Lana memicingkan matanya yang diterpa sinar matahari pagi. Garis-garis cahaya menerobos lewat tirai jendela, menyapu sebagian kamarnya, juga wajahnya yang lengket dan bahunya yang terbuka.
Ia melirik jam dinding, pukul 7 lewat 30 menit. Lana menghela napas lega. Bersyukur bahwa kelelahan semalam tidak membuatnya terlambat menghadiri janji meeting pukul 10 di kantor penerbit yang akan menyewa jasanya selama beberapa bulan ke depan. Jika penerbit tersebut ternyata cocok dengan kinerja Lana, bukan tidak mungkin mereka akan mempekerjakan Lana secara tetap sebagai editor.
Ini adalah kesempatan bagi Lana untuk melebarkan sayapnya di dunia kepenulisan. Setelah lulus S1 Sastra Indonesia sekitar 6 bulan yang lalu, akhirnya ia mendapatkan peluang menarik ini. Maka itu, ia benar-benar mempersiapkan diri agar tidak terlambat menghadiri meeting project di mana ia direkrut sebagai penulis bayangan untuk seorang aktris yang ingin menulis biografi dirinya.
Ya, menjadi penulis bayangan untuk karya tulis yang akan diatasnamakan orang lain memang di luar idealisme Lana sebagai seniman dan penulis. Tapi Lana sadar, bahwa kali ini, urusannya adalah untuk menyambung hidup dan meningkatkan jam terbang secara profesional. Lagipula, berdasarkan informasi yang ia peroleh pada sesi wawancara kedua pekan lalu, honor yang ditawarkan oleh pihak penerbit terbilang cukup menggiurkan. Setidaknya bagi Lana yang sudah berancang-ancang untuk memperbarui laptop dan membeli kendaraan roda dua untuk mobilitasnya setelah honor tersebut nantinya ia terima utuh. Sisanya, tentu saja untuk bertahan hidup jika setelah project usai ia belum juga mendapatkan pekerjaan tetap.
Lana menggeliat meregangkan otot tubuhnya, hendak beranjak untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke lokasi meeting yang akan dihadiri juga oleh sang aktris. Namun Lana tak bisa segera bangkit, sebab sebagian tubuhnya tertindih oleh sesosok tubuh laki-laki yang tengah pulas tertidur. Sementara itu, kepala laki-laki itu ada di atas dada Lana yang hanya dilapisi kain pantai. Lengan dan tangan berotot laki-laki itu pun tampak tergolek pasrah memeluk pinggang Lana sehingga Lana merasa sesak karena tak bisa bergerak.
"Ar... Arga..." panggil Lana dengan suara serak bangun tidurnya. Laki-laki itu masih tampak lelap seperti bayi. Lana menepuk-nepuk lengan laki-laki bernama Arga itu.
"Bangun yuk, Ar. Aku harus meeting, nih, jam 10..." Panggil Lana lagi.
Lelaki bernama Arga tampak mulai tersadar dari lelapnya dan mengerjap-ngerjapkan mata. Ketika matanya sudah terbuka, kedua mata mereka bertatapan. Tiba-tiba Lana merasa rikuh dan segera membuang tatapannya ke arah jendela.
"Udah jam 7 lewat nih, aku meeting jam 10. Khawatir kena macet juga..." ucap Lana.
Bukannya beranjak bangun, Arga malah merengkuh rahang Lana dan mendaratkan kecupan di bibir Lana. Lana pun terkejut.
Melihat wajah Lana yang tiba-tiba memerah, Arga tertawa kecil dan semakin bersemangat menghujani Lana dengan ciuman. Di bibir, di pipi, di leher, hingga di bahu Lana.
Lana pun tertawa menahan geli dan perasaan aneh yang ia rasakan, sementara Arga malah semakin hangat dan bersemangat mencumbunya.
Lana merengkuh dan meremas rambut Arga yang lebat dan panjang ketika laki-laki itu menciuminya semakin ke bawah setelah puas menciumi leher dan pundak Lana. Lana sadar, jika tak segera menghentikannya, bisa-bisa ia pun ikut terbawa gairah dan suasana hingga berisiko akan terlambat tiba di tempat meeting.
Ketika Arga sudah hampir menyelinap ke balik kain pantai yang melapisi tubuh polos Lana, Lana menahan kepala lelaki itu dan menghadapkan wajah mereka berdua.
