"Albert?..."
Dengan wajah yang tidak bisa berkata-kata lagi, Leon melihat ke arah Albert yang menusuknya dengan sebuah pedang. "Ukh!" Leon muntah darah akibat luka dalam dari tusukan Albert yang tepat mengenai jantungnya. Meski jantungnya ditusuk ia masih memiliki kesadaran mencoba untuk mengangkat wajahnya. Wajahnya berubah pucat seolah tidak bisa mempercayai apa yang sedang dilihatnya saja ia lihat. "Kalian semua!!" Leon melihat semua anggota party lainnya sedang mengarahkan senjata mereka ke arahnya. "Seperti yang diharapkan oleh hunter terbaik, bahkan setelah jantungnya ditusuk masih belum mati juga, memang superhuman gila!" Albert menunjukkan senyum liciknya kepada Leon sambil secara perlahan memperdalam tusukannya. "Aarrgghh... Ukh!" Leon merasa kesakitan akibat hal itu dan ia mulai memuntahkan darah lebih banyak lagi, pandangannya mulai pudar dan tubuhnya benar-benar tidak sanggup lagi. Lututnya terjatuh ke tanah, namun tubuhnya tetap tegap rata. Meski di penghujung kematiannya, ia masih memegang keyakinannya. "Ke--napa?" Tanya Leon dengan suara yang lemah, kesadarannya sudah semakin menipis dengan darah yang terus keluar dari lukanya. "Memangnya apa lagi? tentu saja karena uang, meski kau menyelesaikan banyak dungeon namun para petinggi tidak menyukai hal itu, karena dungeon adalah sumber uang tanpa batas dan keberadaanmu menghalangi mereka, sekarang rasakan akibat dari semua kesombonganmu, hahahahahahaha!" Albert tertawa terbahak-bahak dengan sangat puas, senyum licik dan semua yang bisa ia lakukan, ia lakukan untuk menghancurkan mental Leon. "Selamat tinggal, Tuan hunter terbaik dunia." Kata Albert sebelum ia dan yang lainnya mulai berbalik dan meninggalkan Leon sendirian di dalam dungeon, Leon melihat ke arah wajah mereka semua yang meninggalkannya. 'Aku adalah Leon, aku tidak bisa berhenti di sini!' Sebuah kata-kata muncul dipikirannya, sebuah kata-kata yang selalu ia katakan kepada dirinya sendiri. Seolah menyalakan api kehidupannya kata-kata itu membuat kesadaran Leon kembali. 'Aku tidak bisa berhenti di sini!' "AAARRGGHH!!" Teriakan Leon sangat kuat sampai membuat Albert dan yang lainnya terhenti dari langkah mereka menuju luar dungeon, dan membuat mereka berbalik. "Apa?!" Mereka berbalik terkejut namun tanpa mereka sadari Leon sudah melompat ke arah mereka. Leon melompat ke arah Albert yang berjalan di paling belakang. "ALBERT!!" "!!!" Leon meneriakkan nama Albert dengan keras, membuat bulu kuduk Albert langsung merinding. Mata Leon yang menyala-nyala seperti api merah membuat Albert langsung ketakutan. "Berhenti!" Albert mencoba untuk menahan Leon dengan pedangnya namun Leon jauh lebih kuat dari pada Albert membuat pedang Albert patah dan Leon langsung menebas lengan Albert yang memegang pedang itu. "Arrgghh!!, tanganku!, tanganku!" Albert berteriak kesakitan dan ketakutan melihat lengannya tergeletak di lantai, setelah dipotong oleh Leon. Leon yang mendarat setelah memotong lengan Albert mulaimencoba untuk menyerang lagi, Albert langsung panik melihat Leon yang sangat dekat dengannya. "Light Missile!" Seseorang dari anggota party itu langsung mengeluarkan sihir serangan ke arah Leon, membuat Leon terjatuh akibat terkena serangan kuat itu secara langsung. 'Kenapa?' "Bang*at, Bang*at!, beraninya kau memotong tanganku, bajin*an gila!" Albert langsung mengamuk dan menginjak-injak tubuh Leon yang terjatuh di lantai, ia melakukan itu beberapa kali untuk mengeluarkan amarahnya. "Albert sudah hentikan!, dia itu sudah mati akibat terkena Light Missile milikku dari dekat. Tak ada gunanya kau melakukan itu." Seorang wanita yang tadi menembakkan sihir cahaya kearah Leon itu, langsung menyuruh Albert untuk berhenti. "Haah, haah, benar, lebih baik aku keluar saja." Albert mencoba untuk menenangkan dirinya setelah mendengar perkataan wanita itu, lalu ia dan yang lainnya mulai melanjutkan langkah mereka. 