Share

BAB 2

Gerakan tangan Poppy yang baru saja menutup pintu ruang guru di belakangnya pun terhenti. Dahinya sedikit mengeryit. Wanita di seberang sana menyebutkan nama kakaknya yang merupakan seorang legal perusahaan besar. Apa... Dante tiba-tiba dituntut balik kliennya karena kalah di pengadilan?

Asal tahu saja, walaupun Dante adalah kakak yang baik, ia tidak cukup yakin dengan kemampuannya sebagai orang legal.

“Iya, benar?” walaupun itu kalimat pernyataan, entah kenapa Poppy malah terdengar seperti sedang bertanya.

“Begini, Mbak Poppy. Saya disuruh untuk menghubungi Mbak Poppy oleh Dokter Regan karena... Bapak Dante pingsan—“

“HAH?!”

Seperti kata pepatah, orang bodoh itu jarang sekali sakit. Itulah yang selalu terjadi kepada Dante. Kakaknya memang orang legal, tapi—sekali lagi—Poppy tidak pernah menyangka kalau itu adalah profesi kakaknya. Sekeras apa pun Dante bekerja, lembur berhari-hari, sampai rela ke luar kota, pria itu kuat bagaikan tembok bendungan.

Namun... apa kata orang itu? Dante pingsan?! Apa itu berarti IQ kakaknya sudah meningkat?

“K-kok bisa?! Maksudnya... kenapa? Kak Dante sekarang gimana? Udah sadar?” Tanpa sadar, Poppy menyerocos kepada orang di seberangnya.

“Pak Dante masih di UGD sama Dokter Regan. Dan Pak Dante panggil-panggil nama Mbak Poppy terus sedari tadi, jadi Dokter Regan meminta Anda segera datang.”

Aduh... jangan bilang Kak Dante sekarat? Ini lagi Kak Regan kenapa gak hubungin aku langsung. Bikin panik aja.

“I-iya, Mbak. Saya ke sana sekarang.” Poppy memutuskan panggilannya dan segera kembali ke dalam ruang guru untuk mengambil barang-barangnya.

Ia tidak perlu alamat rumah sakitnya, karena itu pasti Rumah Sakit Dashar—tempat Regantara Dashar bekerja. Dante bekerja sebagai legal untuk Dashar Group, sebuah perusahaan besar yang memiliki beberapa cabang rumah sakit dan produk kesehatan lainnya. Dan Dokter Regan—atau Kak Regan—adalah teman Dante sekaligus pewaris perusahaan tersebut yang bekerja sebagai dokter bedah di sana.

“Loh? Udah mau pulang, Py?” Layla memutar kursinya ketika Poppy memasukkan laptop dan buku catatannya ke tas.

“Iya. Kakak aku masuk rumah sakit,” jawab Poppy sambil mengecek ponselnya, ada satu pesan dari Regan yang masuk.

Kak Regan: [Poppy, Dante sudah dipindahkan ke kamar rawat 307]

Alis Layla berkerut. “Bukannya dia emang kerja di rumah sakit?”

“Maksud aku... dia beneran sakit,” Poppy menjawab sembari tangannya mengetikkan balasan untuk Regan. Setelah itu, ia langsung membuka aplikasi ojek online dan memesannya.

“Hah? Kok bisa?!”

“Aku duluan ya, Lay.” Poppy tidak menjelaskan lebih lanjut, karena akan membuang-buang waktu saja. Jadi ia pun berpamitan dan berjalan cepat ke arah pintu.

Layla buru-buru menyusul. “Iya, iya. Nanti aku izinin ke Bu Retno. Kamu perlu tumpangan aku gak?”

Thanks. Aku udah pesan ojek.”

Poppy mengibaskan tangannya yang memegang ponsel dan segera melangkah lebar menyusuri koridor. Untungnya, ia bisa mendapatkan ojek dengan cepat. Pengemudi ojeknya pun sangat responsif ketika Poppy mengatakan untuk cepat datang.

Pada waktu yang sama, ada chat masuk lagi dari Regan.

Kak Regan: [Kamu sudah di jalan? Naik apa? Kabarin kalau sudah sampai, Dante tidak bisa diam dari tadi]

Poppy menggeram. Namun, baru saja ia ingin membalas pesan Regan, sebuah telepon dari pengemudi ojeknya masuk. Ia pun mengangkat panggilan itu dulu.

Pengemudi ojek itu sudah ada di depan gerbang sekolah, membuat Poppy segera mempercepat langkahnya. Setelah konfirmasi dan memakai helm, ia pun segera menaiki motor tersebut.

Ting!

Satu pesan dari Regan masuk lagi, kali ini berupa pesan suara. Poppy tahu betul, kalau Regan sengaja mengirimkan rekaman suara Dante yang menyuruhnya untuk segera datang. Poppy sengaja mengabaikan itu, tapi ponselnya malah kembali berbunyi. Pada saat ia mengira itu dari Regan lagi, ternyata bukan.

Editor Ray: [Kak, bagaimana revisi babnya? Sudah selesai?]

Padahal Poppy berusaha menghindari editornya selama beberapa hari ini karena belum sempat revisi. Sialnya, Poppy tidak sengaja membuka pesan itu, sehingga tanda ‘sudah dibaca’ nya pasti ketahuan. Sambil menahan helm yang kebesaran itu, Poppy menggerutu tanpa henti.

Mau tidak mau, ia harus membalas pesan itu.

Ting!

Sebelum sempat Poppy menyelesaikan ketikannya, Regan kembali mengiriminya pesan. Poppy pun membuka percakapan Regan lagi.

Kak Regan: [Aku cuma butuh acc kamu buat suntikan obat bius dosis tinggi ke Dante]

Kak Regan: [Dia terus panggil kamu, tapi gak bolehin aku pergi juga]

Dengan kesal, Poppy mengetikkan balasan di tengah macetnya jalan raya. “Ya udah, suntik mati—“

Ting!

Bilah notifikasi Poppy menampilkan satu pesan lagi dari editornya. Mungkin karena Poppy belum membalas pesan sebelumnya padahal sudah dibaca, orang itu jadi tak sabaran.

Editor Ray: [Tidak perlu rapi dulu, Kak. Yang penting saya mau lihat dokumennya dulu, nanti dibantu revisi yaa]

Oke, kayaknya aku kasih yang mentahnya aja dulu. Bodo amat mau dirombak kayak gimana, yang penting dia diam dulu.

Poppy membuka penyimpanan online-nya untuk menyalin tautan sebuah dokumen. Dengan segera, ia pun membalas pesan editornya itu.

[Iya, Kak. Aku ini aku kirim ya, ini link-nya]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status