Samy menatap Diandra yang tertidur di kursi penumpang, cahaya lampu jalan menyinari wajahnya dengan lembut. Semakin lama ia memandang, semakin dalam rasa terpesonanya. Ada sesuatu tentang Diandra—ketenangan, kelembutan, atau mungkin hanya kenyataan bahwa dia terlihat begitu damai dalam tidurnya. Bibirnya, dengan lekukan sempurna, menggoda pikirannya.Tanpa bisa mengendalikan dorongan hatinya, Samy mendekatkan wajahnya perlahan, seakan tertarik oleh magnet yang tak terlihat. Jarak antara mereka semakin tipis, napasnya tertahan ketika bibirnya hampir menyentuh bibir Diandra. Tapi tiba-tiba, Diandra membuka matanya dengan kaget, refleks menampar pipi Samy."Samy!" serunya, terkejut dan sedikit bingung. Namun, yang terjadi selanjutnya membuat Diandra tak kalah terkejut.Bukannya mundur atau marah, Samy justru semakin mendekat, memegang wajahnya dengan lembut dan, tanpa berkata apa-apa, mencium bibir Diandra. Ciuman itu penuh dengan intensitas, seakan ada hal yang terpendam lama dan baru s
Samy merasa bahagia karena Diandra tidak menolaknya, namun di saat yang sama hatinya masih diliputi kebingungan soal hubungannya dengan Moza. Perasaannya pada Moza lebih terasa seperti rasa kasihan daripada cinta, namun ia tak bisa begitu saja mengabaikannya.Pagi itu, Samy turun ke ruang makan dan bertanya pada pelayan yang sedang menata meja, "Moza belum bangun?"Pelayan itu menghentikan pekerjaannya sejenak dan menjawab dengan sopan, "Nona Moza sudah pergi, Tuan. Katanya melakukan pengobatan."Alis Samy terangkat. "Pengobatan apa? Bukankah dokter yang dibawa ibunya sering datang ke sini?"Pelayan itu tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Nona bilang ada pengobatan akupuntur yang direkomendasikan oleh dokter dari China itu.""Maksudmu dia pergi ke China?" Samy bertanya dengan nada heran, merasa ada sesuatu yang aneh."Sepertinya begitu, Tuan," jawab pelayan tersebut dengan hati-hati.Samy terdiam, rasa bingung memenuhi pikirannya. Hal sebesar itu pergi ke luar negeri untuk peng
Moza meremas ponselnya dengan kuat, amarah yang tersimpan begitu jelas di matanya saat dia menyaksikan video dari CCTV yang merekam momen Samy membawa Diandra ke rumahnya. Tatapan dingin Moza semakin mengeras saat melihat Diandra sibuk memasak di dapur, sebuah pemandangan yang seharusnya hanya miliknya. Dengan itu, Moza tahu bahwa Diandra bukan sekadar dokter biasa. Hubungan mereka lebih dari sekadar profesional.Alma, ibu Moza, yang juga ikut memperhatikan dari samping, bertanya, “Moza, dokter itu yang dipilihkan Samy untukmu, kan?”Moza mengangguk dengan geram. "Iya, dia. Tapi dia juga wanita yang ingin merebut Samy dariku."Alma menatap putrinya dengan prihatin. "Apa yang akan kau lakukan? Samy sepertinya mulai berubah sikap."Moza tidak ragu sedikit pun. Matanya memancarkan keteguhan saat dia menjawab, "Ibu, lihat saja. Tidak ada yang bisa mengambil Samy dariku. Aku akan pastikan itu."Moza segera mengambil tindakan. Dia menghubungi salah satu orang suruhannya dan memberikan instr