"Aku harus meeting, Ar," Ucap Lana dengan nada ditegas-tegaskan. Namun jauh di dalam hati Lana, ia tak dapat berbohong jika di pagi hari saat bangun tidur begini, bercinta dengan Arga yang sudah berkali-kali terbukti sangat jantan di atas ranjang tentu akan menjadi hal yang mengasyikkan dan bisa menjadi mood booster ampuh sepanjang hari.
Arga menatap Lana dengan tatapan matanya yang sayu sembari tersenyum manis hingga sepasang lesung pipitnya membentuk cerukan yang selalu membuat Lana gemas.
"Yakin nggak mau bentaran aja....?" Goda Arga dengan suara berat seraknya sembari memainkan jarinya di rambut panjang Lana yang berantakan di atas bantal.
Lana mendengus tertawa.
"Kamu itu emang paling bisa bikin keyakinanku runtuh," jawab Lana sembari memainkan telunjuknya menyusuri hidung dan turun ke bibir Arga. Arga pun meraih jemari Lana dan mengecupnya dengan lembut.
Lana merasakan sesuatu berdesir di dalam dadanya, turun perlahan ke perut, panggul, hingga ke bawah pusarnya. Sementara itu, Arga sudah memindahkan kecupan lembutnya ke bibir penuh Lana yang tengah merekah.
Pukul 7.45 pagi. Sinar matahari semakin terang menyapu kamar kos Lana, menerobos melalui tirai jendela. Sementara itu, tubuh Lana yang tengah meliuk-liuk penuh gairah di atas tubuh pejal Arga yang merebah pasrah pun tak luput dari sapuan sinarnya, berpadu dengan segala desah dan hawa hangat yang menguar memenuhi seisi ruangan.
Lana bergegas melintasi halaman parkir kantor penerbitan usai Arga menurunkannya dan berlalu dengan Vespa maticnya menuju coffee shop tempat ia bekerja sebagai barista. Beberapa kali ia menyisir rambut panjangnya yang masih setengah basah dengan tangan karena khawatir rambutnya tampak kusut sebab tadi ia terburu-buru berangkat dalam kondisi rambut yang belum kering benar.Sesampai di lobby kantor, Lana langsung menghampiri meja resepsionis dan mengutarakan maksud kedatangannya. Petugas resepsionis yang ramah itu kemudian mengarahkan Lana untuk menuju ke lantai dua, ke ruangan meeting yang sudah dipersiapkan untuk meeting project bersama sang aktris dan tim kerja lainnya pagi ini.Lana bergegas menaiki tangga menuju lantai 2. Di ujung tangga, sebelum berbelok menuju ruang meeting, ia menghentikan langkah sejenak di depan sebuah cermin besar dan merapikan dandanannya.Hari ini Lana tampak manis dan cerdas dengan setelan to
Lana melepas helmnya dan menyerahkannya pada driver ojol. Setelah memastikan layanan telah terbayar melalui aplikasi dan mengucapkan terima kasih pada sang driver, Lana berlalu memasuki pintu coffee shop tempat Arga bekerja, sekaligus tempat ia akan meet up dengan Bian, sahabatnya.Suasana di dalam coffee shop belum terlalu ramai di siang hari begini. Dari kejauhan terlihat Arga di balik meja bar tengah beraksi menyiapkan pesanan pelanggan.Lana berjalan mendekati arah bar menghampiri Arga, karena Bian belum datang."Mas, saya pesan caramel frappe iced-nya satu ya, manisnya cukupan aja. Soalnya lebih manis senyum masnya," goda Lana pada Arga yang agak terkejut atas kedatangan Lana yang tiba-tiba."Baik Mbak, senyum saya ditambahkan terpisah atau tidak?" canda Arga menimpali godaan Lana sebelumnya."Jangan dipisah, Mas. Dipisah itu sakit," tawa Lana tak tahan dengan gombalannya se
"Ugghh..." Arga menarik tubuhnya bersandar ke dinding, sementara Lana tetap membiarkan tubuhnya telungkup di atas tubuh Arga. Rambut panjang itu terurai dan sebagian berantakan di atas dada telanjang Arga. Sinar kuning lampu tidur di kamar kos Arga menerangi tubuh mereka berdua, menghadirkan kilau dramatis pada kilap kulit mereka yang berkeringat.Tangan kanan Arga menggapai-gapai meja kecil di samping tempat tidur, mencari sesuatu. Setelah menemukan apa yang dicarinya, ia pun menyalakannya. Arga mengangkat wajahnya agak ke samping agar percikan api tak mengenai rambut Lana. Sebatang rokok telah dinyalakan. Arga mengisap dan mengembuskannya tenang, sementara tangan kirinya membelai-belai rambut hitam Lana.Nyaman. Itu yang Lana rasakan. Setelah pergumulan mesra dan pelepasan yang hangat, berdiam di atas tubuh Arga dengan pikiran yang kosong dan tubuh yang terasa ringan adalah sesuatu yang Lana suka. Kadang lebih ia sukai dari kegiatan bercin
