Share

Bab 06. Ancaman.

Author: Ine Time
last update Last Updated: 2025-02-10 14:02:47

“Nona, kereta sudah datang,” ucap Xiumei dengan langkah tergesa masuk ke kamar Jiali. Namun, tatapan muram tuannya itu segera membungkam senyum kecil Xiumei. Tanpa banyak berkata, Xiumei mendekati Jiali, membantu gadis itu berdiri.

Jiali diam, membiarkan jubah indah disampirkan pada bahunya. Sebuah kipas bulat turut disodorkan kepadanya. Tanpa ekspresi, Jiali menerima kipas itu, lantas menggunakannya untuk menutupi sebagian wajah.

“Mari, Nona.”

Langkah pertama keluar dari kamar begitu berat. Saat kakinya menyentuh lantai luar, Jiali berhenti, menoleh ke belakang. Pandangannya tampak sayu, hatinya ikut bertanya, Apa ini takdirku? Beginikah akhirnya hidupku?

“Nona?”

Panggilan Xiumei memecah lamunan. Jiali menarik napas panjang, memaksa dirinya mengangguk pelan lantas melangkah keluar rumah menuju gerbang kediaman keluarga Han. Tepat sebelum menaiki kereta pengantin, ia kembali menoleh ke belakang.

Kenangan masa kecil, suara tawa di lorong-lorong rumah, dan kehangatan keluarganya berkelebat seperti bayang-bayang di air. Tangannya menggenggam kipas semakin erat, lalu ia melangkah masuk ke kereta.

Kereta beroda empat itu mulai bergerak perlahan. Ditarik oleh dua kuda putih yang dihiasi kain merah berbentuk bunga, suara roda yang berderak melintasi jalan batu seakan menggema di hati Jiali.

Jiali menyeka air mata kemudian menyingkap sedikit tirai jendela kereta. Sorak-sorai penduduk yang mengantarkan kepergiannya membuat hati Jiali bertambah sakit.

Xiumei masuk ke dalam kereta lantas duduk di alas karpet merah. “Nona, Tuan Dunrui sudah terlebih dahulu pergi ke istana. Semua barang-barang juga sudah dikirim. Setelah upacara selesai, kita akan langsung pergi ke karesidenan Yang Mulia Yuwen. Perjalanan akan melelahkan, jangan sungkan memanggilku bila Nona butuh bantuan,” ucap Xiumei.

Refleks Jiali menahan tangan Xiumei ketika gadis itu hendak keluar dari tandu kereta. “Xiumei, apa tidak ada cara lain untuk menggagalkan upacara ini?” 

Wajah Xiumei yang berubah gelisah membuat Jiali curiga. Xiumei yang memang tidak pernah berbohong pada Jiali akhirnya bersuara. “Nona, itu, hmm, itu ….”

 “Ada apa? Kamu punya rencana?”

“Tidak Nona, hanya saja ....”

“Apa?” Xiumei bungkam. “apa yang kau coba sembunyikan dariku?” selidik Jiali. 

“Tidak ada Nona.”

“Aku tahu pasti ada sesuatu.”

Mendapat tatapan menyelidik dari Jiali, sontak dengan cepat Xiumei menutupi kain yang melilit pinggangnya. Jiali menarik tangan Xiumei. “Apa yang kau sembunyikan?” Jiali membuka telapak tangannya. “Berikan padaku!”

Xiumei menggeleng. “Nona, hamba tidak mengerti,” jawab Xiumei dengan suara bergetar.

“Berikan atau aku akan memulangkan kamu ke rumah orang tuamu!”

Dalam sedetik Xiumei sudah bersujud di kaki Jiali. “Tidak Nona, jangan lakukan itu Nona!”

Jiali membantu Xiumei untuk kembali menegakkan punggung. “Kalau begitu, berikan kepadaku!”

Tangan Xiumei gemetaran ketika ia menyerahkan secarik kertas terlipat dua yang terselip di kain tersebut. Jiali menarik paksa kertas itu, matanya membulat ketika membaca kata demi kata yang tertulis di kertas.

