Hari berjalan lambat setelah kejadian kemarin. Regan seperti tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan oleh Semesta. Poppy terus mengabaikannya, ditambah sikap Dante semalam, Regan juga khawatir jika bersikap terang-terangan di rumah.
Begitu banyak waktu yang Regan buang hanya dengan memandangi layar ponsel. Tidak ada jadwal operasi hari ini—berbanding terbalik dengan kemarin. Regan hanya visite dan konsultasi dengan beberapa pasien. Namun, justru itu yang membuatnya lebih membenci hari ini.
Ruang chat Poppy masih sehambar kemarin. Wanita itu tidak mengangkat panggilan video atau panggilan suara darinya. Beberapa chat hanya dibaca dan sisanya bahkan tidak dibaca sama sekali. Hari ini pun Regan sudah mencoba kembali, tetapi hasilnya masih sama.
Regantara Dashar: Pop, tolong angkat
Regantara Dashar: Ayo kita ketemu, aku mau jelasin semuanya
Regantara Dashar: Aku gak bisa jelasin di
“Mbak Poppy sudah ditemukan di Polres XX, Mas Regan.”Regan tidak peduli dengan ucapan Pak Ferdi selanjutnya. Ia bahkan tidak sadar kalau yang disambarnya adalah kunci motor Dante, sebelum melihat bahwa alarm mobilnya tak kunjung bunyi. Merasa tidak ada waktu untuk menukar kunci, jadi ia langsung saja mengendarai motor itu dan melesat menuju tempat Poppy.Sepanjang perjalanan, pikiran Regan tidak tenang. Apa yang terjadi sampai Poppy berada di tempat yang berjarak dua jam lebih dari rumahnya. Untuk dikatakan kabur dari rumah, itu terlalu mudah ditemukan. Namun di satu sisi, sangat mustahil juga Poppy berpergian seperti ini tanpa mengabari Dante.Satu yang akhirnya mungkin menjadi jawaban adalah Poppy sedang menghindari Regan.Mengingat itu, amarahnya tentu tak terbendung lagi.Perjalanan sejauh itu Regan tempuh seperti orang gila. Ia hanya membutuhkan satu jam lebih sepuluh menit untuk
“Kamu—hah….” Regan menghela napas panjang, menyatukan dahi mereka berdua. “Jangan jalan-jalan sendiri lagi, oke? Kamu bisa marah-marah ke aku, pukul aku, maki-maki aku, atau bahkan ngadu ke Dante—apa pun itu—asal jangan pergi sendirian lagi, oke?”Poppy mengangguk. “Terus, HP-ku—”“Nanti aku yang urus,” potong Regan, kemudian menoleh kepada pria paruh baya yang berdiri di sana. “Pak Ferdi, terima kasih. Saya mohon bantuannya untuk mengurus sisanya.”Ah, Poppy baru ingat. Beberapa saat setelah ia melaporkan diri soal dirinya yang tersesat dan kehilangan barangnya, pria itu datang. Dia bilang kalau dirinya adalah teman Papi dan Regan, dan Regan sedang dalam perjalanan menuju polsek. Pada saat itu, rasanya Poppy ingin kabur kembali. Ia sudah membayangkan betapa buruk perasaannya jika harus bertemu Regan lagi.Namun ternyata, yang
“ADEEEK! KAMU KE MANA AJA?!”“Kenapa hape kamu mati, hah?! Kamu hampir buat Kakak gila tau, gak?!”“Polsek?? Kenapa kamu bisa di polsek?!”“Tapi, kamu gak diapa-apain, kan?”“Heh, dokter gadungan! Motor gue mana?!”Serangkaian ocehan Dante akhirnya bisa redam ketika Poppy mengatakan dirinya sangat lelah dan ingin tidur. Sebawel-bawelnya Dante, ia tidak akan membiarkan Poppy kelelahan. Jadi, sebelum pria itu berubah pikiran lagi, Poppy buru-buru melesat ke kamarnya dan menutup pintu.Poppy melempar dirinya ke kasur dan menarik napas panjang. Begitu banyak yang terjadi hari ini. Mulai dari pengalaman pertama naik kendaraan umum, tersesat, sampai kecopetan. Jangan lupakan juga bagian dirinya yang luluh dengan mudah dengan ucapan manis Regan.Poppy membuka matanya dan bangun. Ia harus