'Aku tidak ingin mati!' Nusantara, 15 Maret 2025. "Aku tidak ingin mati!" Matanya terbuka, namun yang ia lihat bukanlah tempat yang ia kenali. "Eh?, eakh, ukh!" Sebuah tali mengikat lehernya, membuatnya sulit untuk bernafas, ia langsung mencoba untuk mengambil bagian atas tali itu dengan lengan kanannya dan melepaskan jeratan di lehernya dengan lengan kirinya. "Wow? apa yang terjadi? bukankah seharusnya aku mati di dalam dungeon?" Tanya Leon dengan kebingungan, ia melihat sebuah ruangan yang kotor dengan sampah dan segala macam barang berhamburan. "Eh?" Ketika ia melihat ke arah cermin, ia terhenti kebingungan, ia melihat wujud orang yang sama sekali tidak ia kenali. "Rambut hitam, rambutku itu coklat kemerah-merahan bukan hitam, apa yang terjadi?" Leon terkejut melihat rambutnya yang berubah warna. "Tunggu? wajah siapa ini?!" Katanya dengan suara keras, setelah beberapa saat melihat ke arah cermin ia baru menyadari hal itu, ia baru menyadari kalau wajah itu bukan wajahnya dan tubuh itu bukan dirinya. *Plak!, Plak!, Plak!* Terdengar suara pukulan di dinding sebelah ruangannya, Leon melihat ke arah dinding itu dan dengan spontan mencoba untuk menutup mulutnya karena ia menyadari kalau suaranya mengganggu orang di sebelah. "Baiklah pertama, coba kita pikirkan apa yang terakhir kali terjadi kepadaku dan bagaimana ini bisa terjadi" Ia berbicara dengan nada kecil karena tidak ingin mengganggu tetangga di kamar sebelah lagi, Leon mulai memikirkan hal itu sambil mencoba untuk duduk di kasur yang ada di belakangnya. Namun ia berhenti setelah menyadari kalau ia akan duduk di atas tumpukan sampah. "Akh, ini kotor sekali" Kata Leon dengan jijik lalu mencoba untuk menyingkirkan sampah-sampah yang menumpuk di kasur itu, lalu ia duduk setelahnya. "Pertama, sepertinya aku sudah mati pada saat kejadian di dungeon dan tiba-tiba aku berada di tubuh anak ini. Oke, baiklah, aku tidak mengerti." Katanya dengan spontan, ia benar-benar tidak dapat menemukan penjelasan tentang kejadian ini yang dapat diterima oleh akal sehatnya. "Penjelasan yang paling mendekati adalah reinkarnasi namun tetap saja hal ini bukanlah reinkarnasi, karena aku tidak terlahir kembali, selain itu aku rasa kejadian ini agak berlawanan dengan reinkarnasi." Kata Leon dengan serius, ia mencoba untuk mengingat kembali kejadian sebelumnya "Reinkarnasi adalah terlahir kembali, namun aku tadi saat terjebak di tali, aku tau kalau anak ini mencoba untuk bunuh diri atau mungkin bahkan ia sudah mati dan tiba-tiba saja aku malah terbangun di tubuhnya." Kata Leon sambil menggaruk-garuk kepalanya kebingungan. "Arrkh!! Aku tidak mengerti!" Leon sudah ingin menyerah memikirkannya karena kepalanya juga serasa ingin meledak setelah tidak menemukan jawabannya. Ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur karena merasa sangat lelah. *Prak!, Prak!, Prak!* Suara pukulan di tembok itu terdengar lagi dan kali ini lebih keras karena mungkin ini yang kedua kalinya. 'Tetanggaku ini sepertinya sedang dalam saat-saat penting, aku coba sebisa mungkin untuk tidak mengganggunya lagi, karena aku juga tidak suka diganggu saat sedang fokus terhadap sesuatu.' "Baiklah mari coba pikirkan dengan tenang." Leon lalu beranjak dari posisi rebahannya dan kembali ke posisi duduk. [ Selamat datang kembali, Leon. ] "Eh?"