Lalu, dia juga mengirim sebuah voice note ....“Eddy, ini video yang teman Mama kirim. Wanita paruh baya dalam video itu adalah ibu dari pengemudi yang menabrak Darren. Kalau apa yang dikatakan ibu pengemudi itu benar, maka orang dibalik kecelakaan itu adalah Rachel!”Pagi ini, Eddy ada kelas.Dia sedang membaca buku di ruang kerjanya ketika ponselnya bergetar.Dia menyipitkan mata dan melihat nama Rachel.Mungkin karena Darren terlalu suka pada Rachel, atau mungkin karena Rachel ada masalah dengan ibunya, atau mungkin karena alasan lain .... Eddy jadi sangat tertarik dengan segala hal tentang Rachel.Dulu, kalau dia sedang belajar atau bekerja, setiap kali ada telepon atau pesan dari Shania, dia tidak akan pernah menjawabnya.Namun, kali ini, dia membuka pesan itu. Video yang dikirim terputar secara otomatis.Setelah video itu selesai terputar, Shania mengirim voice note lagi, “Eddy, Rachel yang melakukannya. Kamu harus membalas dendam untuk Darren!”Eddy mengatupkan bibirnya dan hend
Mendengar suara Shania, kerutan di dahi Eddy jadi semakin banyak, “Sudah.”“Eddy, Rachel sudah mulai menyerang Darren. Berikutnya adalah kamu. Kita nggak boleh diam saja!” Shania berkata dengan gigi terkatup, “Kamu harus mencari cara untuk mengusir Rachel si wanita jalang itu keluar dari Suwanda ....”Eddy tidak senang mendengar kata “wanita jalang” itu.Dia tidak tahu mengapa dia merasa seperti ini ....Dia menarik napas dalam-dalam, “Bu, cukup sudah.”“Apanya?!” Shania membeku sesaat.“Aku bilang, Ma, cukup sudah. Video ini jelas-jelas akting yang disutradarai Mama. Aku bisa melihatnya. Papa juga bisa melihatnya.” Eddy berkata dengan dingin, “Kalau Mama masih ingin memberikan kesan yang baik pada Papa, tolong jangan ikut campur dengan hal ini lagi.”Shania mengepalkan tinjunya dengan keras.Situasi yang dia rencanakan dengan hati-hati ternyata terbongkar dengan begitu mudah?Kok bisa?Bagaimana mungkin?“Eddy, Mama nggak merencanakan ini. Teman Mama yang mengirim video ini ke Mama
Sejak kapan dia bilang akan mengundang Rachel untuk makan bersama?Namun, Darren sudah berkata begitu. Kalau dia menyangkalnya, jadinya akan terkesan dia pelit, traktir satu kali makan saja tidak mau?Ronald mengangguk dan berkata dengan datar, “Kalau nggak ada urusan, ayo pergi ke rumah kita untuk makan.”Begitu Ronald mengatakan itu, Rachel melihat mata Michelle berbinar.Dia masih tidak habis pikir mengapa putrinya ini begitu suka pada Ronald.Setelah memanggil Ronald dengan sebutan “Papa” waktu itu, dia tidak pernah mengubahnya dengan panggilan lain.Sebenarnya, dia juga berharap Michelle dan Ronald bisa lebih akrab. Namun, dia juga takut kalau mereka terlalu dekat, putrinya akan selalu membicarakan pria itu.Kalau itu terjadi, dia akan merasa canggung.Melihat Rachel diam saja, Hilmi mengira perempuan itu tidak ingin bertamu ke rumah keluarga Tanjaya. Dia cepat-cepat berkata, “Bu Rachel, tadi pagi-pagi sekali koki ada beli udang dan kepiting segar. Dia juga membeli ayam kampung. K
Shania merasa organ-organ di tubuhnya seperti mau meledak.Dia adalah ibu kandung dari dua anak laki-laki keluarga Tanjaya, dan dia adalah calon nyonya di keluarga Tanjaya. Kenapa Rachel menggantikannya dan berdiri di samping Ronald?Mengapa dia diusir?“Bu Shania, Den Darren baru saja sembuh. Dia nggak boleh terlalu emosional. Sebaiknya Ibu pergi dulu,” kata Hilmi dengan hormat sambil membungkukkan badannya.Mata Shania tertuju pada Ronald.Pria itu tidak pernah meliriknya sama sekali dari tadi.Berada lebih lama di sini hanya akan membuatnya semakin malu.Memikirkan hal ini, Shania pun berbalik badan dan pergi. Hilmi pun buru-buru mengikuti wanita itu.Rachel menoleh sedikit dan memandangi punggung Shania.Tak disangka, Hilmi begitu hormat kepada Shania, memperlakukannya seperti majikan. Namun, dia juga tidak terlalu memedulikan hal itu.Dia membungkuk dan memeluk Darren, lalu berkata dengan lembut, “Darren, apa yang kamu lakukan barusan itu nggak benar.”Begitu Shania pergi, Darren