“Kamu begitu basah....”Aku menggigit bibir bawahku ketika mendengar suara seraknya. Entah itu pujian atau ejekan, aku tidak bisa membedakannya. Dia memang selalu menggunakan nada seperti itu ketika berbicara kepadaku... dan jangan lupakan senyum miring dengan kerlingan mata tajamnya.Ruangan bernuansa merah dengan aroma musk yang kuat membuat tubuhku semakin panas. Temaramnya lampu membuat pria di atasku itu terlihat semakin menggoda. Tubuhnya yang berkeringat bergerak seperti binatang liar di atasku. Bibirnya yang tebal tersenyum penuh sensual, memberikan siluet tegas di garis rahangnya.“Apa boleh aku menyentuhnya?” dia bertanya lagi, kali ini sambil membelaiku dari luar celana dalam. Sial! Kalau begitu, kenapa harus bertanya?Aku ingin mengumpat, tapi desahan di ujung lidahku menghentikannya. “K-kamu... ugh!”“Ssst...” Pria itu kembali merangkak ke atas, meskipun tangannya masih ada di bawah sana. Napasnya yang panas terasa menyentuh bibirku. “Aku sudah bilang, yang perlu kamu lak
Gerakan tangan Poppy yang baru saja menutup pintu ruang guru di belakangnya pun terhenti. Dahinya sedikit mengeryit. Wanita di seberang sana menyebutkan nama kakaknya yang merupakan seorang legal perusahaan besar. Apa... Dante tiba-tiba dituntut balik kliennya karena kalah di pengadilan?Asal tahu saja, walaupun Dante adalah kakak yang baik, ia tidak cukup yakin dengan kemampuannya sebagai orang legal.“Iya, benar?” walaupun itu kalimat pernyataan, entah kenapa Poppy malah terdengar seperti sedang bertanya.“Begini, Mbak Poppy. Saya disuruh untuk menghubungi Mbak Poppy oleh Dokter Regan karena... Bapak Dante pingsan—““HAH?!”Seperti kata pepatah, orang bodoh itu jarang sekali sakit. Itulah yang selalu terjadi kepada Dante. Kakaknya memang orang legal, tapi—sekali lagi—Poppy tidak pernah menyangka kalau itu adalah profesi kakaknya. Sekeras apa pun Dante bekerja, lembur berhari-hari, sampai rela ke luar kota, pria itu kuat bagaikan tembok bendungan.Namun... apa kata orang itu? Dante p
Poppy melangkah lebar di lorong rumah sakit menuju ruangan Dante. Ia memang berada di hubungan benci dan sayang dengan Dante. Kakaknya itu sangat menyebalkan, suka bertindak manja, dan selalu memperlakukan Poppy selayaknya anak kecil. Poppy sangat ingin mencekiknya sampai wajah Dante membiru, tapi di satu sisi, pria itu adalah satu-satunya keluarga yang tersisa.Orang tua Poppy meninggal karena kecelakaan ketika Poppy berusia 12 tahun. Sejak saat itu, Dante-lah yang berperan sebagai orang tua sekaligus kakak untuk Poppy. Jika diingat lagi, pasti berat bagi anak berusia 18 tahun untuk menjalani dua peran sekaligus di rumah. Hebatnya, Dante tidak pernah mengeluh—hanya terlalu protektif dan manja saja.“Kak Dante!” Poppy berteriak sambil membuka pintu ruang rawat itu. Ia sampai tidak mempedulikan ada dua pasien lain di sana.Poppy dengan segera ia menghampiri brankar kakaknya itu. “Kak Dante gak apa-apa? Mana yang sakit? Kok, bisa pingsan? Kak Dante pasti lupa minum vitamin, kan?!”“Popp