[ Selamat datang kembali, Leon. ] Muncul sebuah layar sistem di depan Leon dengan background berwarna ungu gelap. "Eh?" Leon terdiam untuk beberapa saat, ia terdiam kebingungan menatap ke arah layar sistem yang muncul di hadapannya. Beberapa kali ia menggosok-gosok matanya memastikan apa yang ia lihat ini benar-benar nyata. "Sistem ungu? biasanya layar sister berwarna biru dan hanya muncul ketika kau memeriksa status atau ketika kau di dalam dungeon, tapi apa ini?" Leon yang sudah kebingungan sekarang makin kebingungan. Ia mencoba untuk menyentuh layar sistem itu dengan tangannya untuk memastikan sekali lagi. [ Quest tersembunyi. Kebangkitan Sang Hunter Terbaik. Kalahkan monster jenis apa saja, kumpulkan 10 Soul Essence dari monster yang anda kalahkan untuk meningkatkan Magic Power anda, catatan jumlah peningkatan magic power anda tergantung dari kualitas dari Soul Essence yang anda kumpulkan. 0/10. ] Setelah Leon sentuh layar sistem itu berubah, Leon yang terkejut sud
"Buku? agak aneh untuk menaruh buku sembarangan seperti ini, maksudku bahkan ketika kamarnya berantakan bukunya masih tersusun rapi di atas meja, lebih baik aku rapikan dulu." Leon lalu mengambil buku itu dari lantai, ketika ia mengambilnya ia melihat tulisan yang ada di sampul bukunya. "Diary?" Menyadari kalau buku itu adalah buku harian dari pemilik tubuh ini, mulai timbul perasaan di dalam diri Leon untuk membacanya, ia mulai tergoda. "Ayolah, jangan membuka buku harian orang sembarangan, itu tidak baik!" Ia mencoba untuk menahan dirinya sendiri untuk tidak membacanya, pikiran baiknya memberinya alasan yang cukup kuat untuk tidak melakukannya. "Tapi sekarang aku adalah pemilik tubuh ini, itu berarti ini adalah buku harianku." Pikiran buruknya juga memberikannya alasan untuk melakukannya, Leon semakin tergoda karena rasa penasaran. "Ya, benar, sekarang ini adalah buku harianku." Leon tidak dapat menahan godaan itu. Leon mulai membuka buku itu dengan perlahan, me
"Stt!.." Ucap Daven pelan sambil memberikan isyarat dengan jarinya menyuruh Lia untuk tetap diam. 'Ini serangan monster? tapi bagaimana bisa terjadi? bagaimana bisa portal merah muncul di tempat ini?' Pikir Daven dengan kebingungan. *Step, step.* Ketika Daven sedang berpikir memahami apa yang terjadi, ia mendengar suara langkah kaki yang sangat banyak. 'Goblin, jumlahnya sekitar 9 goblin. Apa yang harus aku lakukan? cepat pikirkan Daven!' Daven berpikir keras menentukan langkahnya, alasan kenapa Daven benar-benar berpikir keras ia tidak memiliki cara untuk mengalahkan para goblin itu dengan kemampuannya sekarang. "Ah, benar!" Ucap Daven spontan setelah ia mendapatkan sebuah ide. Daven berdiri dan keberadaannya yang di sadari oleh para goblin langsung membuat goblin berlari ke arahnya yang ada di lantai 2. "Daven, apa yang ingin kau lakukan?" Lia yang dari tadi diam saja mulai berbicara setelah melihat Daven mulai bergerak. "Lihat saja," balas Daven. Daven langsung mengambil
"Baiklah waktunya bergerak!" Daven menyemangati dirinya sendiri untuk bergerak. Setelah itu Daven mulai berjalan ke arah mayat-mayat goblin yang baru saja ia bunuh dan mulai mengambil semua senjata mereka yang berbahan metal. Daven mulai melepaskan mata panah dari anak panah dan pegangan kayu dari pisau dagger yang di bawa oleh para goblin. "Oke, untuk sementara ini sudah cukup." Daven mulai berdiri dan turun ke lantai 1 namun ia melakukannya dengan hati-hati. Ia membungkuk dan bersembunyi di tempat-tempat yang cukup besar untuk menutupi dirinya. 'Goblin adalah makhluk yang bodoh, jika kau bahkan tidak bisa bersembunyi dengan baik selama dia tidak melihatmu atau mendengar suaramu dengan jelas, mereka tidak akan menyadari keberadaanmu.' Daven lalu bersiap dengan senjatanya, ia mengeluarkan satu mata panah dan ia siap untuk membunuh para goblin-goblin itu. Daven lalu mengintip ke arah para goblin yang sedang berkeliaran di sekitarnya. '2 di kiri, 5 di depan, 4 di ujung kiri, dan