“Kapan kamu mendapatkannya? Kenapa kamu tidak memberitahukan ini?”

“Nona, ini ide buruk. Hamba tidak ingin Nona berada dalam bahaya lagi,” bela Xiumei.

Jiali kembali membaca isi dari surat yang ia yakini ditulis oleh Yunqin.

Taman Paviliun Selatan. Temui aku. Aku akan meminta Kaisar untuk menjadikanmu sebagai selirku.

“Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan.”

“Nona.”

“Keluarlah.”

“Nona, tapi ini ….”

Menyadari tidak ada gunanya berdebat, Xiumei melangkah keluar. Di dalam kereta yang semakin jauh menuju istana, Jiali menatap surat itu lagi dengan perasaan campur aduk.

***

Gerbang istana terbuka lebar. Kereta pengantin masuk lantas berbelok ke arah paviliun Selatan. Jiali  menyembunyikan kertas di sela gaun pengantin lantas turun setelah kereta sepenuhnya berhenti.

“Nona, Yang Mulia Kaisar meminta Nona untuk beristirahat terlebih dahulu di paviliun,” ucap Xiumei meneruskan pesan dari seorang kasim.

“Kenapa?”

“Yang Mulia Yuwen masih mempersiapkan diri.”

Jiali hanya mengangguk pelan. Sepertinya Dewa sedang berada di pihaknya. Jiali mencondongkan tubuh ke arah Xiumei, berbisik, “Ada sesuatu yang harus aku selesaikan.”

Punggung Xiumei menegak, bulu kuduk di belakang lehernya meremang. Baginya permintaan Jiali persis seperti perintah hukuman mati.

“Nona, hamba tidak bisa membiarkan Nona pergi.”

“Ke mana aku bisa pergi Xiumei? Apa kamu tidak melihat kalau paviliun dijaga sangat ketat?”

Xiumei meneguk ketakutannya lantas menatap ke sekeliling. Jiali benar. Prajurit memang berada di setiap sudut.

“Nona, tapi itu bukan ide yang bagus.”

“Percayalah padaku. Aku hanya ingin berbincang sebentar saja dengan Kakak Yunqin.”

“Nona, hamba mohon.”

“Xiumei, tolong aku, sejak pertunangan kami dibatalkan, kami belum pernah berjumpa lagi. Kalaupun ini mungkin akan menjadi salam perpisahan, aku tetap ingin melakukannya.” 

“Nona—“

“Percayalah padaku,” potong Jiali meyakinkan.

“Nona yakin hanya sebentar?”

Jiali mengangguk-angguk. “Iya.”

“Nona, meski upacara belum dimulai, tetapi seluruh kerajaan tahu kalau Nona adalah calon istri Yang Mulia Yuwen, kalau sampai ada yang melihat—“

“Kalau begitu, kamu berjaga di sini. Jangan sampai ada yang mengikuti aku ke taman.”

Terpaksa Xiumei mengangguk lantas menatap Jiali yang bergegas pergi menuju taman.

Seluruh taman di dalam istana begitu indah, tetapi taman di bagian Selatan adalah yang paling sering dibicarakan. Pucuk rumput yang baru dipangkas masih harum, bunga-bunga mekar sempurna. Namun, Jiali tidak bisa menikmati semuanya.

Mata Jiali menatap ke setiap sudut. Sesekali duduk lantas kembali berdiri dengan cemas berharap Yunqin muncul dalam sekejap.  

“Bukankah seharusnya Anda tidak berkeliaran di sini?”

Suara dingin itu membuat tubuh Jiali menegang. Ia berbalik cepat hingga ornamen penghias kepalanya beradu. Spontan Jiali mundur selangkah karena pria yang menurutnya amat menyebalkan itu berjalan mendekat. Beberapa pengawal berpakaian zirah tampak menyertainya membuat Jiali semakin gugup.

“Bukankah seharusnya Anda tidak berkeliaran di sini?” ulangnya.

Jiali tidak suka kata 'berkeliaran' ditujukan untuknya. Dirinya terdengar seperti seekor binatang liar yang mengganggu.

“Haruskah saya bertanya hal yang sama lebih dari dua kali?”

