“Eh, eh, mau ke mana?” Dante menghentikan Poppy yang baru mau beranjak. “Kalau mau ngobrol, di sini aja.”
“Pasien itu harus istirahat, jangan bawel.” Regan menarik tangan Poppy ke arahnya. “Dan inget, lo harus puasa abis ini, sebelum operasi besok pagi.”
Gerutuan Dante tidak bisa Poppy dengar dengan jelas karena Regan sudah menariknya lebih dulu. Pikiran Poppy sudah berkelana entah ke mana. Apa ini soal penyakit Dante? Apa begitu serius sampai-sampai Dante sendiri tidak boleh mendengarnya?
Regan membawa Poppy menuju ruangannya yang berada satu lantai di atas. Selama perjalanan itu, mereka berdua hanya diam. Terlalu banyak yang Poppy pikirkan sampai tidak tahu harus mengucapkan apa. Ia hanya memandangi punggung tegap Regan yang tampak semakin gagah dengan sneli itu.
Ia baru mendapatkan pijakannya kembali ketika Regan membuka pintu ruangannya.
“Sakitnya Kak Dante parah, ya?” tanya Poppy pelan sambil melangkah masuk.
Regan menutup pintu itu. “Kamu gak perlu khawatir, dia bakal baik-baik aja.”
Regan berjalan melewatinya dan duduk di kursinya. Sementara itu, Poppy masih berdiri dan menetralkan detak jantungnya. Entah ini karena rasa khawatirnya akan penyakit Dante, atau karena berada dalam satu ruangan dengan Regan.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Poppy melangkah menuju kursi yang ada di depan meja Regan dan duduk.
“Maaf, ya, Kak, kami jadi repotin Kakak lagi,” ucap Poppy.
“Udah dibilangin berkali-kali, kamu jangan begitu.”
Poppy menunduk, memainkan jarinya. “Tetap aja. Aku gak enak sama Kakak dan keluarga.”
Tidak hanya sebagai teman dan atasan Dante, Poppy mengenal Regan sebagai penyelamat juga. Keluarga Regan yang menyelamatkan Poppy dan Dante kala itu. Mereka membantu keduanya membiayai pendidikan sampai Dante lulus dan bekerja sebagai ketua bagian legal Dashar Group.
Poppy pun sebenarnya ingin melamar sebagai karyawan Dashar Group setelah lulus. Namun, Dante melarangnya. Ia berkata, cukup dirinya yang menebus semua utang itu, dan Poppy bisa memilih jalan hidupnya sendiri.
“So, Poppy,” suara berat Regan kembali menyadarkan Poppy. Wanita itu pun mengangkat kepalany. “Yang ingin aku bicarain—“
Lagu The Family Madrigal dari soundtrack film Encanto memenuhi ruangan itu tiba-tiba. Poppy gelagapan, dan segera merogoh tasnya. Ia melempar tatapan tidak enak kepada Regan yang langsung bungkam kala itu.
“Sebentar, Kak.”
Lagu itu terus mengalun—membuat Poppy hampir merutuk. Gara-gara kepanikannya tadi, ia sampai lupa memasang ponselnya pada mode getar. Padahal ia sedang berada di rumah sakit.
Poppy mengeluarkan ponsel dan memeriksa nama penelepon. Editor Ray. “Ck!”
Tanpa menjawab, Poppy hanya mensenyapkan ponsel itu. Tidak lama kemudian, panggilan dari editornya berakhir, dan digantikan oleh sebuah pesan.
Editor Ray: [Halo, Kak, sudah belum ya? Aku tunggu sampai malam ini ya Kak. Thank you.]
Hah? Gimana maksudnya? Bukannya udah aku kirim?
Poppy sepertinya lupa dengan keberadaan Regan di sana yang memandangnya penuh penasaran. Pesan dari editor itu benar-benar mencuri perhatiannya, sampai-sampai Poppy membuka ruang pesan mereka berdua. Benar saja, tautan yang Poppy kirim tadi, tidak ada di sana.
Apa tadi aku lupa enter, ya?
Poppy mengirim tautan itu kembali bersamaan dengan pesan alibi kalau pesannya tenggelam. Ia pun keluar dari ruang pesan itu, lalu... terkejut.
Kenapa link cerita aku ada di chat room Kak Regan?!
Poppy mengangkat kepalanya perlahan dari ponsel itu. Ia menatap Regan yang tengah tersenyum ke arahnya.
“Ah, kayaknya kamu udah sadar, ya?”
“H-hah?” Poppy terkekeh canggung sambil jarinya bergerak untuk menghapus pesan itu. “Sadar apa, ya, Kak?”
Regan mengambil ponselnya dari saku sneli, melihatnya sejenak, dan kembali menatap Poppy. “Gak perlu dihapus, udah aku d******d kok.”
