"Baiklah waktunya bergerak!" Daven menyemangati dirinya sendiri untuk bergerak.
Setelah itu Daven mulai berjalan ke arah mayat-mayat goblin yang baru saja ia bunuh dan mulai mengambil semua senjata mereka yang berbahan metal. Daven mulai melepaskan mata panah dari anak panah dan pegangan kayu dari pisau dagger yang di bawa oleh para goblin. "Oke, untuk sementara ini sudah cukup." Daven mulai berdiri dan turun ke lantai 1 namun ia melakukannya dengan hati-hati. Ia membungkuk dan bersembunyi di tempat-tempat yang cukup besar untuk menutupi dirinya. 'Goblin adalah makhluk yang bodoh, jika kau bahkan tidak bisa bersembunyi dengan baik selama dia tidak melihatmu atau mendengar suaramu dengan jelas, mereka tidak akan menyadari keberadaanmu.' Daven lalu bersiap dengan senjatanya, ia mengeluarkan satu mata panah dan ia siap untuk membunuh para goblin-goblin itu. Daven lalu mengintip ke arah para goblin yang sedang berkeliaran di sekitarnya. '2 di kiri, 5 di depan, 4 di ujung kiri, dan 1 di paling belakang. Bagus waktunya kita lakukan!' Daven membuka kepalan tangannya yang menggenggam mata panah itu dan mata panah itu mulai melayang sesuai perkiraannya, Daven mulai menggerakkan mata panah itu ke arah yang berbeda sesuai keinginannya. 'Bagus aku mulai terbiasa, memang cara belajar terbaik adalah dalam situasi hidup dan mati secara langsung, karena tidak ada kesempatan kedua jika aku gagal,' Pikir Daven dengan bangga. Meski hal itu terdengar buruk namun bagi Daven hal itu adalah hal biasa, ketika ia masih menjadi Leon, ia sering berada dalam situasi antara hidup dan mati yang membuatnya dapat berkembang lebih baik. 'Bagus waktunya untuk membunuh para goblin itu dan menaikkan Magic Powerku!' [ Anda telah menyelesaikan Quest Tersembunyi, kebangkitan Sang Hunter Terbaik. Magic Power anda meningkat sebanyak 10. ] Layar dari sistem ungu muncul untuk menunjukkan kalau Daven telah berhasil menyelesaikan misinya dan sekarang kemampuannya bertambah. [ Quest Tersembunyi telah di perbarui,..... 0/20. ] Pesan baru dari layar sistem yang baru muncul. 'Questnya sama seperti sebelumnya namun jumlahnya di perbanyak, baiklah mari kita lakukan' Daven mulai percaya diri kalau ia bisa mengalahkan para goblin ini. Daven mulai mengeluarkan dua mata panah lain dan ia mulai mengendalikan keduanya dengan baik. "Krieek!" Suara goblin lain terdengar setelah menyadari kalau salah satu dari mereka telah terbunuh. Daven lalu mulai berdiri dan keluar dari tempatnya bersembunyi, para goblin itu langsung menyadari keberadaan Daven dan mulai berlari ke arah Daven. "Baiklah, waktunya bersenang-senang" kata Daven dengan senyum percaya diri di wajahnya. Daven melesatkan kedua mata panah lain dan mulai menyerang para goblin dengan tiga mata panah yang ia kendalikan. Para mata panah itu dengan cepat melesat ke arah para goblin dan membunuh mereka, mengingat kemampuan fisik para goblin itu hanya setara anak-anak usia 8 tahun membuat mereka tidak bisa menghindari mata panah yang melesat ke arah mereka. Daven mengincar para goblin pemanah yang ada di bagian belakang baru ia mulai menyerang para goblin yang ada di bagian depan setelah ia selesai. "Krieek!" "Krieek!" "Krieek!" Para goblin yang terkena serangan Daven mulai mengerang kesakitan karena mata Daven yang semakin tumpul tidak bisa menembus tengkorak mereka dan tidak bisa membunuh mereka secara langsung. 'Sudah kuduga, alat milik para goblin memang berkualitas buruk' Kata Daven sambil mencoba untuk mengambil alat lain yang ia simpan di kantongnya. "Krieek!!" Teriak seekor goblin yang tiba-tiba berada di dekat Daven dan melompat ke arah Daven, meski para goblin lain terbunuh namun ia berhasil mendekat ke arah Daven. Goblin itu sudah siap dengan pedangnya untuk menebas Daven, ia berteriak dengan keras untuk membalaskan kematian rekannya. *Clinngg.