“Kakak Gu, bisakah meninggalkan aku sendiri di sini?” pinta Jiali setengah memelas. Melihat ekspresi lawan bicaranya, Jiali kembali berkata. “Kakak Gu apa Kakak sudah menyampaikan pesanku pada Yang Mulia Yuwen?”

“Ya, tentu saja.”

“Benarkah? Aku merepotkan, maaf Kakak Gu.”

Yuwen tersenyum kecut. “Saya bertugas mengantar Nyonya ke aula upacara.”

Dari balik kipasnya Jiali tersenyum hingga matanya sedikit menyipit. “Pergilah terlebih dahulu. Ada sesuatu yang harus aku lakukan.”

“Titah pernikahan ini berasal dari Yang Mulia Kaisar Qing Tao sendiri. Bahkan Dewa pun tidak bisa membatalkan pernikahan ini.”

Jiali mempererat genggamannya di gagang kipas. “Aku ta-tahu,” ucapnya terbata.

“Lantas apa yang sedang Nyonya lakukan di sini? Apa tidak masalah bagi Nyonya kalau kepala Tuan Han Dunrui terlepas dari tubuhnya?” tanya Yuwen.

Jiali menelan ludah, membayangkannya saja ia tidak berani. “Apa kamu sudah mengatakan pesanku pada Tuan Yuwen?” ulang Jiali

“Ya. Bukankah aku sudah mengatakan iya?

“Lalu kenapa pernikahan ini masih terlaksana? Kenapa dia keras kepala sekali,” cicit Jiali.

“Hamba masih bisa mendengar, Nyonya.”

“Kalau begitu, aku tidak akan sungkan. Aku penasaran mengapa pangeran kedua masih mau melanjutkan pernikahan sementara dia tahu aku tidak mau menikah dengannya. Semua orang tahu kalau Yang Mulia Kaisar Tao amat menyayangi Pangeran Kedua, kalau pangeran sendiri yang memintanya, Yang Mulia Kaisar Tao pasti mempertimbangkan!”

Jiali mundur selangkah ketika pria yang ada di hadapannya itu membungkukkan tubuh ke arahnya. Nyali Jiali seluruhnya padam ketika pria itu menatapnya sadis.

“Bila percakapan ini didengar Yang Mulia Yuwen, hamba sangat penasaran, pelajaran apa yang akan Yang Mulia Yuwen berikan pada Anda.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 07. Pernikahan Agung.

    Tabuhan genderang menggema di aula utama. Nyala lentera yang digantung di tiap pilar kayu berukir naga, memenuhi istana. Hamparan karpet merah menjulur dari altar besar hingga ke pintu gerbang aula sebagai perlambang jalan keberuntungan bagi pasangan yang akan memulai hidup baru bersama. “Ini hanya formalitas,” bisik Jiali pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang bergejolak serta membujuk dirinya agar tidak terpukau oleh semua kemegahan, kemeriahan pesta pernikahan. Di ujung karpet, Qing Yuwen berdiri tegak dengan jubah pengantin pria berwarna merah marun. Hiasan tirai mutiara menggantung di mahkotanya menutupi sebagian wajahnya. Tidak hanya wajah, bahkan seluruh tubuhnya terasa tertutup, seolah ia menyembunyikan dirinya dari dunia. Jiali menatapnya dengan hati yang dipenuhi ketidakpastian. Seperti sebuah bayangan, Qing Yuwen hadir tanpa bisa digenggam oleh Jiali. Matanya tidak bisa menembus tirai mutiara yang membatasi mereka.Jiali memicingkan mata, mencoba melihat bag

    Last Updated : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 08. Ambang Maut.