“Eh, eh, mau ke mana?” Dante menghentikan Poppy yang baru mau beranjak. “Kalau mau ngobrol, di sini aja.”“Pasien itu harus istirahat, jangan bawel.” Regan menarik tangan Poppy ke arahnya. “Dan inget, lo harus puasa abis ini, sebelum operasi besok pagi.”Gerutuan Dante tidak bisa Poppy dengar dengan jelas karena Regan sudah menariknya lebih dulu. Pikiran Poppy sudah berkelana entah ke mana. Apa ini soal penyakit Dante? Apa begitu serius sampai-sampai Dante sendiri tidak boleh mendengarnya?Regan membawa Poppy menuju ruangannya yang berada satu lantai di atas. Selama perjalanan itu, mereka berdua hanya diam. Terlalu banyak yang Poppy pikirkan sampai tidak tahu harus mengucapkan apa. Ia hanya memandangi punggung tegap Regan yang tampak semakin gagah dengan sneli itu.Ia baru mendapatkan pijakannya kembali ketika Regan membuka pintu ruangannya.“Sakitnya Kak Dante parah, ya?” tanya Poppy pelan sambil melangkah masuk.Regan menutup pintu itu. “Kamu gak perlu khawatir, dia bakal baik-baik
Air liur Poppy terasa jauh lebih pahit sekarang. Salah satu yang paling ia takuti di dunia ini adalah saat identitas rahasianya terbongkar. Belum lagi, Regan sangat dekat dengan kakaknya.Bagaimana kalau ia langsung mengadukan itu kepada Dante? Apakah Poppy bakal dikurung seumur hidup di kamarnya, tanpa ponsel, laptop, dan internet?Poppy tidak mau membayangkan itu!“I-itu... itu bukan tulisan aku. Iya, hahahaha, aku copy itu dari web tulisan orang lain.” Poppy menghindari tatapan Regan dan tertawa canggung. Jari telunjuk kanannya memainkan cincin yang melingkar di telunjuk kirinya. “Karena bagus dan mau aku baca jadinya aku masukin dokumen.”Regan masih menatap Poppy dengan senyum tipis itu. Dari ujung matanya, Poppy bisa melihat kepala pria itu mengangguk.“Begitu?”Pertanyaan Regan seolah hanya formalitas, tidak perlu mendapat jawaban dari Poppy. Namun, wanita itu tetap mengangguk dengan penuh keyakinan.“Kamu fans banget sama Maria Quinn, ya?” tanya Regan lagi.Poppy tidak tahu ap
“ADEEEK! KAMU KE MANA AJA?!”“Kenapa hape kamu mati, hah?! Kamu hampir buat Kakak gila tau, gak?!”“Polsek?? Kenapa kamu bisa di polsek?!”“Tapi, kamu gak diapa-apain, kan?”“Heh, dokter gadungan! Motor gue mana?!”Serangkaian ocehan Dante akhirnya bisa redam ketika Poppy mengatakan dirinya sangat lelah dan ingin tidur. Sebawel-bawelnya Dante, ia tidak akan membiarkan Poppy kelelahan. Jadi, sebelum pria itu berubah pikiran lagi, Poppy buru-buru melesat ke kamarnya dan menutup pintu.Poppy melempar dirinya ke kasur dan menarik napas panjang. Begitu banyak yang terjadi hari ini. Mulai dari pengalaman pertama naik kendaraan umum, tersesat, sampai kecopetan. Jangan lupakan juga bagian dirinya yang luluh dengan mudah dengan ucapan manis Regan.Poppy membuka matanya dan bangun. Ia harus
“Kamu—hah….” Regan menghela napas panjang, menyatukan dahi mereka berdua. “Jangan jalan-jalan sendiri lagi, oke? Kamu bisa marah-marah ke aku, pukul aku, maki-maki aku, atau bahkan ngadu ke Dante—apa pun itu—asal jangan pergi sendirian lagi, oke?”Poppy mengangguk. “Terus, HP-ku—”“Nanti aku yang urus,” potong Regan, kemudian menoleh kepada pria paruh baya yang berdiri di sana. “Pak Ferdi, terima kasih. Saya mohon bantuannya untuk mengurus sisanya.”Ah, Poppy baru ingat. Beberapa saat setelah ia melaporkan diri soal dirinya yang tersesat dan kehilangan barangnya, pria itu datang. Dia bilang kalau dirinya adalah teman Papi dan Regan, dan Regan sedang dalam perjalanan menuju polsek. Pada saat itu, rasanya Poppy ingin kabur kembali. Ia sudah membayangkan betapa buruk perasaannya jika harus bertemu Regan lagi.Namun ternyata, yang