"Haaah!!" Ucap Daven Spontan. Daven tidak terkejut karena ada yang mengalahkan para goblin itu begitu saja namun Daven marah karena ada seseorang yang mengambil buruannya. Ia bahkan sudah siap untuk menyerang mereka dengan senjata-senjatanya. *Tap, tap.* Suara langkah kaki terdengar jelas di atas bongkahan es itu, membuat Daven langsung menggerakkan semua mata panahnya masuk kembali ke dalam kantongnya. Terlihat dari kejauhan seorang wanita dengan rambut biru yang panjang sedang berjalan ke arah para goblin yang membeku di dalam es tersebut. *Tap, tap, tap.* Wanita itu berjalan dengan sangat tenang padahal ia sedang berjalan di atas tanah yang membeku, namun ia tidak menunjukkan tanda-tanda kesusahan sama sekali meski ia berjalan di atas es yang licin. 'Wanita itu..... Siapa dia?' Meski seharusnya Daven mengenali semua Hunter namun ia benar-benar tidak tau siapa wanita itu, ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita itu padahal mereka sesama hunter. 'Aku bahkan tidak tau
"Ggrrr" Suara geraman yang lumayan keras terdengar dari dalam ruangan. "!!!, Ah, ternyata cuman kucing," Daven yang sempat terkejut menjadi lebih santai setelah mengetahui kalau itu tadi suara kucing. Daven melihat seekor kucing berukuran agak kecil, seperti baru berumur sekitar satu tahunan, dengan bulu putih indah yang tebal dan mata biru yang berkilauan seperti kristal. "Anehnya aku dengan jelas mendengar suara langkah kaki yang lebih berat dari pada suara langkah kaki kucing, tapi aku tidak merasakan apapun selain keberadaan kucing ini," Daven berpikir. Daven tidaklah bodoh, dia dapat mengetahui makhluk seperti apa yang mendekatinya dengan mendengar suara langkah kaki mereka. "ggrrrrr," Kucing itu mulai menggeram lagi, keberadaan Daven sepertinya memberikan pertanda bahaya kepadanya. Daven dengan tenang langsung berjongkok dan mencoba untuk mengelus kucing itu dari bawah. 'Kucing adalah hewan yang peka terhadap bahaya karena itu aku harus mengelus dari bawah agar menunjukka
Beberapa menit setelah Daven dan yang lainnya dikepung oleh gerombolan goblin dan sekarang mereka sudah berada di tempat pengungsian sementara. "Aku tidak menyangka, kalau Nona Kayla juga suka kucing, aku tadi sangat gugup hingga tidak dapat berbicara apa-ap,a" Kata Lia dengan terlihat senang dan bersemangat, ia tidak bisa menggambarkan kata-katanya dengan benar karena ia benar-benar merasa sangat bahagia bertemu dengan Kayla. "Yah, tapi sayang sekali dia masih tidak bisa mengelus kucing itu," Jawab Daven. "Benar sangat disayangkan tapi tadi Nona Kayla tadi keren sekali," Kata Lia dengan semangat kepada Daven. "Ya, aku rasa begitu," Jawab Daven. "Hanya dalam satu detik dengan super powernya Nona Kayla langsung membekukan para goblin itu dan menghancurkan mereka semua," Kata Lia menjelaskan dengan wajah berseri-seri. 'Ya, dia membunuh mereka semua sampai aku tidak mendapatkan satu monster pun, padahal aku juga ingin membunuh mereka untuk menyelesaikan quest ini,' Pikir Dave
Daven menatap ke arah beberapa armor berjalan yang ada di depannya. Ia mulai menarik nafas panjang dan melepaskannya untuk beberapa kali, sampai ia mulai tenang. "Baiklah waktunya untuk pergi dari tempat ini," Ucap Daven begitu saja. Daven berbalik dan mulai berjalan keluar dari portal, lalu ia mulai berjalan menjauh dari portal itu. "Yang benar saja, The Living Armor di portal emas?!" Daven merasa sangat kesal dan juga jengkel dengan keadaan ini. "Bahkan jika aku menyelesaikan quest tersembunyi yang ketiga ini, aku masih belum bisa menggerakkan pedang mereka yang memiliki berat sekitar 30Kg. Meski mereka lemah terhadap pukulan dan senjata tumpul namun sekarang aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk membengkokkan jari mereka." Daven yang menyadari kalau ia tidak bisa menyelesaikan dungeon itu memutuskan untuk melakukannya, ia bahkan mulai pergi dari tempat itu tanpa pikir panjang. "Aku tidak takut untuk mengambil tantangan namun aku tidak bisa membayangkan gambaran kem