* Daven mengeluarkan dua buah pisau dagger untuk menahan serangan goblin itu dan ia menggunakan kekuatannya untuk memukul mundur dan membuat goblin itu terlempar ke belakang. "Apa kau kira aku sebodoh dirimu? Aku sengaja membiarkanmu begitu saja karena aku perlu membuatmu lengah dan menjadi gegabah," Jelaskan Daven dengan senyum mengejek. Daven sudah menyadari keberadaan goblin itu namun karena semua senjatanya sudah tidak bisa digunakan, ia mulai membuat celah yang membuat goblin itu berpikir bisa menyerangnya dan di saat itu Daven sudah siap dengan daggernya. "Krieek!" Meski tidak memahami apa yang Daven katakan namun melihat senyum mengejek itu membuat goblin itu menjadi marah. Goblin itu dengan marah mulai bersiap untuk menyerang lagi. "Bagus mari kita lihat siapa yang lebih baik dalam pertarungan jarak dekat," kata Daven dengan senyum seringai di wajahnya. Daven bersiap dengan dua bilah daggernya sementara goblin itu yang terpancing oleh Daven mulai berlari ke depan untuk menyerang. *Clinngg.* Ketika goblin itu sedang berlari ke arahnya, Daven malah menjatuhkan sebilah belati di tangannya dan segera menunjukkan mata panah yang sudah ia siapkan. "Sayang sekali, karena aku bohong saja." *Husshh!* Mata panah itu melesat dengan kencang ke arah goblin itu, goblin itu menyadari tipuan Daven namun tidak sempat untuk mengelak dan mata panah itu menusuknya tepat di jantungnya. "Aa..kkhh..uu..." Goblin itu mencoba mengucapkan sesuatu dengan sisa-sisa kehidupannya. "Hah?!" Daven terkejut mendengar kata-kata terakhir dari goblin itu. "Meski tidak terdengar jelas, aku yakin goblin ini mencoba untuk mengucapkan kata "Aku", bagaimana bisa ia melakukannya? bagaimana bisa goblin menggunakan bahasa manusia?" Pikir Daven kebingungan. *Husshh!* Tanpa ia sadar, ketika Daven sedang memikirkan masalah goblin yang sebelumnya, sebuah anak panah melesat kencang ke arahnya. "!!, Sial!" Daven merasakan tanda bahaya di sekujur tubuhnya menyadari kalau ada anak panah yang melesat ke arahnya, ia mencoba untuk mengelak namun sepertinya ia tidak sempat. *Plannkk.* Dengan mata panahnya, ia membelokkan arah dari anak panah yang mengarah ke arahnya itu, dengan sepersekian detik Daven memikirkannya ia berhasil menyelamatkan nyawanya sendiri. 'Aku tau tubuh ini sangat peka terhadap magic power namun kepekaannya terhadap bahaya juga benar-benar bagus, jika bukan karena tubuh ini bereaksi dengan baik aku tidak akan menyadari serangan anak panah tadi.' Perhatian Daven tadi teralihkan akibat perkataan terakhir dari goblin tadi yang terus mengganggu dirinya, hingga ia benar-benar tidak menyadari kalau ada anak panah yang melesat ke arahnya. 'Jika bukan karena tubuh ini aku akan mati sekali lagi, tubuh ini benar-benar istimewa, selain peka terhadap magic power namun juga peka terhadap bahaya, bahkan kepekaannya melebihi tubuh lamaku' Pikir Daven. Daven yang merasa lega karena ia berhasil melewati bahaya, ia lalu menatap ke arah satu goblin yang baru saja memanahnya. Sepertinya goblin itu merupakan bagian dari rombongan yang berbeda dengan goblin-goblin sebelumnya. Sepertinya benar, para goblin lain mulai muncul dari arah belakang goblin pemanah itu. "Sekarang aku keluar dari bahaya namun kalian baru saja membuat diri kalian masuk ke dalam bahaya", Kata Daven sambil menatap para goblin itu dengan tajam. "Kriieekk!!" Meski para goblin itu tidak mendengar dan tidak mungkin mengerti apa yang Daven katakan namun para goblin itu sepertinya merasakan bahaya dari tatapan Daven. "Baiklah mari kita mulai Round 3," Daven dengan percaya diri mulai mengeluarkan mata panah miliknya dan bersiap untuk menyerang. *Buurrssttt!!