    Hembusan angin membawa aroma lembut bunga plum sekaligus satu kenangan yang terkubur jauh di sudut hati Jiali. Bayang akan dahan-dahan penuh dengan bunga putih mengalir ke dalam pikirannya. Di detik itu seakan-akan ia kembali ke memori masa kecilnya.Itu adalah hari penentuan pertunangannya dengan Yunqin. Saat itu, Jiali masih berumur tujuh tahun. Tentunya belum mengerti bahwa takdirnya akan diikat dengan seorang pangeran mahkota penerus takhta. Semua orang di sekitarnya tersenyum, larut dalam kegembiraan yang terlalu besar untuk dipahami oleh seorang anak kecil. Ia gembira karena mengenakan gaun cantik pemberian sang ayah; berwarna seputih bunga-bunga yang mengelilingi taman tempat pesta digelar, juga ornamen emas dan giok terbaik."Jangan takut," kata seorang anak lelaki dengan suara lembut yang berdiri di depannya, mengenakan jubah merah dihiasi sulaman naga emas. Jiali mengangkat wajah, menatap Yunqin yang dipikirnya hanya seorang bocah sama sepertinya. Mata besar Jiali yang di

    Last Updated : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 09. Luka Pertempuran.

    Tenda utama diterangi oleh cahaya temaram lentera. Bayangan api seolah melompat-lompat di permukaan kain tenda. Qing Yuwen duduk diam di atas bangku kayu, luka panjang di lengannya sedang dibersihkan dengan kain yang dibasahi ramuan herbal. Nampak jelas jejak kelelahan dalam matanya.Ia menarik napas dalam, lalu tersenyum kecut. Luka di lengannya memang perih, tetapi bukankah seharusnya ia sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini? Dibandingkan semua pertempuran sudah berlalu, ini hanyalah luka kecil. Refleks tangannya yang bebas menyentuh punggung. Bekas luka besar yang sudah memudar, tetapi tetap meninggalkan jejak kasar di kulitnya teraba. Bekas luka itu adalah kenangan dari salah satu pertempuran terberat yang pernah ia jalani. Saat itu, pasukan kekaisaran terjebak di lembah sempit Baiyun. Mereka disergap oleh musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Qing Yuwen, yang saat itu masih berpangkat Jenderal Muda, memimpin sayap kanan pasukan, ia tahu prajuritnya mulai kehilangan pe

    Last Updated : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 10. Mengikat Siasat.

    Di ruang kerjanya yang sunyi, Qing Yuwen melanjutkan lukisannya dengan gerakan tangan yang tegas dan terukur. Sesekali ia menatap coretan hitam yang mulai membentuk pemandangan pegunungan di atas kertas. Tanpa menoleh, ia mendengarkan laporan Yu Yong yang berdiri di sampingnya."Tabib sudah memeriksa Nyonya. Kondisinya stabil," kata Yu Yong, nadanya penuh kehati-hatian. "Yang Mulia, hamba sudah meminta tabib untuk turut memeriksa kondisi Yang Mulia.”Ujung alis Yuwen naik. “Apa yang salah denganku?”“Yang Mulia terluka oleh serangan Pangeran Mahkota dan para bandit, mana mungkin tidak ada yang salah.”Yuwen mengangkat tangannya. “Aku sudah mengobatinya.”“Yang Mulia—”“Aku rasa kedatanganmu ke sini, bukan bertujuan untuk membicarakan ini,” potong Yuwen.Yu Yong mengangguk. “Bandit yang kita lepaskan kembali ke markasnya di sebelah selatan Gunung Fuxie, ada seseorang yang mencurigakan, tetapi hamba tidak pernah melihatnya datang ke istana.”“Kalau begitu, ini akan semakin menarik. Teta

    Last Updated : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 11. Mata-mata.

    Langkah cepat Xiumei terhenti oleh suara sepatu yang mendekat. “Yang Mulia!” serunya kaget langsung membungkuk dalam-dalam saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Yuwen berdiri tegak dengan tangan menggenggam sebuah gulungan surat. Matanya tajam saat memandang Xiumei, membuat gadis itu gemetar. “Ini milikmu?” tanyanya sambil mengangkat surat tersebut. Walau hanya sekilas memandang Xiumei mengenali tulisan tangannya sendiri. Wajahnya memucat. Ia langsung bersimpuh, tubuhnya bergetar. “Hamba … tidak tahu bagaimana surat itu bisa sampai di tangan Yang Mulia,” katanya dengan suara kecil. “Tidak perlu tahu bagaimana,” jawab Yuwen dingin. “Kau seharusnya tahu peraturan. Surat keluar dari karesidenan ini harus memiliki capku. Tanpa izin, surat ini tidak boleh dikirimkan. Seharusnya majikanmu tahu hal ini!” “Hamba mohon ampun!” Xiumei menunduk lebih dalam, hampir menyentuh tanah. “Ini sepenuhnya kesalahan hamba. Nyonya sama sekali tidak tahu menahu soal surat ini.” Yuwen menaik