Daven yang menghabiskan harinya dengan kesunyian mulai mengistirahatkan tubuhnya yang sudah kelelahan. "Aku menghabiskan hariku dengan berlatih dan berlatih terus berpikir untuk mencapai tujuanku, dan mungkin juga untuk membalaskan dendamku, jujur saja di saat sunyi seperti ini adalah sesuatu yang paling tidak ku sukai," Meski latihan membuatnya merasa lelah namun ia terus melakukannya untuk memfokuskan pikirannya pada tujuannya namun di saat ia tidak melakukan apa-apa, semua hal negatif lain mulai menggerogoti pikirannya. "Aku selalu bertanya apakah aku bisa melakukannya, di saat aku latihan aku pasti akan percaya diri kalau aku bisa melakukannya namun di saat seperti ini kadang terasa sekali jurang yang dalam antara aku dan tujuanku," Daven mulai merubah posisi tidurnya ke kiri atau ke kanan selama beberapa kali, terkadang ia telentang atau tiarap hanya untuk menemukan posisi tidur yang nyaman. Di posisi tiarap ia melihat ke samping, melihat ke arah meja tempat ia duduk d
Mendengar suara perempuan memanggil nama mereka, Daven dan Lia langsung menoleh dan melihat seorang wanita dewasa dengan pakaian rapi seperti orang baru saja pulang bekerja. Wanita itu memiliki rambut hitam panjang yang terlihat sedikit bergelombang, meski berumur setidaknya kepala tiga namun dia masih terlihat sangat muda dan cantik. "Mama?" Lia langsung bereaksi setelah melihat wanita itu yang ternyata adalah ibunya, dia terlihat sedikit terkejut. 'Ibunya Lia? aku memang penasaran apakah dia tinggal bersama keluarganya atau tidak, karena aku tidak pernah bertemu dengan keluarganya,' Daven sedikit terkejut, setelah beberapa bulan ia menjalani kehidupan ini, ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan ibunya Lia yang juga merupakan tetangganya. "Bukankah mama bilang kalau mama tidak akan pulang malam ini?" Tanya Lia sedikit heran, dia hanya tidak menyangka kalau ibunya akan pulang. "Ya Mama b
Daven membuka pintu apartemennya dan ia mulai berjalan keluar, dengan memakai sepatu lari dan juga pakaian olahraganya, ia sudah siap untuk sedikit lari dan melemaskan tubuhnya yang kaku akibat terlalu banyak kejadian yang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. 'Tidak ada gunanya untuk terus terjebak dalam pikiran sendiri, sekarang lebih baik bagiku untuk lebih banyak bergerak dan benar-benar melakukan sesuatu' Pikir Daven sambil dan setelahnya ia memulai pemanasannya. Daven melakukan pemanasan selama beberapa menit, ia merenggangkan seluruh tubuhnya dan ketika ia sudah merasa cukup, ia berhenti. "Baiklah mari kita mulai" Ucapnya memulai larinya. Daven memang sudah biasa melakukan lari di sore hari karena pagi hari adalah hari yang sangat sibuk bagi Daven apalagi setelah ia sudah mulai sekolah. 'Aku tidak akan bisa olahraga pagi seperti biasanya karena sekolahku, jadi setidaknya aku harus menambah kualitas pada latihan sore ini,' Pikir Daven sambil meneruskan larinya. Ia
Beberapa menit setelah perjalan ke apartemennya, Daven akhirnya kembali ke apartemennya, dia berjalan masuk ke dalam kamar apartemennya. "Hari ini melelahkan sekali, jujur saja apakah ini kerjaan si sistem itu? bukankah pagi tadi dia bilang akan melakukan sesuatu yang menarik," Ucap Daven mencoba untuk mencocokkan teorinya. Bagaimanapun kejadian di sekolahnya hari ini memang benar-benar aneh sekali untuk di katakan sebagai hari pertama sekolah seseorang. 'Bertemu dan mengalahkan pembully, lalu anak yang di bully meminta untuk dilatih olehmu setelah itu seorang hunter terkenal menyamar dan mencoba untuk mengikutimu, ini pasti ulah sistem itu,' Pikir Daven mempercayai teorinya itu. Daven yang merasa lelah lalu meletakkan tasnya dan ia juga melepaskan seragamnya, setelahnya Daven duduk di atas kasurnya, tak lama ia menjatuhkan tubuhnya dan mulai berbaring di atas kasurnya. "Jika aku
