Nusantara - 04 Desember 2024 Di depan sebuah portal besar yang mengeluarkan cahaya ungu, banyak sekali orang berkumpul. Para media juga datang berkumpul di antara orang-orang. "Baiklah pemirsa, selamat siang, Channel 6 di sini dan kami akan sedang melakukan siaran langsung detik-detik sebelum para hunter datang untuk penyerangan dungeon terbesar di negara ini!" Seorang wartawan berbicara dengan tenang menggunakan mikropon yang ia bawa dan seorang pembawa kamera sedang merekamnya. "Leon!" "Leon!" "Leon!" Orang-orang mulai meneriakkan nama Leon. Memahami apa yang terjadi, wartawan dengan kameraman itu langsung berpaling dan mereka ke arah yang berbeda. Di antara kedua pembatas, beberapa orang hunter berjalan sambil membawa senjata mereka. Leon berjalan di paling depan dengan membawa pedang besarnya sebagai senjata utama. "Pemirsa, Hunter Leon sudah datang bersama dengan tim raid utama guild Red Flame. Ini adalah moment yang bersejarah karena sekali lagi hunter terb
"Albert?..." Dengan wajah yang tidak bisa berkata-kata lagi, Leon melihat ke arah Albert yang menusuknya dengan sebuah pedang. "Ukh!" Leon muntah darah akibat luka dalam dari tusukan Albert yang tepat mengenai jantungnya. Meski jantungnya ditusuk ia masih memiliki kesadaran mencoba untuk mengangkat wajahnya. Wajahnya berubah pucat seolah tidak bisa mempercayai apa yang sedang dilihatnya saja ia lihat. "Kalian semua!!" Leon melihat semua anggota party lainnya sedang mengarahkan senjata mereka ke arahnya. "Seperti yang diharapkan oleh hunter terbaik, bahkan setelah jantungnya ditusuk masih belum mati juga, memang superhuman gila!" Albert menunjukkan senyum liciknya kepada Leon sambil secara perlahan memperdalam tusukannya. "Aarrgghh... Ukh!" Leon merasa kesakitan akibat hal itu dan ia mulai memuntahkan darah lebih banyak lagi, pandangannya mulai pudar dan tubuhnya benar-benar tidak sanggup lagi. Lututnya terjatuh ke tanah, namun tubuhnya tetap tegap rata. Meski
[ Selamat datang kembali, Leon. ] Muncul sebuah layar sistem di depan Leon dengan background berwarna ungu gelap. "Eh?" Leon terdiam untuk beberapa saat, ia terdiam kebingungan menatap ke arah layar sistem yang muncul di hadapannya. Beberapa kali ia menggosok-gosok matanya memastikan apa yang ia lihat ini benar-benar nyata. "Sistem ungu? biasanya layar sister berwarna biru dan hanya muncul ketika kau memeriksa status atau ketika kau di dalam dungeon, tapi apa ini?" Leon yang sudah kebingungan sekarang makin kebingungan. Ia mencoba untuk menyentuh layar sistem itu dengan tangannya untuk memastikan sekali lagi. [ Quest tersembunyi. Kebangkitan Sang Hunter Terbaik. Kalahkan monster jenis apa saja, kumpulkan 10 Soul Essence dari monster yang anda kalahkan untuk meningkatkan Magic Power anda, catatan jumlah peningkatan magic power anda tergantung dari kualitas dari Soul Essence yang anda kumpulkan. 0/10. ] Setelah Leon sentuh layar sistem itu berubah, Leon yang terkejut sud
"Buku? agak aneh untuk menaruh buku sembarangan seperti ini, maksudku bahkan ketika kamarnya berantakan bukunya masih tersusun rapi di atas meja, lebih baik aku rapikan dulu." Leon lalu mengambil buku itu dari lantai, ketika ia mengambilnya ia melihat tulisan yang ada di sampul bukunya. "Diary?" Menyadari kalau buku itu adalah buku harian dari pemilik tubuh ini, mulai timbul perasaan di dalam diri Leon untuk membacanya, ia mulai tergoda. "Ayolah, jangan membuka buku harian orang sembarangan, itu tidak baik!" Ia mencoba untuk menahan dirinya sendiri untuk tidak membacanya, pikiran baiknya memberinya alasan yang cukup kuat untuk tidak melakukannya. "Tapi sekarang aku adalah pemilik tubuh ini, itu berarti ini adalah buku harianku." Pikiran buruknya juga memberikannya alasan untuk melakukannya, Leon semakin tergoda karena rasa penasaran. "Ya, benar, sekarang ini adalah buku harianku." Leon tidak dapat menahan godaan itu. Leon mulai membuka buku itu dengan perlahan, me