Samy menatap pintu yang tak bisa terbuka, napasnya memburu. Berkali-kali ia mencoba mendobraknya dengan bahu, namun pintu itu tetap kokoh. "Kita harus cari jalan lain," ujarnya, suaranya tenang namun penuh urgensi.Diandra, berdiri di tengah ruangan yang gelap, menggigit bibirnya. Ia menyesali keputusannya yang tergesa-gesa. Seharusnya ia lebih waspada, seharusnya dia tidak mempercayai pesan itu. "Samy, aku... aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana," katanya, suaranya terdengar gemetar.Samy menoleh ke arahnya, melihat kepanikan yang mulai melanda wanita yang selama ini berusaha tegar. Ia berjalan mendekat, menempatkan tangannya di puncak kepala Diandra, mengusap lembut rambutnya. "Tenang, Diandra. Aku akan cari cara."Mata Samy menyapu sekeliling ruangan. Satu-satunya sumber cahaya datang dari jendela kecil yang terletak cukup tinggi di dinding sebelah kanan. "Ada jendela, mungkin kita bisa keluar dari sana," katanya menunjuk jendela.Diandra menatap jendela itu, sedikit harapan
"Diandra...!" panggil Felix yang ada di luar.Diandra langsung mengenali suara Felix, hatinya sedikit lega. "Felix! Felix, tolong buka pintunya!" teriaknya dengan suara penuh harap sambil mendekat ke pintu.Samy, yang masih dalam posisi siaga, segera bergeser ke samping pintu, memastikan situasi aman sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Suara Felix terdengar lagi dari luar, "Tenang, aku sedang mencari cara untuk membuka pintunya. Tunggu sebentar!"Samy menatap Diandra dengan ekspresi tegang namun lebih tenang. "Syukurlah, itu Felix," katanya sambil menghela napas lega. Diandra mengangguk, merasa harapan mulai muncul setelah ketegangan yang mencekam.Beberapa menit kemudian terdengar bunyi keras dari kunci yang sedang didobrak. Tidak lama kemudian, pintu terbuka, dan di baliknya terlihat Felix yang sedikit terengah-engah setelah berusaha keras."Diandra, Samy! Kalian baik-baik saja?" tanya Felix sambil memeriksa kondisi mereka berdua. Diandra berlari ke arahnya dan memeluknya sejen
Samy pulang, pelayan menyambutnya di depan pintu."Dimana Moza?" tanyanya tak melihat wanita itu yang biasanya senang menyambutnya."Nona menunggu di kamarnya, Tuan," jawab sang pelayan.Samy segera beranjak menuju kamar Moza dengan menggunakan lift, Samy mengetuk pintunya. Tidak ada jawaban dan Samy mencoba memutar handlenya ternyata tidak dikunci.Samy sedikit terkejut saat pintu kamar terbuka dan Moza langsung berhambur memeluknya dengan erat. "Surprise!" serunya penuh kegembiraan. Samy, yang awalnya bingung, mulai melepaskan pelukan Moza dengan perlahan."Moza? Apa yang terjadi?" tanyanya, matanya menatap Moza dengan sedikit kecurigaan. Dia tidak menyangka akan disambut dengan seperti ini.Moza tersenyum lebar, penuh semangat. "Aku ingin memberimu kejutan, Samy. Lihat!" Ia mengambil beberapa langkah ke belakang dan menunjukkan bahwa kakinya kini bisa bergerak bebas. "Aku sudah sembuh! Aku bisa berjalan lagi!"Samy tertegun melihat Moza yang berdiri tegak di depannya, berjalan deng
Diandra mengambil langkah cepat, mengabaikan tatapan was-was pelayan yang terus berusaha menghalanginya. "Aku hanya ingin mengambil dompetku yang ketinggalan waktu itu," ucapnya, mencoba memberi alasan. Namun, sang pelayan tetap berdiri kokoh di pintu, tidak memberikan celah sedikit pun."Aku mohon, aku benar-benar butuh itu," desak Diandra, tetapi ketika sang pelayan tetap tidak bergeming, Diandra kehilangan kesabarannya. Tanpa berpikir panjang, dia mendorong tubuh pelayan tersebut dan berlari ke dalam rumah.Tiba-tiba Samy muncul dari arah dapur, wajahnya tampak bingung melihat Diandra yang terlihat tergesa-gesa. "Diandra, apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya penuh rasa ingin tahu, tetapi juga sedikit waspada mengingat Moza masih ada di rumah.Diandra tidak menjawab dengan kata-kata. Tanpa peringatan, ia langsung memeluk Samy erat-erat, seolah mencari perlindungan dan rasa aman. Samy terkejut, tetapi merasakan kegelisahan dari tubuh Diandra. "Samy, aku sedih memikirkan Nick, dan ak