* Dengan suara kencang tiba-tiba udara dingin muncul dan membekukan para goblin itu menjadi bongkahan es besar. "Eh?!""Haaah!!" Ucap Daven Spontan. Daven tidak terkejut karena ada yang mengalahkan para goblin itu begitu saja namun Daven marah karena ada seseorang yang mengambil buruannya. Ia bahkan sudah siap untuk menyerang mereka dengan senjata-senjatanya. *Tap, tap.* Suara langkah kaki terdengar jelas di atas bongkahan es itu, membuat Daven langsung menggerakkan semua mata panahnya masuk kembali ke dalam kantongnya. Terlihat dari kejauhan seorang wanita dengan rambut biru yang panjang sedang berjalan ke arah para goblin yang membeku di dalam es tersebut. *Tap, tap, tap.* Wanita itu berjalan dengan sangat tenang padahal ia sedang berjalan di atas tanah yang membeku, namun ia tidak menunjukkan tanda-tanda kesusahan sama sekali meski ia berjalan di atas es yang licin. 'Wanita itu..... Siapa dia?' Meski seharusnya Daven mengenali semua Hunter namun ia benar-benar tidak tau siapa wanita itu, ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita itu padahal mereka sesama hunter. 'Aku bahkan tidak tau
"Ggrrr" Suara geraman yang lumayan keras terdengar dari dalam ruangan. "!!!, Ah, ternyata cuman kucing," Daven yang sempat terkejut menjadi lebih santai setelah mengetahui kalau itu tadi suara kucing. Daven melihat seekor kucing berukuran agak kecil, seperti baru berumur sekitar satu tahunan, dengan bulu putih indah yang tebal dan mata biru yang berkilauan seperti kristal. "Anehnya aku dengan jelas mendengar suara langkah kaki yang lebih berat dari pada suara langkah kaki kucing, tapi aku tidak merasakan apapun selain keberadaan kucing ini," Daven berpikir. Daven tidaklah bodoh, dia dapat mengetahui makhluk seperti apa yang mendekatinya dengan mendengar suara langkah kaki mereka. "ggrrrrr," Kucing itu mulai menggeram lagi, keberadaan Daven sepertinya memberikan pertanda bahaya kepadanya. Daven dengan tenang langsung berjongkok dan mencoba untuk mengelus kucing itu dari bawah. 'Kucing adalah hewan yang peka terhadap bahaya karena itu aku harus mengelus dari bawah agar menunjukka
Beberapa menit setelah Daven dan yang lainnya dikepung oleh gerombolan goblin dan sekarang mereka sudah berada di tempat pengungsian sementara. "Aku tidak menyangka, kalau Nona Kayla juga suka kucing, aku tadi sangat gugup hingga tidak dapat berbicara apa-ap,a" Kata Lia dengan terlihat senang dan bersemangat, ia tidak bisa menggambarkan kata-katanya dengan benar karena ia benar-benar merasa sangat bahagia bertemu dengan Kayla. "Yah, tapi sayang sekali dia masih tidak bisa mengelus kucing itu," Jawab Daven. "Benar sangat disayangkan tapi tadi Nona Kayla tadi keren sekali," Kata Lia dengan semangat kepada Daven. "Ya, aku rasa begitu," Jawab Daven. "Hanya dalam satu detik dengan super powernya Nona Kayla langsung membekukan para goblin itu dan menghancurkan mereka semua," Kata Lia menjelaskan dengan wajah berseri-seri. 'Ya, dia membunuh mereka semua sampai aku tidak mendapatkan satu monster pun, padahal aku juga ingin membunuh mereka untuk menyelesaikan quest ini,' Pikir Dave
Daven menatap ke arah beberapa armor berjalan yang ada di depannya. Ia mulai menarik nafas panjang dan melepaskannya untuk beberapa kali, sampai ia mulai tenang. "Baiklah waktunya untuk pergi dari tempat ini," Ucap Daven begitu saja. Daven berbalik dan mulai berjalan keluar dari portal, lalu ia mulai berjalan menjauh dari portal itu. "Yang benar saja, The Living Armor di portal emas?!" Daven merasa sangat kesal dan juga jengkel dengan keadaan ini. "Bahkan jika aku menyelesaikan quest tersembunyi yang ketiga ini, aku masih belum bisa menggerakkan pedang mereka yang memiliki berat sekitar 30Kg. Meski mereka lemah terhadap pukulan dan senjata tumpul namun sekarang aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk membengkokkan jari mereka." Daven yang menyadari kalau ia tidak bisa menyelesaikan dungeon itu memutuskan untuk melakukannya, ia bahkan mulai pergi dari tempat itu tanpa pikir panjang. "Aku tidak takut untuk mengambil tantangan namun aku tidak bisa membayangkan gambaran kem