"Stt!.." Ucap Daven pelan sambil memberikan isyarat dengan jarinya menyuruh Lia untuk tetap diam. 'Ini serangan monster? tapi bagaimana bisa terjadi? bagaimana bisa portal merah muncul di tempat ini?' Pikir Daven dengan kebingungan. *Step, step.* Ketika Daven sedang berpikir memahami apa yang terjadi, ia mendengar suara langkah kaki yang sangat banyak. 'Goblin, jumlahnya sekitar 9 goblin. Apa yang harus aku lakukan? cepat pikirkan Daven!' Daven berpikir keras menentukan langkahnya, alasan kenapa Daven benar-benar berpikir keras ia tidak memiliki cara untuk mengalahkan para goblin itu dengan kemampuannya sekarang. "Ah, benar!" Ucap Daven spontan setelah ia mendapatkan sebuah ide. Daven berdiri dan keberadaannya yang di sadari oleh para goblin langsung membuat goblin berlari ke arahnya yang ada di lantai 2. "Daven, apa yang ingin kau lakukan?" Lia yang dari tadi diam saja mulai berbicara setelah melihat Daven mulai bergerak. "Lihat saja," balas Daven. Daven langsung mengambil
"Baiklah waktunya bergerak!" Daven menyemangati dirinya sendiri untuk bergerak. Setelah itu Daven mulai berjalan ke arah mayat-mayat goblin yang baru saja ia bunuh dan mulai mengambil semua senjata mereka yang berbahan metal. Daven mulai melepaskan mata panah dari anak panah dan pegangan kayu dari pisau dagger yang di bawa oleh para goblin. "Oke, untuk sementara ini sudah cukup." Daven mulai berdiri dan turun ke lantai 1 namun ia melakukannya dengan hati-hati. Ia membungkuk dan bersembunyi di tempat-tempat yang cukup besar untuk menutupi dirinya. 'Goblin adalah makhluk yang bodoh, jika kau bahkan tidak bisa bersembunyi dengan baik selama dia tidak melihatmu atau mendengar suaramu dengan jelas, mereka tidak akan menyadari keberadaanmu.' Daven lalu bersiap dengan senjatanya, ia mengeluarkan satu mata panah dan ia siap untuk membunuh para goblin-goblin itu. Daven lalu mengintip ke arah para goblin yang sedang berkeliaran di sekitarnya. '2 di kiri, 5 di depan, 4 di ujung kiri, dan
"Haaah!!" Ucap Daven Spontan. Daven tidak terkejut karena ada yang mengalahkan para goblin itu begitu saja namun Daven marah karena ada seseorang yang mengambil buruannya. Ia bahkan sudah siap untuk menyerang mereka dengan senjata-senjatanya. *Tap, tap.* Suara langkah kaki terdengar jelas di atas bongkahan es itu, membuat Daven langsung menggerakkan semua mata panahnya masuk kembali ke dalam kantongnya. Terlihat dari kejauhan seorang wanita dengan rambut biru yang panjang sedang berjalan ke arah para goblin yang membeku di dalam es tersebut. *Tap, tap, tap.* Wanita itu berjalan dengan sangat tenang padahal ia sedang berjalan di atas tanah yang membeku, namun ia tidak menunjukkan tanda-tanda kesusahan sama sekali meski ia berjalan di atas es yang licin. 'Wanita itu..... Siapa dia?' Meski seharusnya Daven mengenali semua Hunter namun ia benar-benar tidak tau siapa wanita itu, ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita itu padahal mereka sesama hunter. 'Aku bahkan tidak tau
"Ggrrr" Suara geraman yang lumayan keras terdengar dari dalam ruangan. "!!!, Ah, ternyata cuman kucing," Daven yang sempat terkejut menjadi lebih santai setelah mengetahui kalau itu tadi suara kucing. Daven melihat seekor kucing berukuran agak kecil, seperti baru berumur sekitar satu tahunan, dengan bulu putih indah yang tebal dan mata biru yang berkilauan seperti kristal. "Anehnya aku dengan jelas mendengar suara langkah kaki yang lebih berat dari pada suara langkah kaki kucing, tapi aku tidak merasakan apapun selain keberadaan kucing ini," Daven berpikir. Daven tidaklah bodoh, dia dapat mengetahui makhluk seperti apa yang mendekatinya dengan mendengar suara langkah kaki mereka. "ggrrrrr," Kucing itu mulai menggeram lagi, keberadaan Daven sepertinya memberikan pertanda bahaya kepadanya. Daven dengan tenang langsung berjongkok dan mencoba untuk mengelus kucing itu dari bawah. 'Kucing adalah hewan yang peka terhadap bahaya karena itu aku harus mengelus dari bawah agar menunjukka