Michael menilai rumah keluarga Tanjaya, mengatupkan bibir dan bertanya, “Om Ronald, kakaknya Darren nggak ada di rumah, ya?”Ronald berkata dengan nada datar, “Dia lagi di kantor dan sebentar lagi akan pulang.”Michael mengangguk. Dia berjalan ke depan sebuah rak, mengambil sebuah buku dan membukanya..Rachel melihat ke dapur. Para pelayan sedang menyiapkan makanan. Ada banyak orang yang sedang berada di dapur, jadi dia sebaiknya nanti saja baru masak mie.Dia pun duduk di sofa dengan santai, kemudian mendapati Ronald sedang duduk di seberangnya.Darren dan Michelle di lantai atas, sementara Michael sedang membaca, meninggalkan mereka berdua "menganggur" di ruang tamu.Rachel merasa sangat canggung.Matanya menyapu sekeliling dan mendarat di piano di sudut ruang tamu. Dia akhirnya tahu apa yang harus dia lakukan. Dia tersenyum dan berkata, “Pak Ronald, apa aku boleh memainkan pano itu?”Ronald mengangguk dengan acuh tak acuh, “Boleh.”Dia memandang Rachel dengan heran. Wanita ini juga
“Michelle, apa kamu juga nggak suka boneka Barbie?” Darren mengerutkan wajahnya dengan sedih.Menebak pikiran Michelle bahkan lebih sulit daripada mengerjakan soal matematika.Dia menghela napas, “Kalau begitu, ayo kita diam-diam pergi main ke luar. Jangan sampai Papa tahu ….”Michelle mengikuti Darren turun dengan patuh.Darren mengajaknya berjalan memutar di bawah tangga ....Namun, baru berjalan beberapa langkah, langkah Michelle terhenti.Dia lebih suka piano daripada main perosotan.Gurunya memberi PR baru untuknya kemarin, dan dia belum melatihnya.Jadi, Michelle pun melepaskan tangan Darren dan duduk di depan piano.Suara piano yang indah terdengar.Mata Darren berbinar, “Wow, Michelle, ternyata kamu juga bisa bermain piano. Indah banget. Aku nggak pernah mendengar permainan piano yang begitu bagus ….”Alunan musik piano akhirnya memecah suasana canggung di ruang tamu.Ronald menoleh dan melihat seorang gadis kecil bergaun pink yang duduk di sebelah piano dekat tangga.Punggung
Sebelum mobilnya berhenti, Shania sudah mendengar alunan musik piano.Di rumah keluarga Tanjaya hanya ada piano yang baru dibelinya itu. Siapa yang memainkan pianonya!Shania membuka pintu mobil dan berjalan cepat ke pintu.Matanya menyapu menembus pintu dan ruang tamu, tiba-tiba tertuju pada sosok kecil berpakaian merah muda yang berada di depan piano.Sosok itu sangat mirip dengan Rachel, seperti dari cetakan yang sama.Bisa-bisanya putri wanita jalang itu memainkan pianonya!Shania tidak berpikir jernih, bergegas ke ruang tamu dan mendorong Michelle.Michelle awalnya sedang memainkan piano itu. Jari-jarinya menari di atas tuts. Sedikit lagi … Sedikit lagi. Setelah itu, dia akan bisa mengetahui apa yang salah.Namun, pada saat ini, seperti ada angin kencang yang menerpa tubuhnya.Dia langsung terjatuh ke lantai.Dia awalnya duduk di bangku tinggi di depan piano itu dan tiba-tiba terjatuh.Bangku yang Michelle duduki adalah bangku untuk orang dewasa, yang sangat tinggi. Dia menjerit k
Hawa dingin menjalari tulang punggung Shania.Air matanya mengalir deras, seperti air terjun. Kalimat ini sama sekali tidak berlebihan untuk mendeskripsikannya.“Kamu memukulku. Aku saja nggak menangis, kenapa kamu menangis?” Suara Darren penuh dengan penghinaan, “Kalau kamu masih mau nangis, keluar sana!”Air mata Shania langsung berhenti.Dia menggigit bibirnya, memandang Ronald, dan mencoba menjelaskan, “Aku nggak suka apabila ada orang yang menyentuh barangku tanpa seizinku. Aku membeli piano ini seharga 6 miliar. Piano ini hanya ada satu-satunya di kota ini. Aku takut anak ini akan merusakkan pianoku, makanya aku mendorongnya. Aku nggak tahu dia selemah itu. Aku benar-benar nggak sengaja ….”Kalau Shania tidak menjelaskan, itu lebih mending. Ekspresi Ronald menjadi lebih dingin ketika mendengar penjelasan wanita itu.Dia menunduk dan memainkan jarinya, “Aku juga nggak suka orang masuk ke rumahku tanpa seizinku.”Dia mencibir, “Hilmi, antar tamu ini ke pintu.”Mata Shania melebar,