Ketika serangan pisau belati dari Daven melesat kencang ke arah Direwolf itu, mereka menghindarinya dengan mudah karena mereka menyadari serangannya dan mereka memiliki banyak ruang untuk bergerak. "Eh?." "Ggrrrr!!" Direwolf menggeram dengan keras. Para Direwolf itu lalu mulai berlari dengan cepat ke arah Daven. di sisi lain Daven yang menyadari kalah para Direwolf itu bergerak ke arahnya tidak bergeming sedikitpun. "Kena kalian," Ucap Daven dengan senyum puas. *Wushhh!* Pisau belati yang tadinya mereka hindari mulai mengejar mereka dari belakang. Tepat ketika mereka sudah sangat dekat dengan Daven, pisau belati itu langsung menembus kepala mereka. "aggh," Para Direwolf itu kesakitan hingga mereka tidak bersuara lagi. "Sudah lama aku tidak bertarung mengandalkan otak seperti ini, rasanya sangat kesal ketika aku harus menggunakan otakku hanya untuk bertarung melawan monster seperti Direwolf saja," Ucap Daven agak kesal. Cara bertarung menggunakan otak seperti ini
"Sekarang mari kita lihat di mana Orc Shaman itu mengurung Direwolf Alpha." Daven mulai terdiam sejenak untuk memikirkan hal itu. "Orc Shaman adalah monster yang memiliki kecerdasan namun kepintarannya juga tidak terlalu bagus mengingat dia juga hanyalah seekor Orc, kepintaran mereka hanyalah setara dengan monyet saja," meski terdengar seperti hinaan namun Daven tidak benar-benar bermaksud untuk menghina orc shaman itu."Jika aku adalah Orc Shaman di mana aku akan menyimpan pimpinan boss musuh yang sedang aku tawan?" Ucap Daven memikirkannya."Tunggu Orc Shaman pasti tidak akan menganggap Direwolf sebagai musuh malahan dia akan mengganggap mereka seperti anjing penjaga karena itu mereka menaruh beberapa Direwolf di sekitar portal," Pikiran Daven mulai berputar dengan cepat setelah ia menyadari hal itu."Jika Orc Shaman menganggap para Direwolf adalah anjing penjaga maka pasti ia menjaga anjing penjaga yang paling kuat untuk menjaga area
"Gggrrr!!" Direwolf Alpha yang marah kepada Daven menggeram dengan sangat keras. Dalam kedipan Mata Direwolf itu sudah berlari dan ke arah Daven, sampai Daven hampir tidak menyadarinya. '!!' Daven baru tersadar ketika Direwolf Alpha itu berada sangat dekat dengannya, Direwolf Alpha itu melompat tinggi dan mencoba untuk menerkamnya. 'Aku rasa hari ini adalah hari keberuntunganku!' *Bbraakkk!* Dari arah lain tiba-tiba seekor Orc datang dan menghantam Direwolf Alpha itu dengan gada besar yang ia genggam. "Geeekkk!!" Para Orc lain yang mulai berdatangan mulai berteriak keras seolah menunjukkan kedatangan mereka dan di antara mereka ada Orc Shaman yang berada di barisan paling belakang. 'Aku memang melakukan kesalahan namun kesalahan itu tidak akan mengacau rencanaku,' Pikir Daven cukup merasa beruntung. Kesalahan Daven m
"Geekk" Orc kecil mulai berteriak kesakitan ketika sebuah kapak besar menancap di tubuhnya. "Ini harusnya yang terakhir," Dengan tatapan dingin tanpa emosi Daven mulai berjalan pergi meninggalkan kampung Orc yang hancur berantakan dan semua Orc terbaring tanpa nyawa. Setelah Magic powernya meningkat ia bisa mengendalikan sebuah kapak besar milik seorang pejuang Orc dan ia menggunakannya untuk membunuh semua Orc yang tersisa di dalam dungeon itu. Daven berjalan dan terus berjalan meninggalkan perkampungan Orc karena ia sudah tidak memiliki urusan lagi di sana, "Sebaiknya aku pergi sebelum aku kehabisan energi," Ucap Daven cukup lemas. Tubuhnya sudah kelelahan dan mulai lemas, ia sebenarnya sudah tidak sanggup untuk melakukannya lagi. Daven berjalan dengan menarik kakinya yang kelelahan dan dengan susah payah ia akhirnya sampai di depan portal. Ia berjalan dengan sekuat tenaga hingga ia keluar dari dungeon itu. "Sudah malam?" Ia kebingungan saat di sekitarnya gelap guli