Michael menilai rumah keluarga Tanjaya, mengatupkan bibir dan bertanya, “Om Ronald, kakaknya Darren nggak ada di rumah, ya?”Ronald berkata dengan nada datar, “Dia lagi di kantor dan sebentar lagi akan pulang.”Michael mengangguk. Dia berjalan ke depan sebuah rak, mengambil sebuah buku dan membukanya..Rachel melihat ke dapur. Para pelayan sedang menyiapkan makanan. Ada banyak orang yang sedang berada di dapur, jadi dia sebaiknya nanti saja baru masak mie.Dia pun duduk di sofa dengan santai, kemudian mendapati Ronald sedang duduk di seberangnya.Darren dan Michelle di lantai atas, sementara Michael sedang membaca, meninggalkan mereka berdua "menganggur" di ruang tamu.Rachel merasa sangat canggung.Matanya menyapu sekeliling dan mendarat di piano di sudut ruang tamu. Dia akhirnya tahu apa yang harus dia lakukan. Dia tersenyum dan berkata, “Pak Ronald, apa aku boleh memainkan pano itu?”Ronald mengangguk dengan acuh tak acuh, “Boleh.”Dia memandang Rachel dengan heran. Wanita ini juga
“Michelle, apa kamu juga nggak suka boneka Barbie?” Darren mengerutkan wajahnya dengan sedih.Menebak pikiran Michelle bahkan lebih sulit daripada mengerjakan soal matematika.Dia menghela napas, “Kalau begitu, ayo kita diam-diam pergi main ke luar. Jangan sampai Papa tahu ….”Michelle mengikuti Darren turun dengan patuh.Darren mengajaknya berjalan memutar di bawah tangga ....Namun, baru berjalan beberapa langkah, langkah Michelle terhenti.Dia lebih suka piano daripada main perosotan.Gurunya memberi PR baru untuknya kemarin, dan dia belum melatihnya.Jadi, Michelle pun melepaskan tangan Darren dan duduk di depan piano.Suara piano yang indah terdengar.Mata Darren berbinar, “Wow, Michelle, ternyata kamu juga bisa bermain piano. Indah banget. Aku nggak pernah mendengar permainan piano yang begitu bagus ….”Alunan musik piano akhirnya memecah suasana canggung di ruang tamu.Ronald menoleh dan melihat seorang gadis kecil bergaun pink yang duduk di sebelah piano dekat tangga.Punggung
Sebelum mobilnya berhenti, Shania sudah mendengar alunan musik piano.Di rumah keluarga Tanjaya hanya ada piano yang baru dibelinya itu. Siapa yang memainkan pianonya!Shania membuka pintu mobil dan berjalan cepat ke pintu.Matanya menyapu menembus pintu dan ruang tamu, tiba-tiba tertuju pada sosok kecil berpakaian merah muda yang berada di depan piano.Sosok itu sangat mirip dengan Rachel, seperti dari cetakan yang sama.Bisa-bisanya putri wanita jalang itu memainkan pianonya!Shania tidak berpikir jernih, bergegas ke ruang tamu dan mendorong Michelle.Michelle awalnya sedang memainkan piano itu. Jari-jarinya menari di atas tuts. Sedikit lagi … Sedikit lagi. Setelah itu, dia akan bisa mengetahui apa yang salah.Namun, pada saat ini, seperti ada angin kencang yang menerpa tubuhnya.Dia langsung terjatuh ke lantai.Dia awalnya duduk di bangku tinggi di depan piano itu dan tiba-tiba terjatuh.Bangku yang Michelle duduki adalah bangku untuk orang dewasa, yang sangat tinggi. Dia menjerit k
Hawa dingin menjalari tulang punggung Shania.Air matanya mengalir deras, seperti air terjun. Kalimat ini sama sekali tidak berlebihan untuk mendeskripsikannya.“Kamu memukulku. Aku saja nggak menangis, kenapa kamu menangis?” Suara Darren penuh dengan penghinaan, “Kalau kamu masih mau nangis, keluar sana!”Air mata Shania langsung berhenti.Dia menggigit bibirnya, memandang Ronald, dan mencoba menjelaskan, “Aku nggak suka apabila ada orang yang menyentuh barangku tanpa seizinku. Aku membeli piano ini seharga 6 miliar. Piano ini hanya ada satu-satunya di kota ini. Aku takut anak ini akan merusakkan pianoku, makanya aku mendorongnya. Aku nggak tahu dia selemah itu. Aku benar-benar nggak sengaja ….”Kalau Shania tidak menjelaskan, itu lebih mending. Ekspresi Ronald menjadi lebih dingin ketika mendengar penjelasan wanita itu.Dia menunduk dan memainkan jarinya, “Aku juga nggak suka orang masuk ke rumahku tanpa seizinku.”Dia mencibir, “Hilmi, antar tamu ini ke pintu.”Mata Shania melebar,