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 12. Jejak Licin Di Kolam

    Meski dari kejauhan, Yuwen jelas mengamati Jiali, mengikuti setiap langkahnya tanpa suara. Di belakangnya, Yu Yong juga diam, menyaksikan dengan cermat. “Yang Mulia,” bisik Yu Yong, menunjuk ke sudut taman, “Lihat, Nyonya Chu Hua dan pelayannya di sana, mengawasi Nyonya Han.”Yuwen menatap ke arah yang dimaksud. Dengan ekspresi datar, ia berkata, “Biarkan saja. Jangan ikut campur.” Mata Yuwen tetap tertuju pada Jiali yang mulai mendekati tepi danau.Jiali berdiri di sana, tampaknya terlarut dalam pikiran. Tubuhnya bergoyang-goyang sedikit lalu menengadah ke arah langit. Jiali tersenyum, matanya menyipit karena silau akan sinar matahari. Yuwen memperhatikan tiap detail kecil raut wajah Jiali.Memang, masih banyak wajah lebih cantik yang sering Yuwen temui, tetapi penilaiannya pada wajah Jiali tidak berubah. Kesan lembut dan ceria membingkai wajah Jiali. Mata besar dan bulatnya memancarkan ekspresi semangat. Hidungnya kecil dan ramping, seimbang dengan bibirnya yang penuh dengan bentuk

    Last Updated : 2025-03-21
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 13. Surat Rahasia.

    Kereta perbekalan dari istana tiba di halaman belakang karesidenan, deretan pelayan tampak sibuk memindahkan peti-peti dan karung dari kereta ke paviliun penyimpanan.Suara gesekan roda di atas batu kerikil terdengar jelas, bercampur dengan perintah dari Yu Yong yang sedang memeriksa daftar barang.Di sudut lain, Xiumei memeriksa perbekalan Jiali untuk perjalanan ke Guan. Sesekali ia melihat ke arah kereta, merasa heran dengan banyaknya barang yang datang kali ini.Saat itulah seorang pria dengan pakaian pelayan istana menghampirinya. Wajahnya cemas, matanya terus melirik ke arah Yu Yong yang berdiri tidak jauh."Anda Nona Xiumei, pelayan Nyonya Han, bukan?" bisik pria itu, suaranya rendah penuh tekanan.Xiumei mengernyit, merasa janggal. "Iya, betul. Ada apa?"Pria itu melirik ke sekeliling lagi, lalu menyodorkan sesuatu yang tergulung kecil. "Ini surat untuk Nyonya Han. Dari Tuan Han Dunrui. Mohon sembunyikan baik-baik. Jangan sampai diperiksa oleh penjaga, apalagi Tuan Yu Yong."Ma

    Last Updated : 2025-03-22
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 14. Bisikan di Balik Tirai

    Keanggunan Chu Hua memang memikat, tetapi di balik senyum itu ada banyak lapisan tersembunyi. Semenjak kedatangan Jiali, semakin sulit bagi Chu Hua untuk mendekati Yuwen. Bahkan perhatian Yuwen pada Jiali terasa semakin berlebihan. Posisi Chu Hua semakin terancam. Perasaan itu akhirnya memuncak. Kini, Chu Hua tidak bisa lagi menyembunyikan ketidakpuasan yang melanda. Dalam hati, Chu Hua tahu semakin sulit baginya memikat Yuwen bila Jiali masih ada di sisi Yuwen. Hari itu, saat angin lembut berhembus melalui jendela kamar, Chu Hua memutuskan untuk memanggil ketiga selir lainnya. Mereka akan berkumpul di ruang pertemuan yang jarang digunakan, tempat di mana percakapan bisa berlangsung tanpa takut didengar pelayan atau pengawal. Sesaat setelah kedatangan selir-selir lainnya, suasana terasa canggung, penuh dengan ketegangan yang tak terucapkan. Chu Hua duduk dengan anggun di kursinya, sementara selir lainnya menunggu perintah dengan hati-hati. “Jadi, kalian tahu kalau Yang Mulia akan

    Last Updated : 2025-03-23

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 48. Kau Menakutkan, tapi Aku Tetap Tinggal.