Poppy menelan air liurnya yang terasa begitu pahit kali ini. Tangannya gemetar menggenggam ponsel itu. Senyuman Regan seolah sudah menyedot habis kata-kata dari kepalanya.
Regan berdiri dari duduknya dan mencondongkan tubuh ke arah Poppy yang duduk di hadapannya. Tatapan matanya seperti predator yang mengincar si mangsa. Tubuh Poppy terasa kaku. Ia terpojokkan.
“Jadi,” suara Regan terdengar jauh lebih dalam, seolah bisa menenggelamkan Poppy saat itu juga. “Bisa jelasin apa yang kamu tulis di sana?”
Air liur Poppy terasa jauh lebih pahit sekarang. Salah satu yang paling ia takuti di dunia ini adalah saat identitas rahasianya terbongkar. Belum lagi, Regan sangat dekat dengan kakaknya.Bagaimana kalau ia langsung mengadukan itu kepada Dante? Apakah Poppy bakal dikurung seumur hidup di kamarnya, tanpa ponsel, laptop, dan internet?Poppy tidak mau membayangkan itu!“I-itu... itu bukan tulisan aku. Iya, hahahaha, aku copy itu dari web tulisan orang lain.” Poppy menghindari tatapan Regan dan tertawa canggung. Jari telunjuk kanannya memainkan cincin yang melingkar di telunjuk kirinya. “Karena bagus dan mau aku baca jadinya aku masukin dokumen.”Regan masih menatap Poppy dengan senyum tipis itu. Dari ujung matanya, Poppy bisa melihat kepala pria itu mengangguk.“Begitu?”Pertanyaan Regan seolah hanya formalitas, tidak perlu mendapat jawaban dari Poppy. Namun, wanita itu tetap mengangguk dengan penuh keyakinan.“Kamu fans banget sama Maria Quinn, ya?” tanya Regan lagi.Poppy tidak tahu ap
Walupun sudah hampir bertahun-tahun menghadapi wajah Regan, nyatanya Poppy tetap tidak terbiasa. Pria itu terlalu bercahaya untuk dikatakan “tampan”, dan terlalu berkarisma untuk dikatakan “keren”.Ujung jari Regan yang menyentuh lembut pipinya menghantarkan sensasi panas ke seluruh tubuhnya. Poppy tidak berkutik. Bahkan setelah mendengar dering panggilan darurat dari ponsel khusus Regan.“Oke, saya akan segera ke sana.”Suara Regan menyadarkan Poppy. Ia melihat pria itu sudah berdiri kembali di balik mejanya, merapikan sneli. Namun, entah kenapa matanya tetap mengarah kepada Poppy.Poppy tanpa sadar menegang kembali, hingga menimbulkan suara kekehan dari Regan.“Sayang sekali, aku harus kerja lagi,” ucap Regan sambil berjalan memutari mejanya.“O-oh... g-gitu, ya.”Ngomong apa sih aku! Poppy menggerutu dalam hati. Ia bahkan sampai mencubit pahanya sendiri.Regan kembali terkekeh, lalu mengusap pelan pipi Poppy. “Kamu bisa di sini dulu lebih lama.”“Hah?”“Aku khawatir, mereka berpiki
Mata Poppy membulat. “O-omongan Kakak bisa masuk pelecehan seksual, tau!”Poppy terlalu malu untuk menyatakan diri seorang perawan. Pada saat teman-teman seusianya memamerkan kehidupan seks yang bergelora—baik bersama suami, pacar, ataupun ‘partner’—Poppy malah terjebak dalam imajinasinya sendiri. Terlebih, ia menuangkan imajinasinya itu dalam bentuk tulisan dan dipublikasikan. Apa kata dunia jika cerita dewasa ini dibuat oleh seorang wanita yang sama sekali tidak memiliki pengalaman seks?!“Jadi benar, kamu gak punya pengalaman?” Regan malah membalikkan kata-kata Poppy.Wanita itu terjebak. Regan memang tidak menuduhnya secara langsung tadi. Namun, harga diri Poppy yang tersenggol malah membongkar semuanya.Poppy menghindari mata Regan yang menatap lurus ke arahnya. “Hm.”“Berciuman?”Sekarang, Poppy menelan air liurnya sendiri. “P-pernah. Waktu kelas 2 SMP....”“Apa itu bisa disebut ciuman?”Sekali lagi, harga diri Poppy tersenggol. Tidak ada aturan tertulis bahwa penulis cerita dew