Lana melambaikan tangan usai Arga mengantarnya sampai di depan kos. Hari ini Lana berencana untuk menikmati hari dengan tidur sepuasnya, setelah babak-babak percintaannya di kos Arga sejak semalam hingga tadi saat mandi pagi, ditambah episode deraian air mata yang membuat matanya terasa perih dan bengkak membuatnya tak berminat lagi melakulan aktivitas berat hari ini.Lana membuka pintu kamar kosnya dan segera menghambur ke atas tempat tidurnya. Untunglah hari ini ia belum harus melakukan apapun berkaitan dengan project biografi Magdalena Soedibyo. Maka itu, setelah melepas sepatu dan baju yang ia pakai sejak kemarin untuk menghadiri meeting, Lana langsung menggantinya dengan kaos usang kedodoran kesayangannya, dan merebahkan diri.Ketika mata Lana mulai hendak terpejam, ponsel di dalam tasnya berbunyi memberi tanda ada pesan yang masuk. Dengan malas, Lana merogoh ke dalam tasnya, mengambil ponselnya, membuka pesan sambil berbaring.&
Sore yang panas. Lana tengah duduk di depan meja tulis di dalam kamarnya, bersama laptop, sebuah buku catatan penuh coretan, pena dan sewadah camilan di sebelahnya. Sebotol air dingin tampak mengembun menyegarkan pandangan mata dan suasana panas di pukul tiga sore itu.Lana sedang fokus memeriksa kerangka tulisan dan observasi serta wawancara yang akan dilakukannya untuk project biografi Magdalena Soedibyo. Lana melakukan perbaikan tentang beberapa metode dan kerangka yang sudah ia susun sebelumnya, untuk disesuaikan dengan rencana Rei mengajak Lana di setiap sesi foto yang Rei lakukan untuk Magdalena. Karena perubahan rencana tersebut, tentu saja Lana harus mengubah time table dan metode yang sebelumnya sudah ia susun mengacu pada tenggat yang sudah ditentukan.Nantinya, Lana akan melakukan wawancara seputar kisah hidup Magdalena, tentang kisah cintanya, keluarga, karir, hingga hal-hal yang menjadi favorit Magdalena. Selain itu, Magdalena j
Cinta?Pukul 6 pagi, Lana mengerjap-ngerjapkan matanya sembari tetap meringkuk nyaman dalam rengkuhan Arga yang memeluknya dari belakang semalaman. Tidak ada percintaan panas membara semalam, hanya pelukan dan pembicaraan santai tentang hari-hari yang dilalui serta rencana bepergian di hari libur. Sempat Lana bergerak memberikan kode agar mereka bercinta. Tapi Arga justru menarik selimut ke arah tubuh mereka berdua dan memeluk Lana dengan nyaman hingga mereka tertidur pulas. Lana sempat merasa aneh, sebab malam-malam mereka hampir selalu dilalui dengan gelora percintaan yang panas membara sepanjang waktu. Tapi semalam sungguh berbeda, dan perbedaan itu seperti mendentingkan dawai yang berbeda pula dalam hati Lana.Ada sesuatu yang sebelumnya tak pernah tersentuh, dan semalam Arga pun menyentuhnya dengan teramat sangat lembut. Itulah sebabnya Lana bergetar dan menangis saat Arga memasangkan gelang berhiaskan kompas mungil berwarna perak
Test PackLana memegang test pack yang baru saja ia celupkan ke dalam urin paginya. Lana tengah menanti garis itu muncul. Dalam hatinya, ia sudah pasrah apapun hasil yang akan muncul. Jika memang ia hamil, maka ia akan menjalani kehamilannya dan menerima kehadiran anak itu, buah cintanya dengan Arga. Entah bagaimana pun reaksi Arga nantinyaTiga puluh detik waktu untuk menanti hasil test pack itu, entah kenapa terasa sangat lama. Terduduk di atas closet, Lana menarik napas panjang, membuka matanya dan membalik test pack yang ia pegang dalam posisi indikator menghadap ke bawah.Satu garis.Negatif. Lana tidak hamil.Lana menghembuskan napasnya. Di satu sisi ia lega, namun anehnya, di sisi lain ada rasa kecewa yang ia tak pahami sebab kehadirannya.Lana menyeka titik air yang terbit di kedua matanya. Ia bangkit da