"Haaah!!" Ucap Daven Spontan.
Daven tidak terkejut karena ada yang mengalahkan para goblin itu begitu saja namun Daven marah karena ada seseorang yang mengambil buruannya. Ia bahkan sudah siap untuk menyerang mereka dengan senjata-senjatanya. *Tap, tap.* Suara langkah kaki terdengar jelas di atas bongkahan es itu, membuat Daven langsung menggerakkan semua mata panahnya masuk kembali ke dalam kantongnya. Terlihat dari kejauhan seorang wanita dengan rambut biru yang panjang sedang berjalan ke arah para goblin yang membeku di dalam es tersebut. *Tap, tap, tap.* Wanita itu berjalan dengan sangat tenang padahal ia sedang berjalan di atas tanah yang membeku, namun ia tidak menunjukkan tanda-tanda kesusahan sama sekali meski ia berjalan di atas es yang licin. 'Wanita itu..... Siapa dia?' Meski seharusnya Daven mengenali semua Hunter namun ia benar-benar tidak tau siapa wanita itu, ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita itu padahal mereka sesama hunter. 'Aku bahkan tidak tau kalau ada hunter dengan atribut es sekuat ini di Indonesia, siapa dia sebenarnya?' Pikir Daven dengan bingung. Seolah tidak menghiraukan keberadaan Daven wanita itu terus berjalan hingga ia sangat dekat dengan para goblin yang membeku itu, ia meletakkan tangannya di bongkahan es yang membekukan para goblin itu. *Craakk!* Es itu tiba-tiba retak setelah ia sentuh. *Craakk!, Craakk!, Craakk!* Es itu langsung hancur menjadi kepingan-kepingan kecil bersama dengan para goblin yang membeku di dalamnya. 'Wow, ini benar-benar gila, aku tau es adalah atribut langka namun super powernya benar-benar tidak masuk akal, bagaimana ia bisa membekukan sesuatu dan menghancurkannya juga,' Pikir Daven kagum, ia baru pertama kalinya ia melihat kekuatan super power sekuat itu di Indonesia. Ketika Daven sedang terkagum dengan kemampuan super power wanita itu, tanpa ia sadari wanita itu tiba-tiba saja melirik kepadanya dan mulai berjalan ke arahnya. Wanita itu terus berjalan sementara Daven tetap diam di tempatnya berdiri hingga wanita itu cukup dekat dengannya. "Kau, apa yang kau lakukan di sini? ini adalah area berbahaya," Kata wanita itu dengan wajahnya yang tanpa emosi dan nada suara yang kaku. 'Dia tipe orang yang susah mengekspresikan dirinya sendiri aku rasa, kebanyakan orang pasti akan menegurku dari jauh namun dia malah berjalan ke arahku karena dia tidak terbiasa berbicara keras, selain itu sifatnya juga cocok dengan atributnya,' Pikir Daven setelah melihat tingkah laku wanita itu. "Melawan monster??" Jawab Daven ragu-ragu. Ia tau masalahnya jika ia jujur namun ia tidak menemukan celah untuk berbohong ketika ia berdiri tepat di depan para mayat goblin. "Melawan monster? apakah kau memiliki lisensi hunter?" Tanya wanita itu. "Tidak, tapi aku tidak punya pilihan, ini portal merah dan jika aku tidak melawan mereka akan membunuhku," Jawab Daven memberikan alasan. Meski wanita itu terlihat tidak beremosi namun Daven merasa kalau sepertinya ia berhasil menyakinkan wanita itu dengan alasannya. "Baiklah aku mengerti, tapi kau? apakah kau bounty hunter?" Tanya wanita itu sekali lagi. "Tidak! tentu tidak!, aku bukanlah bajingan seperti mereka, alasan mengapa aku tidak mendaftarkan diri di asosiasi adalah karena aku baru saja membangkitkan super power ini kemarin," Daven menjawab dengan tegas. Dari nada bicaranya bisa di lihat kalau ia juga benar-benar tidak suka disamakan dengan para bounty hunter. "Baiklah, kalau begitu aku memintamu untuk mengungsi dulu karena sebentar lagi akan muncul monster wave kedua," Wanita itu berkata memberi saran kepada Daven. "Baiklah, tapi katakan padaku di mana fasilitas pengungsian di sekitar sini?" Tanya Daven. Wanita itu menatapnya dengan tatapan kebingungan, meski wajahnya tidak