Bibir Regan terasa seperti cokelat yang meleleh di mulut Poppy. Rasanya seperti perpaduan pahit dan manis, serta sensasi hangat daun mint. Regan seperti hidangan penutup premium untuknya.Semakin dicecap, semakin Poppy ketagihan. Ia ingin merasakan lebih dari sekadar rasa manis dan pahit itu. Poppy membuka mulutnya, tetapi sesuatu benda basah dan lunak menyusup di sela bibirnya dengan cepat. Lidah Regan membelai permukaan bibirnya, sebelum bertemu dengan lidah Poppy di dalam mulutnya.“Hm....”Poppy tidak sadar kapan tepatnya tangan itu bersandar di dada Regan. Ia juga tidak sadar ketika pria itu menarik pinggangnya untuk lebih mendekat. Kepalanya hanya penuh dengan suara kecapan yang basah itu. Sampai Poppy merasakan dadanya mulai sesak dan mulai meremas kaus Regan.Regan menjauhkan bibirnya. “Bernapas, Poppy....”Meskipun begitu, napas Regan sama memburunya. Poppy pun membuka mata dan langsung berhadapan dengan tatapan berkabut milik Regan. Itu adalah ekspresi yang tidak pernah Rega
“Kamu begitu basah....”Aku menggigit bibir bawahku ketika mendengar suara seraknya. Entah itu pujian atau ejekan, aku tidak bisa membedakannya. Dia memang selalu menggunakan nada seperti itu ketika berbicara kepadaku... dan jangan lupakan senyum miring dengan kerlingan mata tajamnya.Ruangan bernuansa merah dengan aroma musk yang kuat membuat tubuhku semakin panas. Temaramnya lampu membuat pria di atasku itu terlihat semakin menggoda. Tubuhnya yang berkeringat bergerak seperti binatang liar di atasku. Bibirnya yang tebal tersenyum penuh sensual, memberikan siluet tegas di garis rahangnya.“Apa boleh aku menyentuhnya?” dia bertanya lagi, kali ini sambil membelaiku dari luar celana dalam. Sial! Kalau begitu, kenapa harus bertanya?Aku ingin mengumpat, tapi desahan di ujung lidahku menghentikannya. “K-kamu... ugh!”“Ssst...” Pria itu kembali merangkak ke atas, meskipun tangannya masih ada di bawah sana. Napasnya yang panas terasa menyentuh bibirku. “Aku sudah bilang, yang perlu kamu lak
Gerakan tangan Poppy yang baru saja menutup pintu ruang guru di belakangnya pun terhenti. Dahinya sedikit mengeryit. Wanita di seberang sana menyebutkan nama kakaknya yang merupakan seorang legal perusahaan besar. Apa... Dante tiba-tiba dituntut balik kliennya karena kalah di pengadilan?Asal tahu saja, walaupun Dante adalah kakak yang baik, ia tidak cukup yakin dengan kemampuannya sebagai orang legal.“Iya, benar?” walaupun itu kalimat pernyataan, entah kenapa Poppy malah terdengar seperti sedang bertanya.“Begini, Mbak Poppy. Saya disuruh untuk menghubungi Mbak Poppy oleh Dokter Regan karena... Bapak Dante pingsan—““HAH?!”Seperti kata pepatah, orang bodoh itu jarang sekali sakit. Itulah yang selalu terjadi kepada Dante. Kakaknya memang orang legal, tapi—sekali lagi—Poppy tidak pernah menyangka kalau itu adalah profesi kakaknya. Sekeras apa pun Dante bekerja, lembur berhari-hari, sampai rela ke luar kota, pria itu kuat bagaikan tembok bendungan.Namun... apa kata orang itu? Dante p
Poppy melangkah lebar di lorong rumah sakit menuju ruangan Dante. Ia memang berada di hubungan benci dan sayang dengan Dante. Kakaknya itu sangat menyebalkan, suka bertindak manja, dan selalu memperlakukan Poppy selayaknya anak kecil. Poppy sangat ingin mencekiknya sampai wajah Dante membiru, tapi di satu sisi, pria itu adalah satu-satunya keluarga yang tersisa.Orang tua Poppy meninggal karena kecelakaan ketika Poppy berusia 12 tahun. Sejak saat itu, Dante-lah yang berperan sebagai orang tua sekaligus kakak untuk Poppy. Jika diingat lagi, pasti berat bagi anak berusia 18 tahun untuk menjalani dua peran sekaligus di rumah. Hebatnya, Dante tidak pernah mengeluh—hanya terlalu protektif dan manja saja.“Kak Dante!” Poppy berteriak sambil membuka pintu ruang rawat itu. Ia sampai tidak mempedulikan ada dua pasien lain di sana.Poppy dengan segera ia menghampiri brankar kakaknya itu. “Kak Dante gak apa-apa? Mana yang sakit? Kok, bisa pingsan? Kak Dante pasti lupa minum vitamin, kan?!”“Popp