“Mbak Poppy sudah ditemukan di Polres XX, Mas Regan.”Regan tidak peduli dengan ucapan Pak Ferdi selanjutnya. Ia bahkan tidak sadar kalau yang disambarnya adalah kunci motor Dante, sebelum melihat bahwa alarm mobilnya tak kunjung bunyi. Merasa tidak ada waktu untuk menukar kunci, jadi ia langsung saja mengendarai motor itu dan melesat menuju tempat Poppy.Sepanjang perjalanan, pikiran Regan tidak tenang. Apa yang terjadi sampai Poppy berada di tempat yang berjarak dua jam lebih dari rumahnya. Untuk dikatakan kabur dari rumah, itu terlalu mudah ditemukan. Namun di satu sisi, sangat mustahil juga Poppy berpergian seperti ini tanpa mengabari Dante.Satu yang akhirnya mungkin menjadi jawaban adalah Poppy sedang menghindari Regan.Mengingat itu, amarahnya tentu tak terbendung lagi.Perjalanan sejauh itu Regan tempuh seperti orang gila. Ia hanya membutuhkan satu jam lebih sepuluh menit untuk
Hari berjalan lambat setelah kejadian kemarin. Regan seperti tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan oleh Semesta. Poppy terus mengabaikannya, ditambah sikap Dante semalam, Regan juga khawatir jika bersikap terang-terangan di rumah.Begitu banyak waktu yang Regan buang hanya dengan memandangi layar ponsel. Tidak ada jadwal operasi hari ini—berbanding terbalik dengan kemarin. Regan hanya visite dan konsultasi dengan beberapa pasien. Namun, justru itu yang membuatnya lebih membenci hari ini.Ruang chat Poppy masih sehambar kemarin. Wanita itu tidak mengangkat panggilan video atau panggilan suara darinya. Beberapa chat hanya dibaca dan sisanya bahkan tidak dibaca sama sekali. Hari ini pun Regan sudah mencoba kembali, tetapi hasilnya masih sama.Regantara Dashar: Pop, tolong angkatRegantara Dashar: Ayo kita ketemu, aku mau jelasin semuanyaRegantara Dashar: Aku gak bisa jelasin di
Pintu kayu di depannya terasa begitu mengintimidasi di mata Regan. Jantungnya berdebar sangat kencang karena tahu Poppy ada di dalam sana. Hari sudah berganti dan jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Regan baru saja pulang dari rumah sakit setelah seharian disibukkan dengan pasien.Sepertinya, Semesta tidak mengizinkannya untuk tenang hari ini.Sekali lagi, ia melihat ponselnya yang menunjukkan ruang obrolan dengan Poppy. Wanita itu belum membaca pesan terakhirnya—yang mengajak Poppy untuk berbicara setelah Regan pulang. Regan menghela napas, tangannya sudah terangkat ingin mengetuk pintu itu sebelum sebuah suara menginterupsinya.“Jangan.”Pria itu menoleh. Beberapa langkah darinya, tepatnya di depan dispenser, Dante sudah berdiri sambil membawa mug berbentuk kepala anjing. Regan lupa kalau sahabatnya itu suka keluar tengah malam untuk mengambil minum.Regan tidak bisa melihat wajah