Daven yang menghabiskan harinya dengan kesunyian mulai mengistirahatkan tubuhnya yang sudah kelelahan. "Aku menghabiskan hariku dengan berlatih dan berlatih terus berpikir untuk mencapai tujuanku, dan mungkin juga untuk membalaskan dendamku, jujur saja di saat sunyi seperti ini adalah sesuatu yang paling tidak ku sukai," Meski latihan membuatnya merasa lelah namun ia terus melakukannya untuk memfokuskan pikirannya pada tujuannya namun di saat ia tidak melakukan apa-apa, semua hal negatif lain mulai menggerogoti pikirannya. "Aku selalu bertanya apakah aku bisa melakukannya, di saat aku latihan aku pasti akan percaya diri kalau aku bisa melakukannya namun di saat seperti ini kadang terasa sekali jurang yang dalam antara aku dan tujuanku," Daven mulai merubah posisi tidurnya ke kiri atau ke kanan selama beberapa kali, terkadang ia telentang atau tiarap hanya untuk menemukan posisi tidur yang nyaman. Di posisi tiarap ia melihat ke samping, melihat ke arah meja tempat ia duduk d
Mendengar suara perempuan memanggil nama mereka, Daven dan Lia langsung menoleh dan melihat seorang wanita dewasa dengan pakaian rapi seperti orang baru saja pulang bekerja. Wanita itu memiliki rambut hitam panjang yang terlihat sedikit bergelombang, meski berumur setidaknya kepala tiga namun dia masih terlihat sangat muda dan cantik. "Mama?" Lia langsung bereaksi setelah melihat wanita itu yang ternyata adalah ibunya, dia terlihat sedikit terkejut. 'Ibunya Lia? aku memang penasaran apakah dia tinggal bersama keluarganya atau tidak, karena aku tidak pernah bertemu dengan keluarganya,' Daven sedikit terkejut, setelah beberapa bulan ia menjalani kehidupan ini, ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan ibunya Lia yang juga merupakan tetangganya. "Bukankah mama bilang kalau mama tidak akan pulang malam ini?" Tanya Lia sedikit heran, dia hanya tidak menyangka kalau ibunya akan pulang. "Ya Mama b
Daven membuka pintu apartemennya dan ia mulai berjalan keluar, dengan memakai sepatu lari dan juga pakaian olahraganya, ia sudah siap untuk sedikit lari dan melemaskan tubuhnya yang kaku akibat terlalu banyak kejadian yang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. 'Tidak ada gunanya untuk terus terjebak dalam pikiran sendiri, sekarang lebih baik bagiku untuk lebih banyak bergerak dan benar-benar melakukan sesuatu' Pikir Daven sambil dan setelahnya ia memulai pemanasannya. Daven melakukan pemanasan selama beberapa menit, ia merenggangkan seluruh tubuhnya dan ketika ia sudah merasa cukup, ia berhenti. "Baiklah mari kita mulai" Ucapnya memulai larinya. Daven memang sudah biasa melakukan lari di sore hari karena pagi hari adalah hari yang sangat sibuk bagi Daven apalagi setelah ia sudah mulai sekolah. 'Aku tidak akan bisa olahraga pagi seperti biasanya karena sekolahku, jadi setidaknya aku harus menambah kualitas pada latihan sore ini,' Pikir Daven sambil meneruskan larinya. Ia
Beberapa menit setelah perjalan ke apartemennya, Daven akhirnya kembali ke apartemennya, dia berjalan masuk ke dalam kamar apartemennya. "Hari ini melelahkan sekali, jujur saja apakah ini kerjaan si sistem itu? bukankah pagi tadi dia bilang akan melakukan sesuatu yang menarik," Ucap Daven mencoba untuk mencocokkan teorinya. Bagaimanapun kejadian di sekolahnya hari ini memang benar-benar aneh sekali untuk di katakan sebagai hari pertama sekolah seseorang. 'Bertemu dan mengalahkan pembully, lalu anak yang di bully meminta untuk dilatih olehmu setelah itu seorang hunter terkenal menyamar dan mencoba untuk mengikutimu, ini pasti ulah sistem itu,' Pikir Daven mempercayai teorinya itu. Daven yang merasa lelah lalu meletakkan tasnya dan ia juga melepaskan seragamnya, setelahnya Daven duduk di atas kasurnya, tak lama ia menjatuhkan tubuhnya dan mulai berbaring di atas kasurnya. "Jika aku