menunjukkan apapun. "Bukankah ada tempat pengungsian di beberapa tempat yang memang disiapkan untuk hal seperti ini oleh guild Red Flame dan para hunter akan menjaga tempat itu," Kata Daven menjelaskan setelah ia menyadari kalau wanita itu menatapnya kebingungan. "Ahh, tempat itu," Kata Wanita tadi setelah memahami apa yang dikatakan oleh Daven. "Tempat itu sudah tidak berfungsi lagi sejak satu bulan yang lalu, guild Red Flame sudah menjual tempat-tempat itu, setelah mereka mulai runtuh," Sambung wanita itu menjelaskan. Pantas saja ia merasa bingung karena hal itu terjadi satu bulan yang lalu sementara Daven berbicara seolah ia tidak mengetahui hal itu. "Apa?!" Jawab Daven spontan terkejut. Daven menjadi sangat marah karena mereka tidak hanya menghancurkan guild yang telah ia bangun dari 0 namun mereka juga menghancurkan segalanya yang telah ia bangun. Untuk sementara Daven di ambil alih oleh emosinya namun tak lama ia langsung kembali sadar dan mencoba untuk lebih tenang. 'Sialan, akan aku buat mereka membayar semuanya!' Emosi Daven mulai meluap-luap. "Meski tidak ada lagi fasilitas semacam itu namun kami baru membangun tempat pengungsian, di jaga oleh hunter-hunter kuat setidaknya itu cukup untuk menjaga orang-orang, aku akan mengantarmu ke tempatnya," Kata wanita itu menyarankan pendapatnya. "Baiklah, tapi tunggu sebentar karena masih ada orang-orang di dalam apartemen itu." Daven teringat dengan Lia yang ia suruh untuk bersembunyi di kamarnya dan ia juga merasakan kalau masih ada beberapa orang lain yang masih bersembunyi di dalam kamar apatemen mereka. "Baiklah mari kita jemput mereka," Kata Wanita itu mengajak Daven. Daven cukup terkejut karena wanita itu juga ingin membantu, padahal Daven sudah ingin melakukannya sendiri. "Baiklah," Jawab Daven. Mereka berdua lalu mulai berjalan ke sekitar apatemen, wanita itu memeriksa di lantai bawah sementara Daven memeriksa di lantai atas karena ia juga bermaksud untuk menjemput Lia. *Tok, Tok, Tok.* Daven mulai mengetuk pintu kamar Lia. "Lia ini aku Daven!" Daven bersuara mencoba memberitahu Lia kalau dia yang mengetuk sehingga Lia tidak perlu takut untuk membukakan pintunya. Tak lama pintu terbuka dan terlihat sosok Lia dari dalam ruangan kecil apartemen itu. "Daven, apakah semuanya sudah selesai?" Tanya Lia penasaran. "Belum, tapi berita baiknya ada seorang hunter yang akan mengarahkan kita ke pengungsian" Jawab Daven. "Syukurlah, kalau begitu mari kita berangkat Daven," Kata Lia dengan senang karena ia merasa aman. *tap, tap.* Meski suaranya kecil namun Daven dapat mendengarnya dengan jelas, sebuah suara langkah kaki kecil yang ada di sekitar mereka. "Sstt" Daven memberi Isyarat kepada Lia untuk lebih tenang dan tidak membuat suara keras. "Aku mendengar sesuatu, kau pergilah ke bawah harusnya Hunter itu ada di bawah," Kata Daven dengan suara pelan kepada Lia. "Baiklah, kau juga harus berhati-hati," Jawab Lia dengan suara pelan. Lia yang memahami keadaannya lalu mulai berjinjit untuk berjalan dengan pelan ke lantai bawah. Sementara Daven mulai berjalan dengan pelan ke arah sumber suara itu hingga ia menjadi semakin dekat. 'Tunggu kamar apartemen inikan, kamar apartemen tepat di sebelah kamarku. Kamar apartemen ini adalah kamar dari orang yang memukul dinding kamar ketika aku berisik.' Daven mulai menyiapkan mata panah di dalam genggaman tangannya untuk berjaga-jaga lalu ia dengan pelan mulai membuat pintu ruangan itu. *Ngiieekk* Suara decitan dari angsel pintu itu terdengar ketika Daven membuat pintunya dengan perlahan. "Gggrrr!!""Ggrrr" Suara geraman yang lumayan keras terdengar dari dalam ruangan. "!!!, Ah, ternyata cuman kucing," Daven yang sempat terkejut menjadi lebih santai setelah mengetahui kalau itu tadi suara kucing. Daven