Sebelum mobilnya berhenti, Shania sudah mendengar alunan musik piano.Di rumah keluarga Tanjaya hanya ada piano yang baru dibelinya itu. Siapa yang memainkan pianonya!Shania membuka pintu mobil dan berjalan cepat ke pintu.Matanya menyapu menembus pintu dan ruang tamu, tiba-tiba tertuju pada sosok kecil berpakaian merah muda yang berada di depan piano.Sosok itu sangat mirip dengan Rachel, seperti dari cetakan yang sama.Bisa-bisanya putri wanita jalang itu memainkan pianonya!Shania tidak berpikir jernih, bergegas ke ruang tamu dan mendorong Michelle.Michelle awalnya sedang memainkan piano itu. Jari-jarinya menari di atas tuts. Sedikit lagi … Sedikit lagi. Setelah itu, dia akan bisa mengetahui apa yang salah.Namun, pada saat ini, seperti ada angin kencang yang menerpa tubuhnya.Dia langsung terjatuh ke lantai.Dia awalnya duduk di bangku tinggi di depan piano itu dan tiba-tiba terjatuh.Bangku yang Michelle duduki adalah bangku untuk orang dewasa, yang sangat tinggi. Dia menjerit k
Hawa dingin menjalari tulang punggung Shania.Air matanya mengalir deras, seperti air terjun. Kalimat ini sama sekali tidak berlebihan untuk mendeskripsikannya.“Kamu memukulku. Aku saja nggak menangis, kenapa kamu menangis?” Suara Darren penuh dengan penghinaan, “Kalau kamu masih mau nangis, keluar sana!”Air mata Shania langsung berhenti.Dia menggigit bibirnya, memandang Ronald, dan mencoba menjelaskan, “Aku nggak suka apabila ada orang yang menyentuh barangku tanpa seizinku. Aku membeli piano ini seharga 6 miliar. Piano ini hanya ada satu-satunya di kota ini. Aku takut anak ini akan merusakkan pianoku, makanya aku mendorongnya. Aku nggak tahu dia selemah itu. Aku benar-benar nggak sengaja ….”Kalau Shania tidak menjelaskan, itu lebih mending. Ekspresi Ronald menjadi lebih dingin ketika mendengar penjelasan wanita itu.Dia menunduk dan memainkan jarinya, “Aku juga nggak suka orang masuk ke rumahku tanpa seizinku.”Dia mencibir, “Hilmi, antar tamu ini ke pintu.”Mata Shania melebar,
Setelah mengatakan itu, Shania langsung menyesalinya.Namun, dia tidak bisa mundur lagi. Dia hanya bisa mengumpulkan keberaniannya dan menatap Ronald.Mata gelap pria itu penuh dengan hawa membunuh.Ronald mencibir dengan dingin, “Kamu yang memutuskan sendiri untuk melahirkan mereka, lalu sekarang kamu mau merebut mereka juga seenak dirimu saja. Kamu pikir keluarga Tanjaya itu apa?”Sikap Shania kembali melunak, “Ronald, aku mengandung selama 10 bulan sebelum melahirkan Eddy dan Darren. Kamu pernah bilang, pintu rumah Keluarga Tanjaya selalu terbuka untukku. Asalkan aku ingin melihat anak-anakku, aku bisa datang kapan pun. Tapi, kamu malah ingin mengusirku tadi. Aku … aku benar-benar takut nggak bisa bertemu dengan mereka lagi ….”“Kesalahan terbesarmu adalah kamu nggak seharusnya memaki Michelle dengan sebutan anak haram.” Ronald berkata dengan nada yang tinggi dan dingin, “Hilmi, kenapa kamu bengong di sana? Kenapa kamu nggak mengantarnya keluar?”Hilmi mengangguk dan menghadang di d
Semenjak Michelle dilahirkan dia sudah berbeda dibandingkan dengan orang lainnya. Semua orang bilang anak perempuan biasanya manja, tetapi Michelle selama ini tidak pernah manja dan tidak menangis atau rewel. Anak itu jarang sekali minta digendong.Selama satu tahun ini, baru pertama kalinya Michelle meminta dipeluk oleh Rachel. Tentu saja anaknya sendiri lebih penting dibandingkan dengan anak yang lainnya. Rachel menggendong Michelle dan berbisik, “Michelle, kamu kenapa?”Anak itu memeluk lehernya tanpa berkata apa pun. Ronald datang dan dengan suara rendah berkata, “Maaf, aku yang teledor.”Rachel menyipit dan bertanya, “Apa yang terjadi?”“Tante Rachel, nenek sihir itu ganggu adik Michelle!” lapor Darren dengan penuh emosi. “Untung ada aku yang cepat tanggap dan menolong Michelle. Kalau nggak mukanya adik Michelle pasti bengkak.”Dia membusungkan dada dan dengan bangga berkata, “Aku lelaki tangguh dan seorang kakak! Aku janji mau jaga Michelle. Tante, aku hebat nggak?”Rachel mengel