    Langit di luar telah gulita. Sesekali suara angin malam menyelinap lewat celah-celah jendela membuat lilin di sudut kamar kadang merunduk, nyalanya kecil dan bergoyang pelan. Yuwen membuka pintu kamar dengan langkah pelan. Pakaiannya masih rapi, hanya jubah luarnya yang ia tanggalkan sebelum masuk. Matanya menyapu ruangan sebentar, lalu berhenti pada sosok yang duduk miring hampir membelakangi ranjang, diam, membisu.“Sudah larut,” ucap Yuwen akhirnya. Suaranya lebih pelan, mengandung lelah yang tak bisa ditutupi.Jiali tetap tidak menjawab, bahkan tidak menoleh. Dari sini, Yuwen tidak bisa melihat wajah istrinya. Yuwen meletakkan sabuknya di meja. “Apa terjadi sesuatu?” tebaknya. Jiali masih diam. “Aku kira malam ini kita bisa tidur tenang tanpa bertengkar,” lanjutnya.Meski masih dalam posisi yang sama, akhirnya Jiali bersuara. “Kalau kau ingin ketenangan, kenapa tidak langsung saja ke paviliun Hui Fen?” ucapnya ringan, datar, tetapi terasa seperti serpihan es yang dilemparkan tep

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 47. Percakapan Dingin Di Antara Cawan Yang Hangat. 

    Langit Hangzi mendung sejak pagi. Matahari hanya sempat menyibak kabut tipis sebentar sebelum akhirnya kembali sembunyi di balik awan kelabu. Udara di dalam karesidenan terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena angin musim semi yang belum reda, melainkan karena keheningan yang terus menguar di tiap sudut.Di ruangan dalam, Kaisar Tao duduk sendirian cukup lama sebelum meminta Kasim Hong Li memanggil Yuwen. Satu-satunya suara hanyalah detak jam air dan desau angin yang menyelinap dari celah kayu jendela. Cawan teh di tangannya sudah dua kali diganti oleh pelayan, tetapi belum sekalipun ia teguk. Kaisar Tao cemas.Ia mengangkat cawan itu lagi. Menatap permukaan airnya yang tenang, lalu menggoyangnya pelan hingga muncul riak. Seolah berharap ada jawaban tersembunyi di dalam pusaran kecil itu.“Tak ada jalan mudah untuk seorang ayah,” gumamnya sendiri.Di benaknya masih tergambar jelas wajah Yuwen saat kecil—anak yang selalu diam, tetapi menyimpan nyala tajam di balik sorot matany

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 46. Doa Calon Mantan.

    “Apa kau ingin aku yang berjalan ke sana?”Jiali mengerjapkan mata. Tawaran Yuwen jelas adalah satu sindiran halus untuknya agar cepat masuk. Yuwen tidak akan sudi menghampiri Jiali terlebih dahulu.“Tidak perlu,” jawab Jiali lalu masuk.Sejenak pandangannya terfokus pada Hui Fen. "Pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan suamiku. Satu lagi, tunggu aku di paviliunmu. Aku ingin bicara denganmu."Hui Fen menatapnya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baik, Nyonya.”Setelah Hui Fen pergi, Jiali mengikuti langkahnya sampai pintu, lantas menutup pintu lalu berbalik kembali menghampiri Yuwen. "Kenapa ibumu melakukan ini?" tanya Jiali tanpa berbasa-basi.Yuwen menyandarkan punggungnya ke kursi. "Wah, pertanyaanmu langsung ke sumber masalah. Kau pasti sudah mendengar berita tentang Hui Fen. Kau ingin aku menjawab pertanyaanmu sebagai kepala karesidenan, atau sebagai suamimu?"“Kau takut berjauhan dengan Hui Fen bukan? Kau cemas wanita yang bisa kau gilir setiap malam berkurang bukan?”