Diandra terbangun dari tidurnya dengan rasa kantuk yang masih menggelayut. Matanya perlahan terbuka, dan ia merasa tubuhnya meregang secara refleks. Namun, saat tangannya menyentuh sesuatu ia tersentak. Jantungnya berdegup kencang saat menoleh ke samping dan melihat Samy tertidur di sebelahnya, tanpa mengenakan baju. Seketika ingatan tentang apa yang terjadi malam tadi mengalir deras di benaknya momen saat ia datang ingin mengacaukan Moza dan berakhir meminum anggur di meja. Pikiran Diandra kacau. Tubuhnya terasa berat dengan perasaan bersalah dan kebingungan. Ia menatap Samy yang masih terlelap, tak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan ini. Hati kecilnya berteriak, namun ia tak bisa menyembunyikan perasaan yang begitu campur aduk. Apa yang telah dia lakukan? Dan lebih penting lagi, apa yang akan terjadi selanjutnya antara dia dan Samy?Diandra tidak membangunkan Samy, dengan gerakan pelan ia melangkah turun dari atas ranjang, Diandra mengenakan seluruh pakaiannya, tanpa merapik
Nick dan Diandra memutuskan untuk mengundang Alex makan malam di rumah mereka di San Diego. Awalnya, Diandra sempat ragu, merasa undangan itu terlalu mendadak. Namun, Nick meyakinkannya.“Kak, aku tahu ini jauh, tapi aku merasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan langsung dengan Alex. Ini penting,” ujar Nick.“Memangnya, apa yang mau dibahas?” tanya Diandra.Nick tersenyum samar. “Tentang masa depan. Aku yakin Alex akan menghargai undangan ini.”Di sisi lain, Alex menerima pesan Nick saat sedang rapat di New York. Membaca undangan itu, Alex terdiam sesaat, memikirkan jarak dan waktu yang dibutuhkan. Namun, rasa penasaran dan keinginan bertemu Diandra membuatnya segera membalas pesan tersebut.“Aku akan datang. Kirimkan alamatnya.”Alex langsung mengatur penerbangan menggunakan jet pribadinya. Dengan bantuan asistennya, perjalanan ke San Diego pun terencana dengan rapi.Selama di dalam pesawat, Alex memikirkan ulang keputusannya. Jarak ribuan mil ini terasa sepele dibandingkan den
"Jika kau terus bersama Alex, kau akan menyesal. Jauhkan dirimu darinya, atau keluargamu yang akan menderita."Pesan itu membuat Diandra gemetar. Celia mungkin sudah kalah secara resmi, tetapi ancamannya tampaknya belum selesai.Diandra membaca pesan itu berulang kali, seakan memastikan ia tidak salah lihat. Napasnya tersengal, pikirannya penuh kekhawatiran. Siapa pun yang mengirim pesan itu pasti tahu tentang hubungannya dengan Alex, meskipun hubungan itu belum sepenuhnya jelas.Dia mencoba menenangkan diri. “Tidak. Aku tidak bisa membiarkan ancaman seperti ini mengontrol hidupku,” gumamnya. Namun, bayangan keluarganya muncul di benaknya—Nick, Felix, Tania—semua orang yang ia cintai. Jika mereka menjadi sasaran, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Sementara itu, Alex tiba di rumah setelah perjalanan panjang dari New York. Meski lelah, kemenangannya atas Celia tidak memberikan rasa lega yang utuh. Ia terus memikirkan Diandra, berharap bisa mendengar kabar darinya.Namun, saa