“Kenapa berhenti, Babe—oh, ada tamu, ya?”Regan tidak menghiraukan ucapan Claudia itu, malah mendorongnya untuk menyingkir, dan segera menghampiri Poppy. Dia tidak tahu kenapa keadaannya menjadi seperti ini. Bodohnya Regan yang terlalu terbuai dengan sentuhan itu sebelum memastikan siapa yang memeluknya. Tubuh dan pikirannya yang kelelahan membuat semua otaknya tidak bisa bekerja dengan baik.Seharusnya ia sadar waktu Claudia memeluknya dari belakang dan langsung menarik tubuhnya untuk berbalik. Poppy bukan wanita yang bisa bersikap agresif di depan pria mana pun, bahkan di depan Regan sendiri.“Pop, ini gak—”Kepala Regan terasa kosong hanya untuk memberikan penjelasan. Apalagi ketika melihat Poppy jelas-jelas menepis tangannya itu. Wajah wanita itu sudah tampak pias, dengan bola mata bergetar. Satu gerakan lagi saja, mungkin Poppy bisa menangis di sana.&ldquo
Tidak perlu waktu lama untuk Regan memacu mobilnya menuju rumah sakit. Begitu sampai pun, sudah ada perawat yang menunggunya untuk menjelaskan situasi. Regan mengantar Poppy ke ruangannya sambil mendengarkan penjelasan sang perawat. Setelah memastikan Poppy sampai dengan selamat di ruangannya, Regan segera pergi ke ruang operasi bersama perawat itu.Dan sekarang, Poppy kebosanan.Ruangan Regan sama monotonnya dengan ruang dokter lainnya. Hanya ada seperangkat komputer, tumpukan dokumen, dan buku-buku medis. Furnitur lainnya yaitu satu sofa kecil—tempat Poppy duduk sekarang. Mungkin karena ini ruangan pribadi Regan, yang biasanya menjadi tempat pria itu menyusun laporan dan konsultasi saja, tidak ada ranjang pasien di sini.Poppy pikir, ia hanya perlu menunggu paling lama setengah jam. Namun, dua jam berlalu, Regan tidak juga kembali. Perutnya mulai keroncongan. Poppy baru ingat kalau terakhir ia makan adalah saat jam isti
Ada kebanggaan yang membuncah ketika Regan melihat binar mata Poppy sekarang. Kerja kerasnya terbayar sudah. Ia tidak menyesal telah merogoh tabungannya lebih dalam, sampai beberapa kali bersitegang dengan arsitek dan interior desainer demi rumah ini. Wanita itu terlihat sangat bahagia.Walaupun pasti tidak sebanding dengan apa yang Regan rasakan sekarang.“Kak? Serius?”Itu bukan pertanyaan pertama Poppy ketika memasuki ruangan ini—ruangan yang khusus Regan buat untuk wanita itu. Ruangan ini juga yang paling banyak menyita waktu renovasi. Hampir sebulan penuh Regan habiskan untuk konsultasi desainnya.“Gimana? Suka?” Regan malah balik bertanya.“Siapa yang gak suka perpustakaan pribadi!” Poppy memekik senang dengan bibir yang tak berhenti tersenyum. “Dan… dan… buku-bukunya! Oh my God!”Baru kali ini Regan melihat ekspr
Poppy sempat berpikir Regan sedang menjahilinya kembali. Namun, begitu melihat pintu garasi rumah itu terbuka otomatis hanya dengan satu tekan di ponsel Regan, ia tidak bisa berkata-kata. Regan pun dengan tenangnya memasukan mobil ke garasi.“Ayo, turun,” ajak pria itu sambil membuka sabuk pengaman.“Sebentar, sebentar….” Poppy mengangkat satu tangannya. “Rumah kita? Maksudnya… kok, bisa—gak, maksudku, aku gak merasa pernah beli rumah atau nabung buat beli rumah….”Rancauan Poppy dibalas Regan dengan senyuman dan cubitan ringan di pipinya. “Aku jelasin di dalam, ya.”Melihat tidak ada tanda-tanda Poppy akan keluar dengan cepat, Regan pun memutar langkahnya dan membuka pintu di sebelah Poppy. Ia menuntun wanita itu untuk turun dari mobil, lalu membawanya ke sebuah pintu di sana. Pintu itu ternyata terhubung dengan tangga yang membawa mereka ke