melihat seekor kucing berukuran agak kecil, seperti baru berumur sekitar satu tahunan, dengan bulu putih indah yang tebal dan mata biru yang berkilauan seperti kristal. "Anehnya aku dengan jelas mendengar suara langkah kaki yang lebih berat dari pada suara langkah kaki kucing, tapi aku tidak merasakan apapun selain keberadaan kucing ini," Daven berpikir. Daven tidaklah bodoh, dia dapat mengetahui makhluk seperti apa yang mendekatinya dengan mendengar suara langkah kaki mereka. "ggrrrrr," Kucing itu mulai menggeram lagi, keberadaan Daven sepertinya memberikan pertanda bahaya kepadanya. Daven dengan tenang langsung berjongkok dan mencoba untuk mengelus kucing itu dari bawah. 'Kucing adalah hewan yang peka terhadap bahaya karena itu aku harus mengelus dari bawah agar menunjukka
Beberapa menit setelah Daven dan yang lainnya dikepung oleh gerombolan goblin dan sekarang mereka sudah berada di tempat pengungsian sementara. "Aku tidak menyangka, kalau Nona Kayla juga suka kucing, aku tadi sangat gugup hingga tidak dapat berbicara apa-ap,a" Kata Lia dengan terlihat senang dan bersemangat, ia tidak bisa menggambarkan kata-katanya dengan benar karena ia benar-benar merasa sangat bahagia bertemu dengan Kayla. "Yah, tapi sayang sekali dia masih tidak bisa mengelus kucing itu," Jawab Daven. "Benar sangat disayangkan tapi tadi Nona Kayla tadi keren sekali," Kata Lia dengan semangat kepada Daven. "Ya, aku rasa begitu," Jawab Daven. "Hanya dalam satu detik dengan super powernya Nona Kayla langsung membekukan para goblin itu dan menghancurkan mereka semua," Kata Lia menjelaskan dengan wajah berseri-seri. 'Ya, dia membunuh mereka semua sampai aku tidak mendapatkan satu monster pun, padahal aku juga ingin membunuh mereka untuk menyelesaikan quest ini,' Pikir Dave
Daven menatap ke arah beberapa armor berjalan yang ada di depannya. Ia mulai menarik nafas panjang dan melepaskannya untuk beberapa kali, sampai ia mulai tenang. "Baiklah waktunya untuk pergi dari tempat ini," Ucap Daven begitu saja. Daven berbalik dan mulai berjalan keluar dari portal, lalu ia mulai berjalan menjauh dari portal itu. "Yang benar saja, The Living Armor di portal emas?!" Daven merasa sangat kesal dan juga jengkel dengan keadaan ini. "Bahkan jika aku menyelesaikan quest tersembunyi yang ketiga ini, aku masih belum bisa menggerakkan pedang mereka yang memiliki berat sekitar 30Kg. Meski mereka lemah terhadap pukulan dan senjata tumpul namun sekarang aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk membengkokkan jari mereka." Daven yang menyadari kalau ia tidak bisa menyelesaikan dungeon itu memutuskan untuk melakukannya, ia bahkan mulai pergi dari tempat itu tanpa pikir panjang. "Aku tidak takut untuk mengambil tantangan namun aku tidak bisa membayangkan gambaran kem
Ketika serangan pisau belati dari Daven melesat kencang ke arah Direwolf itu, mereka menghindarinya dengan mudah karena mereka menyadari serangannya dan mereka memiliki banyak ruang untuk bergerak. "Eh?." "Ggrrrr!!" Direwolf menggeram dengan keras. Para Direwolf itu lalu mulai berlari dengan cepat ke arah Daven. di sisi lain Daven yang menyadari kalah para Direwolf itu bergerak ke arahnya tidak bergeming sedikitpun. "Kena kalian," Ucap Daven dengan senyum puas. *Wushhh!* Pisau belati yang tadinya mereka hindari mulai mengejar mereka dari belakang. Tepat ketika mereka sudah sangat dekat dengan Daven, pisau belati itu langsung menembus kepala mereka. "aggh," Para Direwolf itu kesakitan hingga mereka tidak bersuara lagi. "Sudah lama aku tidak bertarung mengandalkan otak seperti ini, rasanya sangat kesal ketika aku harus menggunakan otakku hanya untuk bertarung melawan monster seperti Direwolf saja," Ucap Daven agak kesal. Cara bertarung menggunakan otak seperti ini