Jika dibandingkan ternyata cukup berbeda sekali. Untuk ketiga kalinya Rachel mendengarkan putranya bertanya tentang kakak dari Darren. Dengan penasaran dia bertanya, “Michael, untuk apa kamu tanya ini?”Michael dengan tenang berkata, “Darren selalu bilang dia ada seorang kakak yang sangat hebat, aku hanya ingin lihat sehebat apa.”Rachel tidak bisa menahan tawanya. Michael memang sangat dewasa dan penurut, dia selalu merasa putranya ini sudah besar. Hanya dalam hal seperti ini yang dia masih ada sifat kekanakannya. Michael selalu ingin menang dan tidak ingin kalah.“Lain kali kalau ada kesempatan, Om pertemukan kalian. Eddy memang dari kecil sudah sangat jenius, kamu jangan berkecil hati. Kalian bisa ngobrol santai, kali aja kalian bisa kasih pandangan baru ke diri kalian masing-masing,” kata Ronald sambil menyetir mobil.Michael bungkam dan tidak berbicara lagi. Rachel semakin lama justru semakin penasaran dengan sosok Eddy.***Setelah Eddy menyelesaikan semua pekerjaannya, dia memin
Kedua bola mata Eddy menyipit dan gelap. Michelle ternyata anaknya Rachel?!“Tapi Michelle lebih lengket ke kakaknya Michael, di matanya hanya ada Michael seorang saja sebagai kakaknya. Aku nggak tahu kapan dia bisa panggil aku kakak juga,” kata Darren dengan wajah murung.“Kakak kandung?” tanya Eddy susah payah.“Tentu saja kakak kandung! Kak, bukannya Kakak pernah cari tahu tentang Tante Rachel? Kenapa nggak tahu kalau dia ada dua anak?”Eddy terdiam. Dia memang pernah mencari tahu tentang Rachel, tetapi di datanya tidak menuliskan bahwa perempuan itu memiliki anak. Artinya bahwa kedua anak itu dijaga dengan baik oleh Rachel. Tidak ada data yang dipublikasikan mengenai kedua anak itu.Sama seperti ayahnya yang menjaga dan melindungi mereka dengan baik. Berarti lelaki yang dia temui di rumah sakit waktu itu adalah kakaknya Michelle?Sepertinya masih berusia empat tahun, apakah dia kembar dengan Michelle? Sama dengan dia dan Darren?“Michelle merupakan anak perempuan paling cantik yang
Eddy menatap baju barbie yang ada di tangannya dan bertanya dengan tenang, “Apanya gimana?”“Daddy kamu ada anak haram di luar sana dan dia marah besar denganku. Dia nggak mengizinkan aku masuk ke rumah. Eddy, piano yang kamu beliin itu dibuang sama Dady ke tempat sama. Itu hadiah yang kamu kasih! Kenapa Daddy kamu tega sekali? Eddy, Mama sedih sekali, nggak tahu harus berbuat apa dan Mama putus asa ….”Kening Eddy berkerut karena ketika mendengar Shania menyebutkan Michelle anak harap, dia merasa marah sekali. Bibir tipisnya berkata dengan dingin,“Kalau Mama nggak main tangan duluan dengan Michelle, Daddy juga nggak akan marah dengan Mama. Semuanya pasti ada penyebabnya. Mama harus intropeksi diri sedikit.”“Tapi Mama nggak ada pukul anak haram itu! Satu jarinya saja nggak sentuh!”“Ma, Mama juga perempuan yang berpendidikan, jangan sebut ‘anak haram’ terus. Di mana letak keanggunan Mama?” ujar Eddy dengan nada penuh sindiran.“Sebaiknya Mama habiskan waktu untuk berlatih piano untuk
“Shania, aku nggak mau tanya masalah empat tahun lalu. Aku hanya mau tanya kita masih ada masa depan nggak?”Sorot mata Lincoln terlihat tulus, kedua tangan lelaki itu terletak di kedua bahu Shania. Tangannya sangat hangat hingga mampu membuat jantung Shania berdegup kencang. Semenjak dia tertarik dengan posisi Nyonya Tanoto, dia tidak pernah lagi berhubungan dengan lelaki mana pun. Sudah empat tahun dia tidak pernah merasakan rasa seperti ini.Tangan lelaki itu menggosok bahu perempuan itu dan semakin membuat dahaga yang ada dalam hati Shania semakin meluap.“Lincoln, kita nggak mungkin ada masa depan,” kata Shania.“Ada yang mengatakan kalau nggak perlu selamanya, hanya perlu sesaat saja. Kamu mau kan?” tanya Lincoln dengan nada lembut.Shania luluh detik itu juga. Bahkan perempuan itu juga tampak tidak sabar. Sudah selama empat tahun dia tidak merasakan perasaan seperti ini. Wajahnya mendadak memerah. Lincoln hanya tertawa dan berkata, “Shania, aku akan mencintaimu dan menyayangimu,