"Alex," ucapnya lembut.Alex menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Diandra. "Ada apa?""Terima kasih," kata Diandra, senyumnya tulus. "Untuk segalanya."Alex tersenyum tipis, lalu menjawab, "Aku akan selalu melindungimu, Diandra. Apa pun yang terjadi."Diandra merasakan sesuatu yang hangat di hatinya. Kini ia tahu, Alex bukan hanya sekadar teman, tetapi seseorang yang tulus ingin memperjuangkannya. Diandra mulai menyadari bahwa mungkin, ia juga memiliki perasaan yang sama.Setelah konferensi pers itu, Alex memutuskan untuk tinggal di San Diego lebih lama. Ia merasa ada banyak hal yang belum selesai, terutama terkait Celia dan Rod yang masih menjadi ancaman. Namun, di sisi lain, Alex juga sadar bahwa alasan sebenarnya ia ingin tetap di kota itu adalah Diandra.Diandra mulai merasa kebersamaan mereka semakin intens. Setiap kali Alex berada di sekitar, ia merasa nyaman, meskipun ia mencoba menyangkal perasaan itu.Suatu sore, Alex mengundang Diandra untuk berjalan-jalan di taman dekat
Beberapa minggu setelah makan malam itu, Alex semakin sering datang ke San Diego. Tidak hanya untuk bertemu Diandra, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan Nick, Veny, dan bahkan Samy. Diandra yang awalnya ragu mulai menyadari bahwa Alex tidak main-main.Suatu sore, Diandra sedang duduk di taman belakang rumah sambil membaca buku. Alex tiba-tiba muncul dengan membawa sekotak besar kue."Hei, aku tidak tahu kau suka membaca buku filsafat," kata Alex sambil duduk di samping Diandra.Diandra menutup bukunya dan menatap Alex. "Aku hanya mencoba memahami hidup ini lebih baik."Alex tertawa kecil. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita memulai dengan memahami rasa kue ini?"Diandra tertawa, lalu membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat berbagai jenis kue yang tampak lezat."Kenapa kau selalu membawa sesuatu setiap kali datang?" tanya Diandra sambil mengambil sepotong kue."Karena aku ingin kau tahu bahwa aku serius. Dan, aku ingin kau bahagia," jawab Alex, menatap Diandra dengan mata penuh k
Diandra menunduk, merasa jantungnya berdebar kencang. Selama ini, ia juga merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Alex, tapi ia tidak berani mengakui bahkan pada dirinya sendiri."Alex," akhirnya ia berbicara. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku menghargai kejujuranmu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan ini."Alex mengangguk dengan senyum pahit. "Tentu. Aku tidak ingin memaksamu. Ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan."Diandra mengangguk kecil, dan suasana di antara mereka menjadi sunyi. Namun, meski tanpa kata, ada sesuatu yang terasa lebih dalam di udara, seperti awal dari sesuatu yang baru.Saat Alex pergi meninggalkan rumah, ia merasa lega telah mengungkapkan perasaannya, meskipun tidak tahu bagaimana tanggapan Diandra selanjutnya. Sementara itu, Diandra berdiri di depan pintu, memikirkan kata-kata Alex dan mencoba memahami perasaannya sendiri.Hari-hari berlalu sejak pengakuan Alex, dan hubungan antara Alex dan Diandra menjadi lebih canggung namun penuh arti. Diandra se
Alex menatap Samy dengan tenang, kemudian mengarahkan pandangannya kembali ke Diandra. "Seseorang yang pernah membantuku melewati masa sulit. Aku rasa tidak ada salahnya menunjukkan rasa terima kasih."Nick berdiri dari tempat duduknya, berusaha mengalihkan perhatian. "Kenapa tidak kita bicara di luar, Alex? Ada beberapa tempat bagus yang ingin kutunjukkan padamu."Alex tersenyum mengangguk, tetapi sebelum berdiri, ia berkata, "Tentu. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan sesuatu pada Diandra."Semua mata langsung tertuju pada gadis itu. Diandra yang merasa pusat perhatian, semakin salah tingkah. "Ya... ada apa, Alex?"Alex mengambil napas sejenak, lalu berkata, "Aku tahu kau pernah mengalami banyak hal yang sulit, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mengagumi keteguhanmu. Kau adalah seseorang yang spesial, Diandra. Itu sebabnya aku ingin memastikan bahwa kau bahagia."Ruangan itu hening. Diandra menatap Alex dengan campuran keterkejutan dan kebingungan. Nick tampak tidak senang