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 45. Yang Tidak Terucap.

    Langit mendung mencerminkan perasaan yang berkecamuk dalam hati Jiali. Sejak pagi sampai menjelang makan siang, Jiali masih duduk di tangga paviliunnya. Pandangannya kosong ke arah rerumputan. Tanpa disadari, Jiali meremas lengannya lalu mengusap leher ketika ia ingat, hangat dan kuatnya tiap sentuhan Yuwen. Jiali menggigit bibir. Entah apa yang seharusnya ia rasakan. Lega atau sedih? Tiap malam yang belakangan ia habiskan bersama Yuwen adalah satu tugas, tetapi Jiali menyukainya? Benarkah? Lantas … bagaimana dengan Yuwen? Apakah Yuwen melakukannya karena mulai membuka hati untuk Jiali? Mulai mencintai Jiali? Jiali memukul pelan kepalanya. Ia ingat betul bagaimana sikap dingin Yuwen dan selama ini Yuwen juga setuju akan satu kenyataan. Kalau Jiali hanya sebuah beban tambahan. Pernikahan ini … juga tidak diinginkan Yuwen. Pandangan Jiali kembali sayu ketika ingat tatapan ketus tak peduli Yunqin. Kehangatan dalam mata Yunqin yang selalu terjaga lenyap. Seolah mereka tak pernah berb

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 44. Satu-satunya Selir.

    Melihat Xiumei masuk ke dalam kamar dengan tergesa, Jiali segera bangkit dari kursinya. “Ada apa? Apa ada masalah lagi?”Xiumei tersenyum lantas menggeleng. “Nyonya sudah minum teh herbal?”“Sudah. Apa ada sesuatu? Apa yang terjadi? Apa selir yang lain membuat ulah juga?”Lagi-lagi Xiumei menggeleng. “Adik-adik Yang Mulia ada di depan ingin bertemu dengan Nyonya,” ungkap Xiumei.“Adik?”“Yang Mulia Qing Lien Hua dan Qing Qiaofeng ingin bertemu dengan Nyonya.”Jiali terkejut sejenak. Ia tahu kedua adik perempuan Yuwen itu ikut dalam rombongan kekaisaran, tetapi karena berbagai urusan yang terjadi bertubi-tubi, mereka belum sempat bertemu. Dengan segera, Jiali merapikan penampilannya dan berjalan menuju ruang tamu.Begitu ia masuk, dua sosok yang tampak ceria langsung menyambutnya. Lien Hua, gadis muda dengan senyum lebar dan wajah penuh semangat, serta Qiaofeng, yang sedikit lebih pendiam tetapi memiliki sorot mata yang hangat."Kakak ipar!" seru Lien Hua riang, langsung menghampiri J

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 43. Persidangan.

    Tiba di aula utama, suasana tegang memenuhi setiap sudut. Semua orang berdiri dalam barisan rapi. Kaisar duduk dengan tatapan tajam, memandangi Lu Nan yang berlutut di hadapannya. Yuwen berdiri di sisi sebelah kanan Kaisar, kedua tangannya terlipat di depan dada, raut wajahnya tenang, tetapi penuh kewaspadaan. Jiali berhenti tepat di ambang pintu. Napasnya masih memburu akibat berlari, tetapi matanya langsung menangkap sosok Chu Hua yang berdiri di antara para selir lain. Tatapan puas di wajah Chu Hua membuat perut Jiali semakin bergejolak. Jiali menggigit bibir dan melangkah maju tanpa sengaja tatapannya beradu dengan Yuwen. Yuwen bergerak menghampiri Jiali, menarik tangan Jiali lantas membawanya untuk ikut berdiri di tempatnya semula. Ekor mata Kaisar mengamati pergerakan Yuwen lantas kembali menatap Lu Nan. “Kasim Hong, berikan surat itu.” Hong Li memberikan hormat. “Baik, Yang Mulia,” ucapnya kemudian menyerahkan surat dari Lu Nan kepada Kaisar. Sejenak Kaisar membacanya,

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 42. Malam Hangat Selanjutnya.

