam terduduk sedari tadi. Xiumei hendak menepuk pundak Jiali. Namun, urung karena Jiali tampak fokus menatap helai rambut di telapak tangannya.Apa yang terjadi pagi tadi di aula utama jelas mengguncang seluruh karesidenan. Rambut panjang bagi seorang lelaki adalah simbol maskulin, kehormatan dan kedudukan status sosial. Apa yang dilakukan Yuwen jelas sangat penting. Bahkan kaisar Tao tidak bisa berkata-kata.“Nyonya.” Sentuhan lembut Xiumei di pundak membuat Jiali hampir melonjak. “Maaf membuat kaget. Xiumei sudah selesai. Sebentar lagi Tuan Yuwen pasti datang, sebaiknya Xiumei keluar.”“Ya, baiklah. Kamu boleh keluar.”“Baik.”Setelah Xiumei meninggalkannya sendiri, Jiali bangkit lantas mendekati kotak perhiasannya. Ia menaruh helai rambut Yuwen dengan sangat hati-hati di antara cincin-cincin gioknya.“Apa yang sudah kamu lakukan Yuwen?” cicit Jiali.Suara derak pintu m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status