Setelah mengatakan itu, Shania langsung menyesalinya.Namun, dia tidak bisa mundur lagi. Dia hanya bisa mengumpulkan keberaniannya dan menatap Ronald.Mata gelap pria itu penuh dengan hawa membunuh.Ronald mencibir dengan dingin, “Kamu yang memutuskan sendiri untuk melahirkan mereka, lalu sekarang kamu mau merebut mereka juga seenak dirimu saja. Kamu pikir keluarga Tanjaya itu apa?”Sikap Shania kembali melunak, “Ronald, aku mengandung selama 10 bulan sebelum melahirkan Eddy dan Darren. Kamu pernah bilang, pintu rumah Keluarga Tanjaya selalu terbuka untukku. Asalkan aku ingin melihat anak-anakku, aku bisa datang kapan pun. Tapi, kamu malah ingin mengusirku tadi. Aku … aku benar-benar takut nggak bisa bertemu dengan mereka lagi ….”“Kesalahan terbesarmu adalah kamu nggak seharusnya memaki Michelle dengan sebutan anak haram.” Ronald berkata dengan nada yang tinggi dan dingin, “Hilmi, kenapa kamu bengong di sana? Kenapa kamu nggak mengantarnya keluar?”Hilmi mengangguk dan menghadang di d
Semenjak Michelle dilahirkan dia sudah berbeda dibandingkan dengan orang lainnya. Semua orang bilang anak perempuan biasanya manja, tetapi Michelle selama ini tidak pernah manja dan tidak menangis atau rewel. Anak itu jarang sekali minta digendong.Selama satu tahun ini, baru pertama kalinya Michelle meminta dipeluk oleh Rachel. Tentu saja anaknya sendiri lebih penting dibandingkan dengan anak yang lainnya. Rachel menggendong Michelle dan berbisik, “Michelle, kamu kenapa?”Anak itu memeluk lehernya tanpa berkata apa pun. Ronald datang dan dengan suara rendah berkata, “Maaf, aku yang teledor.”Rachel menyipit dan bertanya, “Apa yang terjadi?”“Tante Rachel, nenek sihir itu ganggu adik Michelle!” lapor Darren dengan penuh emosi. “Untung ada aku yang cepat tanggap dan menolong Michelle. Kalau nggak mukanya adik Michelle pasti bengkak.”Dia membusungkan dada dan dengan bangga berkata, “Aku lelaki tangguh dan seorang kakak! Aku janji mau jaga Michelle. Tante, aku hebat nggak?”Rachel mengel
Jika dibandingkan ternyata cukup berbeda sekali. Untuk ketiga kalinya Rachel mendengarkan putranya bertanya tentang kakak dari Darren. Dengan penasaran dia bertanya, “Michael, untuk apa kamu tanya ini?”Michael dengan tenang berkata, “Darren selalu bilang dia ada seorang kakak yang sangat hebat, aku hanya ingin lihat sehebat apa.”Rachel tidak bisa menahan tawanya. Michael memang sangat dewasa dan penurut, dia selalu merasa putranya ini sudah besar. Hanya dalam hal seperti ini yang dia masih ada sifat kekanakannya. Michael selalu ingin menang dan tidak ingin kalah.“Lain kali kalau ada kesempatan, Om pertemukan kalian. Eddy memang dari kecil sudah sangat jenius, kamu jangan berkecil hati. Kalian bisa ngobrol santai, kali aja kalian bisa kasih pandangan baru ke diri kalian masing-masing,” kata Ronald sambil menyetir mobil.Michael bungkam dan tidak berbicara lagi. Rachel semakin lama justru semakin penasaran dengan sosok Eddy.***Setelah Eddy menyelesaikan semua pekerjaannya, dia memin
Kedua bola mata Eddy menyipit dan gelap. Michelle ternyata anaknya Rachel?!“Tapi Michelle lebih lengket ke kakaknya Michael, di matanya hanya ada Michael seorang saja sebagai kakaknya. Aku nggak tahu kapan dia bisa panggil aku kakak juga,” kata Darren dengan wajah murung.“Kakak kandung?” tanya Eddy susah payah.“Tentu saja kakak kandung! Kak, bukannya Kakak pernah cari tahu tentang Tante Rachel? Kenapa nggak tahu kalau dia ada dua anak?”Eddy terdiam. Dia memang pernah mencari tahu tentang Rachel, tetapi di datanya tidak menuliskan bahwa perempuan itu memiliki anak. Artinya bahwa kedua anak itu dijaga dengan baik oleh Rachel. Tidak ada data yang dipublikasikan mengenai kedua anak itu.Sama seperti ayahnya yang menjaga dan melindungi mereka dengan baik. Berarti lelaki yang dia temui di rumah sakit waktu itu adalah kakaknya Michelle?Sepertinya masih berusia empat tahun, apakah dia kembar dengan Michelle? Sama dengan dia dan Darren?“Michelle merupakan anak perempuan paling cantik yang