    Jiali melangkah cepat kembali ke kamarnya. Hati dan pikirannya masih penuh akan amarah. Bahkan gaunnya tampak sedikit berkibar ketika ia berjalan. Begitu pintu kamarnya ditutup Xiumei, Jiali langsung membuka tali selendang di pinggangnya dengan kasar lantas melemparkannya ke meja. “Chu Hua benar-benar keterlaluan! Menyebalkan! Memangnya dia pikir dia siapa? Selir! Dia hanya selir!” Xiumei berdiri tak jauh, tangan terlipat di depan, tak berani menyela. Pekan ia meniup api lentera lalu kembali menatap Jiali. “Seharusnya aku tidak mendekati mereka!" Jiali masih terus berbicara, berjalan mondar-mandir. “Nyonya,” ucap Xiumei pelan. "Aku tahu, aku tahu! Kau sudah memperingatkan, tapi aku tetap saja mendatangi mereka! Bahkan mereka tidak takut berbicara buruk di depanku! Chu Hua, Dong Hua, Dai Lu—hah! Mereka seperti sekumpulan burung murai yang terus berkicau tanpa henti! Sekarang Li Wei mendengar semuanya! Aku bisa bayangkan bagaimana dia akan menggunakan ini untuk keuntungannya!" X

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 41. Bisikan Beracun.

    Pelayan yang sedari tadi hanya berdiri di ujung ruangan kompak keluar ketika Yunqin menendang salah satu meja hingga semua benda yang berada diatasnya jatuh berserakan. Matanya merah menatap seluruh ruangan dan dadanya pun tampak turun naik. Yunqin tidak akan pernah mempercayai apa yang sudah dikatakan Yuwen. Omong kosong! Sampai detik ini Yunqin yakin kalau Jiali hanyalah miliknya. Hanya miliknya! “Seharusnya kau bisa mengendalikan perasaanmu." Yunqin berbalik. Sang istri—Sun Li Wei dengan anggunnya telah berdiri di belakang Yunqin. “Pergilah dari sini!“ usir Yunqin. Sejujurnya sakit yang mendera hati Li Wei menolak untuk bersikap baik, tetapi sebagai istri dari sang pangeran mahkota, ia tidak bisa diam saja. Ia harus menyelamatkan harga diri suaminya. Sang penerus kerajaan. Li Wei menoleh sedikit ke belakang. “Pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan suamiku,” ucap Li Wei pada dua pelayan yang berdiri di belakangnya. “Baik Yang Mulia.” Begitu mendengar pi

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 40. Malam Pertama.

    “Semuanya hampir siap, apa ada yang Nyonya butuhkan lagi?” Tidak mendapatkan jawaban, Xiumei mendekati Jiali yang diam terduduk sedari tadi. Xiumei hendak menepuk pundak Jiali. Namun, urung karena Jiali tampak fokus menatap helai rambut di telapak tangannya.Apa yang terjadi pagi tadi di aula utama jelas mengguncang seluruh karesidenan. Rambut panjang bagi seorang lelaki adalah simbol maskulin, kehormatan dan kedudukan status sosial. Apa yang dilakukan Yuwen jelas sangat penting. Bahkan kaisar Tao tidak bisa berkata-kata.“Nyonya.” Sentuhan lembut Xiumei di pundak membuat Jiali hampir melonjak. “Maaf membuat kaget. Xiumei sudah selesai. Sebentar lagi Tuan Yuwen pasti datang, sebaiknya Xiumei keluar.”“Ya, baiklah. Kamu boleh keluar.”“Baik.”Setelah Xiumei meninggalkannya sendiri, Jiali bangkit lantas mendekati kotak perhiasannya. Ia menaruh helai rambut Yuwen dengan sangat hati-hati di antara cincin-cincin gioknya.“Apa yang sudah kamu lakukan Yuwen?” cicit Jiali.Suara derak pintu m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status