Michelle sepertinya tahu kalau gurunya sedang memujinya. Gadis kecil itu langsung menundukkan kepalanya dengan malu-malu, sambil tersenyum tipis dan memperlihatkan kedua lesung pipitnya.“Sini, Papa gendong.” Ronald berjongkok dan merentangkan tangannya.“Papa.” Michelle menghambur ke arah Ronald. Ronald pun menggendong dan mengangkatnya, lalu berputar.Jes yang melihat pemandangan itu tampak kebingungan. Dua hari yang lalu, ayah Michael dan Michelle adalah pria yang lain. Mengapa hari ini tiba-tiba menjadi yang ini ....“Bu Jes, dia adalah papa kandung Michael dan Michelle. Lain kali, kalau dia datang jemput anak-anak, Ibu langsung serahkan anak-anak kepadanya saja,” kata Rachel sambil tersenyum lembut.Jes hanya mengangguk dengan raut wajah tercengang. Setelah keluarga itu keluar dari TK, dia baru tersadar. Ayah Michael benar-benar tampan. Selain itu, auranya juga begitu kuat. Tidak heran kalau anak-anak di kelas bisa lepas kendali. Bahkan dia pun tidak bisa mengendalikan tatapan mat
“Mama jangan khawatir. Aku nggak akan pernah meninggalkan Mama.”Michael yang duduk di kursi belakang, tiba-tiba berkata dengan pelan seperti sedang mengucap sumpah.Rachel yang memegang setir spontan tersenyum dengan rileks, lalu berkata, “Michael, kamu jangan bertingkah seperti sedang menghadapi musuh begitu. Ronald adalah papa kandung kamu. Kamu harus menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya, nggak akan berdampak buruk buat kamu, kok.”“Tapi Mama akan sakit hati dan sedih.” Michael menyembunyikan emosi di matanya, lalu perlahan-lahan mengepalkan jarinya.“Michael, Mama nggak sedih, kok. Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?” Rachel melengkungkan bibirnya tanpa daya. Karena sedang lampu merah, dia pun mengambil kesempatan untuk menoleh ke belakang dan menyentuh wajah putranya. Setelah itu, dia berkata dengan lembut, “Ronald adalah papa kamu dan Michelle. Dia juga akan jaga kalian, lindungi kalian. Mama sangat senang, kok. Kenapa Mama bisa sedih?”Michael melihat ke bawah dan tidak
Darren mengenali mobil yang berada di depan. Mobil bahkan belum berhenti sepenuhnya, dia sudah berlari menghampiri mobil itu dan membuka pintu kursi belakang. “Michelle, Kak Darren kangen banget sama kamu.”Darren langsung memeluk sosok yang duduk di kursi belakang. Dia mengira dia sedang memeluk adik perempuannya, tapi dia malah mendengar suara yang terdengar kesal, “Darren, lepaskan aku.”Darren memeluk Michael dengan erat hingga membuatnya merasa sesak dan kesal bukan main.Darren segera melepaskan Michael dan berkata, “Loh, Michael. Kok kamu? Michelle mana?”Pada saat ini, terdengar suara cekikikan di belakang Darren. Dia spontan menoleh ke belakang dan melihat Michelle turun dari mobil di belakang. Selain itu, Eddy bahkan sudah memberi Michelle sebuah boneka kelinci. Michelle pun tertawa bahagia.Darren berlari cepat dengan kaki pendeknya. Kemudian, dia mengeluarkan boneka yang dibawanya dan menyerahkannya kepada Michelle seperti sedang menyerahkan harta karun yang berharga, “Mich
Eddy langsung menatap Darren dengan dingin. Tatapannya begitu dingin, Darren sama sekali tidak tahan. Sejak awal dia hanya pura-pura menangis. Begitu mendapat tatapan seperti itu, dia langsung menutup mulutnya.“Bukannya dulu Michelle pernah kasih kamu hadiah?” kata Eddy.Setelah mendengar perkataan sang kakak, Darren langsung teringat, “Oh iya, Michelle pernah kasih aku hadiah. Sebuah gambar, Michelle yang gambar sendiri. Hanya aku yang dapat hadiah dari Michelle, kalian semua nggak dapat. Aku anak yang paling bahagia. Michelle, aku sangat suka sama kamu.”Darren pun mencium wajah Michelle dengan penuh semangat. Ronald langsung mengerutkan kening. Kemudian, dia menarik kerah belakang Darren dan melemparkannya ke samping. Setelah itu, dia berkata dengan dingin, “Lain kali nggak boleh cium Michelle lagi.”Darren memanyunkan bibirnya dengan sedih, “Kenapa?”Apa makna kehidupan ini kalau adiknya sendiri saja tidak boleh dicium?“Kamu itu laki-laki. Adik kamu perempuan. Laki-laki nggak bol
