Share

BAB 7

 

Mata Poppy membulat. “O-omongan Kakak bisa masuk pelecehan seksual, tau!”

Poppy terlalu malu untuk menyatakan diri seorang perawan. Pada saat teman-teman seusianya memamerkan kehidupan seks yang bergelora—baik bersama suami, pacar, ataupun ‘partner’—Poppy malah terjebak dalam imajinasinya sendiri. Terlebih, ia menuangkan imajinasinya itu dalam bentuk tulisan dan dipublikasikan. Apa kata dunia jika cerita dewasa ini dibuat oleh seorang wanita yang sama sekali tidak memiliki pengalaman seks?!

“Jadi benar, kamu gak punya pengalaman?” Regan malah membalikkan kata-kata Poppy.

Wanita itu terjebak. Regan memang tidak menuduhnya secara langsung tadi. Namun, harga diri Poppy yang tersenggol malah membongkar semuanya.

Poppy menghindari mata Regan yang menatap lurus ke arahnya. “Hm.”

“Berciuman?”

Sekarang, Poppy menelan air liurnya sendiri. “P-pernah. Waktu kelas 2 SMP....”

“Apa itu bisa disebut ciuman?”

Sekali lagi, harga diri Poppy tersenggol. Tidak ada aturan tertulis bahwa penulis cerita dewasa harus memiliki pengalaman seks—walaupun itu pasti memberikan nilai tambah. Apalagi Regan meremehkan ciuman pertamanya dengan seorang teman sekelasnya waktu kelas 2 SMP. Padahal waktu itu, Poppy masih menganggap ciuman adalah sesuatu yang sakral dan melambangkan cinta sejati.

Wajah Poppy memberengut. “Aku tau ciuman kayak apa kok! Aku sering nonton film.”

P**n?”

Poppy sontak menoleh dengan mata membulat. “Bukan, ya!”

“Kamu udah 27, Poppy. Sah-sah saja kalau memang nonton p**n.” Regan mengangkat bahu, lalu kembali meraih cangkir tehnya. “Tapi tetap, itu tidak cukup, kan.”

“Tapi buku pertama aku sukses kok dengan referensi itu!”

Poppy sepertinya tidak sadar kalau dirinya baru saja membongkar aib sendiri. Ia juga tidak menyadari kalau sudut bibir Regan sudah terangkat karena jawabannya itu. Umur hanyalah angka, pada kenyataannya, Poppy masih sepolos itu.

“Kalau kamu masih pakai formula yang sama, ya pembaca akan bosan,” sahut Regan masih tenang sambil meletakkan cangkir tehnya kembali.

Poppy tidak memperhitungkan ini sebelumnya. Memberikan draf mentahnya kepada Regan sama saja dikuliti habis-habisan. Pria itu tidak hanya mengkritik tulisannya, tetapi juga kehidupan seksnya. Dan Poppy jadi semakin kesal karena ia sama sekali tidak bisa membantah ucapan Regan.

“Jadi aku harus gimana?” tanya Poppy dengan perasaan setengah kesal. Ia meraih laptop itu, bersiap untuk mencatat revisi dari Regan.

Regan duduk bersandar sambil bersilang kaki. Matanya menatap lurus Poppy dengan senyum tipis di sudut bibirnya. “Mau aku ajarin?”

“Apa?”

Alis Poppy berkerut. Bukan hanya terkejut, ia juga bingung apa yang dimaksud Regan. Apa yang ingin diajarkan pria itu?

“Ciuman,” jawab Regan.

Jari-jari Poppy berhenti di atas keyboard laptopnya. Ia tidak tahu apakah Regan sedang bercanda atau tidak. Senyum pria itu belum pudar, tetapi tatapan matanya masih lurus mengarah kepada Poppy.

Apa maksud ucapan Regan? Apa pria itu serius? Mengajari ciuman... terdengar klise, tapi entah kenapa seperti sebuah penawaran menarik untuk Poppy. Bibirnya yang belum pernah tersentuh sejak belasan tahun lalu itu, pasti juga penasaran.

Regan menyadari perubahan raut wajah Poppy. Wanita itu memang tampak terkejut tadi, tapi sekarang malah bungkam seribu bahasa. Poppy seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Sudahlah, aku cuma—“

“Boleh,” Poppy menjawab sebelum Regan menyelesaikan ucapannya. “Aku mau... diajarin ciuman.”

Regan tidak langsung bereaksi. Pria itu malah terdiam beberapa saat, sebelum tawanya pecah. Begitu geli sampai ia menurunkan kaki dan menutup wajahnya dengan satu tangan. Sementara itu, Poppy malah bingung sendiri. Apa ada yang salah dengan jawabannya?

I don’t know you were this attractive, Sweetheart.”

Dada Poppy berdesir kala Regan memanggilnya begitu. Sekali lagi, Poppy berpikir apakah ia sudah membuat keputusan yang benar atau tidak. Terlebih, yang dihadapinya adalah Regantara Dashar, seorang pria matang yang—kata Dante—playboy.

Come here,” setelah puas tertawa, Regan menepuk sofa di dekatnya, menyuruh Poppy untuk mendekat.

Wanita itu pun meletakkan laptopnya ke meja dan bergeser. Mereka sudah duduk berhadapan di sofa besar itu. Kedua kaki Poppy bersilang di atas sofa, sedangkan Regan sengaja mengulurkan satu kakinya ke bawah. Satu tangan pria itu ada di punggung sofa, dan satunya lagi menuntun pinggang Poppy agar lebih mendekat.

“Tutup mata kamu,” ucap Regan dengan suara dalam dan lembut.

Poppy menurut. Wanita itu perlahan menutup matanya, dan mulai merasakan napas beraroma mint itu menyentuh ujung hidungnya. Regan tidak langsung menciumnya, tetapi hanya menggesekkan ujung hidungnya ke hidung Poppy.

“Apa yang kamu rasakan?” bisik Regan tepat di depan bibir Poppy.

Bibir Poppy terbuka, tapi kesulitan untuk mengeluarkan kata-katanya. Napasnya terasa semakin berat setelah merasakan kehangatan napas Regan. Ia bahkan tidak mampu membuka matanya, seolah Regan telah menarik semua kekuatan dalam dirinya.

“... Gak tau...,” jawab Poppy akhirnya.

“Gak apa-apa. We can take it slow.”

Dan bibir hangat itu bertemu dengan bibir Poppy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status