Daven terdiam di tempatnya berdiri setelah ia berpisah dengan Allen, tatapannya menatap tajam ke suatu arah. 'Dia? yang benar saja!' Pikirnya sambil melihat ke arah seseorang yang memakai Hoodie hitam dengan penutup kepalanya, orang itu juga memakai kaca mata hitam dan sebuah masker untuk menutupi wajahnya. Tanpa pikir panjang Daven berlari secepat yang dia bisa, dia terus dan terus berlari sambil mencoba untuk menghindari beberapa orang dan barang yang menghalangi jalannya. "Eh??" Ketika Daven berlari, orang itu terkejut dan langsung juga ikut berlari mencoba untuk mengejar Daven. Mereka terus berlari dengan secepat yang mereka bisa, orang-orang yang melihat mereka berlari menjadi heran namun mereka tidak mencoba untuk ikut campur. Semuanya
"Kau masih di sini?" Tanya Daven kepada Allen karena menurut Daven, tidak ada alasan lagi untuknya untuk tetap diam di sana. "A-ah, maaf," Jawab Allen dan ia mulai berdiri. "Terimakasih karena telah menolongku kak?.." Allen mencoba untuk berterimakasih kepada Daven namun ia tidak tau nama Daven. "Daven," Jawab Daven memberitahukan Allen namanya setelah ia menyadarinya. "Saya Allen dari kelas 11 E, Terimakasih banyak Kak Daven," Kata Allen sambil menundukkan wajahnya. Daven sendiri merasa cukup terkejut karena Allen berterimakasih kepadanya dengan bersungguh-sungguh, jadinya hal itu membuat Daven sedikit canggung dan bingung untuk menjawabnya. "Ya, tidak masalah," Ucap Daven dengan a
'Sudah kuduga akan ada orang di sini,' Wajahnya terlihat putus asa dan pasrah, begitulah reaksi Daven ketika ia melihat ada beberapa orang di atas atap itu. 'Kenapa aku malah putus asa, bukankah aku sudah merasakan keberadaan lima orang di atas atap ketika sedang mengarah ke atas sini,' Pikir Daven. Dengan kemampuannya untuk merasakan mana seseorang Daven sudah menyadari orang-orang yang sedang berada di atap namun entah mengapa ia masih berharap. Terdapat 4 orang yang terlihat di atas atap itu dan mereka semua berada di dekat pagar pembatas dan mereka menghadap membuat setengah lingkaran. 'Dilihat dari warna seragam mereka anak kelas 2 ya?' Simpulkan Daven. Mendengar suara pintu terbuka mereka langsung melihat ke arah pintu itu dan terlihat jelas sosok Daven yang juga menatap mereka.
'Eh?' Daven terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya terdiam ketika guru wanita itu memeluknya. "Bu Nia?" Ucap Pak Daffa terkejut dan kebingungan setelah melihat Bu Nia memeluk Daven begitu saja. Menyadari kelakuannya yang sepertinya agak berlebihan, Bu Nia mulai melepaskan Daven dan mencoba untuk bersikap tenang. "Maaf, aku tak sengaja" Kata Bu Mia kepada Pak Daffa. Bu Nia lalu melihat ke arah Daven. "Maaf Daven, Ibu tidak sengaja mungkin naluri keibuan Ibu membuat Ibu bergerak begitu saja," Kata Ibu Nia mencoba menjelaskan kepada Daven. "Daven adalah salah satu dari para murid-murid sekolah ini sangat yang berharga, mengingat kondisi yang terjadi mungkin membuat Naluri keibuan Bu Nia keluar sendiri, karena itu Daven maafkan Ibu Nia," Ucap Pak Daffa mencoba untuk membela Ibu Nia
[ Halo Daven ] "Pendidikan tetap apa?" Tanya Lia yang agak kebingungan karena Daven tiba-tiba berhenti begitu saja. "Ah, maksudku pendidikan tetaplah penting" Jawab Daven setelah menyadari kebingungan Lia. "Kalau begitu aku berangkat dulu" Ucap Daven ingin mengakhiri pembicaraan. "Aku juga akan berangkat kalau begitu hati-hati Daven" Ucap Lia sambil tersenyum hangat dengan melambaikan tangannya kepada Daven. "Kau juga hari-hati" Jawab Daven. Lia berjalan langsung ke arah sekolahannya s