Siapa sangka, Rachel langsung menabrak Ronald yang hendak mencuci kacang polong yang sudah dikupas. Minyak panas yang terciprat mengenai punggung telapak tangan Rachel. Perempuan itu spontan mengerutkan kening karena sakit.Melihat hal itu, Ronald cepat-cepat mematikan api kompor. Kemudian, dia segera bertanya dengan raut wajah khawatir, “Kena bagian mana? Sakit, nggak?”“Luka kecil saja, nggak apa-apa, kok.”Rachel meletakkan tangannya yang terkena minyak panas di bawah keran dan membiarkan air dingin membasahi tangannya. Setelah memasak sekian lama, dia juga sudah sering terciprat minyak panas. Hanya sedikit luka bakar tidak apa-apa baginya.Namun, tiba-tiba sebuah tangan yang besar dan kasar memegang ujung jari Rachel. Kemudian, pria itu berkata, “Aku oleskan obat luka bakar.”Rachel cepat-cepat menarik kembali tangannya, tapi pria itu tidak mau melepaskannya. Dia pun berkata dengan tanpa daya, “Benar-benar nggak usah. Lagi pula, kamu tahu bagian mana yang kena minyak panas?”Bagian
Rachel berdiri di depan wastafel dan mencuci tangannya. Satu-satunya suara di dapur adalah air yang mengalir deras dari keran. Dia menunduk dan melihat tangannya, lalu berkata lagi, “Aku nggak akan melepaskan keempat anakku. Tapi aku juga nggak akan menikah denganmu karena anak-anak.”Ronald melihat wajah Rachel dari samping. Bulu mata yang panjang menutupi emosi yang terpancar dari kedua mata perempuan itu. Ronald sama sekali tidak bisa membaca apa yang sedang Rachel pikirkan.Ronald mengerutkan bibir tipisnya yang menawan dan bertanya dengan pelan, “Kenapa?”Rachel mengelap tangannya hingga kering. Dia pelan-pelan mengangkat kelopak matanya, memperlihatkan sepasang manik yang jernih. Bibir merahnya berkedut seperti hendak mengatakan sesuatu.Sebenarnya Rachel tidak ingin membicarakan hal ini. Akan tetapi, Ronald hampir saja menciumnya barusan. Sifat agresif di mata pria itu terlalu kuat. Hal itu mengingatkan Rachel pada malam itu lima tahun yang lalu ....Pada awalnya, Rachel melawan
Ternyata itu reaksi stres akut yang ditinggalkan dari kejadian lima tahun yang lalu.Ronald spontan berkata dengan suara beratnya, “Kalau aku bisa memilih, aku harap malam pertama kita nggak begitu ....”Rachel menundukkan kepalanya. Kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk seulas senyum seringai di sana.Rachel sungguh berharap tidak ada malam itu. Dia sungguh berharap bisa menikah dan memiliki anak dengan normal, seperti perempuan lainnya. Dia sungguh berharap keempat anaknya lahir ke dunia ini secara normal, sungguh berharap anak-anaknya bisa lahir di keluarga yang sehat dan bahagia.“Papa, Mama, apa yang kalian lakukan?”Tiba-tiba, terdengar suara Darren di samping mereka. Rachel segera menarik kembali pikirannya. Kemudian, dia menoleh dan melihat kepala empat anaknya nongol dari pintu dapur. Raut wajah masing-masing anak tampak kebingungan.Rachel segera mundur selangkah, lalu melengkungkan bibirnya menjadi senyuman lembut, “Makanannya sudah siap. Kalian ke sini bantu Mama bawaka
Setelah Rachel pergi dengan kedua anaknya, ruang tamu yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi sepi. Darren memasang raut wajah cemberut, lalu duduk di sofa sambil bermain dengan balok dan puzzle yang belum diselesaikan Michelle.Sementara itu, Eddy berjalan ke samping Ronald dan bertanya, “Papa buat Mama marah, ya?”Ronald spontan mengerutkan kening, “Kenapa kamu menanyakan itu?”“Sejak Mama keluar dari dapur, Mama terlihat nggak seperti biasanya. Aku kira Mama kecapekan. Tapi saat makan tadi, Mama nggak ngomong apa pun sama Papa.” Eddy terdiam sejenak dan bertanya, “Apakah Papa ngomong sesuatu yang keterlaluan sama Mama?”“Anak-anak nggak akan mengerti masalah orang dewasa,” tukas Ronald.Lima tahun yang lalu, Ronald telah melakukan hal yang sangat keterlaluan. Dia minum begitu banyak malam itu sehingga dia bahkan tidak ingat apa yang dia lakukan. Seandainya akan begini jadinya, apa pun yang terjadi, dia tidak akan membiarkan Yohanes mencekokinya hingga mabuk.Akan tetapi .... Ronald tib