Daven terdiam di tempatnya berdiri setelah ia berpisah dengan Allen, tatapannya menatap tajam ke suatu arah. 'Dia? yang benar saja!' Pikirnya sambil melihat ke arah seseorang yang memakai Hoodie hitam dengan penutup kepalanya, orang itu juga memakai kaca mata hitam dan sebuah masker untuk menutupi wajahnya. Tanpa pikir panjang Daven berlari secepat yang dia bisa, dia terus dan terus berlari sambil mencoba untuk menghindari beberapa orang dan barang yang menghalangi jalannya. "Eh??" Ketika Daven berlari, orang itu terkejut dan langsung juga ikut berlari mencoba untuk mengejar Daven. Mereka terus berlari dengan secepat yang mereka bisa, orang-orang yang melihat mereka berlari menjadi heran namun mereka tidak mencoba untuk ikut campur. Semuanya
"Kau masih di sini?" Tanya Daven kepada Allen karena menurut Daven, tidak ada alasan lagi untuknya untuk tetap diam di sana. "A-ah, maaf," Jawab Allen dan ia mulai berdiri. "Terimakasih karena telah menolongku kak?.." Allen mencoba untuk berterimakasih kepada Daven namun ia tidak tau nama Daven. "Daven," Jawab Daven memberitahukan Allen namanya setelah ia menyadarinya. "Saya Allen dari kelas 11 E, Terimakasih banyak Kak Daven," Kata Allen sambil menundukkan wajahnya. Daven sendiri merasa cukup terkejut karena Allen berterimakasih kepadanya dengan bersungguh-sungguh, jadinya hal itu membuat Daven sedikit canggung dan bingung untuk menjawabnya. "Ya, tidak masalah," Ucap Daven dengan a
'Sudah kuduga akan ada orang di sini,' Wajahnya terlihat putus asa dan pasrah, begitulah reaksi Daven ketika ia melihat ada beberapa orang di atas atap itu. 'Kenapa aku malah putus asa, bukankah aku sudah merasakan keberadaan lima orang di atas atap ketika sedang mengarah ke atas sini,' Pikir Daven. Dengan kemampuannya untuk merasakan mana seseorang Daven sudah menyadari orang-orang yang sedang berada di atap namun entah mengapa ia masih berharap. Terdapat 4 orang yang terlihat di atas atap itu dan mereka semua berada di dekat pagar pembatas dan mereka menghadap membuat setengah lingkaran. 'Dilihat dari warna seragam mereka anak kelas 2 ya?' Simpulkan Daven. Mendengar suara pintu terbuka mereka langsung melihat ke arah pintu itu dan terlihat jelas sosok Daven yang juga menatap mereka.
'Eh?' Daven terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya terdiam ketika guru wanita itu memeluknya. "Bu Nia?" Ucap Pak Daffa terkejut dan kebingungan setelah melihat Bu Nia memeluk Daven begitu saja. Menyadari kelakuannya yang sepertinya agak berlebihan, Bu Nia mulai melepaskan Daven dan mencoba untuk bersikap tenang. "Maaf, aku tak sengaja" Kata Bu Mia kepada Pak Daffa. Bu Nia lalu melihat ke arah Daven. "Maaf Daven, Ibu tidak sengaja mungkin naluri keibuan Ibu membuat Ibu bergerak begitu saja," Kata Ibu Nia mencoba menjelaskan kepada Daven. "Daven adalah salah satu dari para murid-murid sekolah ini sangat yang berharga, mengingat kondisi yang terjadi mungkin membuat Naluri keibuan Bu Nia keluar sendiri, karena itu Daven maafkan Ibu Nia," Ucap Pak Daffa mencoba untuk membela Ibu Nia
[ Halo Daven ] "Pendidikan tetap apa?" Tanya Lia yang agak kebingungan karena Daven tiba-tiba berhenti begitu saja. "Ah, maksudku pendidikan tetaplah penting" Jawab Daven setelah menyadari kebingungan Lia. "Kalau begitu aku berangkat dulu" Ucap Daven ingin mengakhiri pembicaraan. "Aku juga akan berangkat kalau begitu hati-hati Daven" Ucap Lia sambil tersenyum hangat dengan melambaikan tangannya kepada Daven. "Kau juga hari-hati" Jawab Daven. Lia berjalan langsung ke arah sekolahannya s