"Sekarang mari kita lihat di mana Orc Shaman itu mengurung Direwolf Alpha." Daven mulai terdiam sejenak untuk memikirkan hal itu. "Orc Shaman adalah monster yang memiliki kecerdasan namun kepintarannya juga tidak terlalu bagus mengingat dia juga hanyalah seekor Orc, kepintaran mereka hanyalah setara dengan monyet saja," meski terdengar seperti hinaan namun Daven tidak benar-benar bermaksud untuk menghina orc shaman itu."Jika aku adalah Orc Shaman di mana aku akan menyimpan pimpinan boss musuh yang sedang aku tawan?" Ucap Daven memikirkannya."Tunggu Orc Shaman pasti tidak akan menganggap Direwolf sebagai musuh malahan dia akan mengganggap mereka seperti anjing penjaga karena itu mereka menaruh beberapa Direwolf di sekitar portal," Pikiran Daven mulai berputar dengan cepat setelah ia menyadari hal itu."Jika Orc Shaman menganggap para Direwolf adalah anjing penjaga maka pasti ia menjaga anjing penjaga yang paling kuat untuk menjaga area
"Gggrrr!!" Direwolf Alpha yang marah kepada Daven menggeram dengan sangat keras. Dalam kedipan Mata Direwolf itu sudah berlari dan ke arah Daven, sampai Daven hampir tidak menyadarinya. '!!' Daven baru tersadar ketika Direwolf Alpha itu berada sangat dekat dengannya, Direwolf Alpha itu melompat tinggi dan mencoba untuk menerkamnya. 'Aku rasa hari ini adalah hari keberuntunganku!' *Bbraakkk!* Dari arah lain tiba-tiba seekor Orc datang dan menghantam Direwolf Alpha itu dengan gada besar yang ia genggam. "Geeekkk!!" Para Orc lain yang mulai berdatangan mulai berteriak keras seolah menunjukkan kedatangan mereka dan di antara mereka ada Orc Shaman yang berada di barisan paling belakang. 'Aku memang melakukan kesalahan namun kesalahan itu tidak akan mengacau rencanaku,' Pikir Daven cukup merasa beruntung. Kesalahan Daven m
"Geekk" Orc kecil mulai berteriak kesakitan ketika sebuah kapak besar menancap di tubuhnya. "Ini harusnya yang terakhir," Dengan tatapan dingin tanpa emosi Daven mulai berjalan pergi meninggalkan kampung Orc yang hancur berantakan dan semua Orc terbaring tanpa nyawa. Setelah Magic powernya meningkat ia bisa mengendalikan sebuah kapak besar milik seorang pejuang Orc dan ia menggunakannya untuk membunuh semua Orc yang tersisa di dalam dungeon itu. Daven berjalan dan terus berjalan meninggalkan perkampungan Orc karena ia sudah tidak memiliki urusan lagi di sana, "Sebaiknya aku pergi sebelum aku kehabisan energi," Ucap Daven cukup lemas. Tubuhnya sudah kelelahan dan mulai lemas, ia sebenarnya sudah tidak sanggup untuk melakukannya lagi. Daven berjalan dengan menarik kakinya yang kelelahan dan dengan susah payah ia akhirnya sampai di depan portal. Ia berjalan dengan sekuat tenaga hingga ia keluar dari dungeon itu. "Sudah malam?" Ia kebingungan saat di sekitarnya gelap guli
Nusantara - 04 Desember 2024 Di depan sebuah portal besar yang mengeluarkan cahaya ungu, banyak sekali orang berkumpul. Para media juga datang berkumpul di antara orang-orang. "Baiklah pemirsa, selamat siang, Channel 6 di sini dan kami akan sedang melakukan siaran langsung detik-detik sebelum para hunter datang untuk penyerangan dungeon terbesar di negara ini!" Seorang wartawan berbicara dengan tenang menggunakan mikropon yang ia bawa dan seorang pembawa kamera sedang merekamnya. "Leon!" "Leon!" "Leon!" Orang-orang mulai meneriakkan nama Leon. Memahami apa yang terjadi, wartawan dengan kameraman itu langsung berpaling dan mereka ke arah yang berbeda. Di antara kedua pembatas, beberapa orang hunter berjalan sambil membawa senjata mereka. Leon berjalan di paling depan dengan membawa pedang besarnya sebagai senjata utama. "Pemirsa, Hunter Leon sudah datang bersama dengan tim raid utama guild Red Flame. Ini adalah moment yang bersejarah karena sekali lagi hunter terb