Beberapa minggu kemudian, pengadilan memutuskan bahwa Celia dan Rod bersalah atas pencemaran nama baik serta penyalahgunaan wewenang selama menjabat di perusahaan. Mereka dijatuhi hukuman yang membuat mereka kehilangan hak untuk terlibat dalam dunia bisnis.Di kantor EC, Alex berdiri di depan seluruh karyawan, memberikan pidato kemenangannya.“Hari ini bukan hanya kemenangan bagi saya, tapi juga bagi kita semua. Perusahaan ini adalah warisan ayah saya, dan saya berjanji akan menjaga kepercayaannya dengan bekerja bersama kalian untuk membuat EC semakin besar.”Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Diandra dan Nick tersenyum bangga di belakang ruangan, menyadari bahwa perjalanan mereka bersama Alex baru saja dimulai.Kini, Alex tidak hanya membuktikan dirinya sebagai pewaris sah, tetapi juga pemimpin yang layak untuk memimpin EC ke masa depan yang lebih cerah.Setelah semua kekacauan selesai, Nick dan Diandra memutuskan untuk kembali ke San Diego. Mereka merasa tugas mereka di New York su
Salah satu anggota dewan, Tuan Harry, angkat bicara. "Bukti ini sangat jelas. Saya setuju bahwa tindakan hukum harus diambil. Kita tidak bisa membiarkan perusahaan ini jatuh ke tangan yang salah."Celia mencoba membela diri. "Ini semua tidak benar! Ini hanya rekayasa Alex untuk menjatuhkan kami!"Namun, Alex tetap tenang. "Jika Anda merasa ini rekayasa, Nyonya Celia, Anda bisa membuktikannya di pengadilan."Dewan direksi akhirnya memutuskan untuk memecat Celia dan Rod dari semua posisi mereka di perusahaan dan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwenang.Setelah pertemuan itu, Alex berdiri di balkon kantornya, memandang langit malam. Nick dan Diandra mendekatinya."Kau melakukannya, Lex," kata Nick sambil tersenyum bangga.Alex mengangguk pelan. "Ini semua bukan hanya untukku, tapi juga untuk ayah dan semua orang yang telah bekerja keras membangun perusahaan ini."Diandra tersenyum. "Sekarang apa rencanamu, Alex?"Alex menoleh ke mereka berdua. "Mulai sekarang, aku akan membawa
Ruangan itu dipenuhi dengan bisik-bisik kaget dan tatapan tidak percaya. Beberapa tamu berdiri dari kursi mereka, ingin memastikan bahwa apa yang mereka dengar benar.Alex tetap tenang di atas panggung, menatap tamu-tamu yang mulai berbisik lebih keras."Selama ini, saya memilih untuk tidak muncul karena ingin melihat siapa saja yang benar-benar peduli pada perusahaan ini, siapa yang tulus bekerja, dan siapa yang hanya memanfaatkan nama besar EC," lanjut Alex.Nick dan Diandra yang berdiri di sudut ruangan tersenyum penuh kebanggaan. Felix dan Tania juga tampak lega melihat Alex akhirnya mengungkapkan kebenaran."Seperti yang kalian ketahui, perusahaan ini adalah hasil kerja keras ayah saya, Evanders. Dan sebagai pewaris sah, saya memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan perusahaan ini tetap berada di jalur yang benar," tambah Alex dengan nada tegas.Sementara itu, di luar ruangan, Celia yang baru siuman terlihat sangat panik. "Rod, kita harus melakukan sesuatu! Kalau tidak, hab