Hani bergegas menuju ke ruang makan, nyonya Greta sudah berkumpul. Semua mata menatap ke arah dirinya. Hani menjadi risih dengan pandangan mata tak suka ke arahnya, kecuali Niko.Niko mengikuti langkah Hani dari belakang. Dia sangat yakin, jika Bram dan keluarganya sudah melakukan sesuatu yang buruk. Sehingga membuat kakaknya, memanggil Hani dengan cara seperti ini.Para pelayan rekan Hani hanya bisa menatap Hani dengan perasaan sedih. Mereka juga tak bisa melakukan apa pun. Apa lagi mereka khawatir pekerjaan mereka juga akan terancam jika berani membela Hani.Diantara para pelayan, mbok Rumi saja yang merasa sangat bersalah. Malam itu dia mendengar kejadian yang sebenarnya. Tuan Bram memang sangat licik. Ternyata tuan Bram memergoki mbok Rumi yang belum tidur saat itu, lalu dia mengancam mbok Rumi."Berani kamu membuka mulut, akan aku pastikan kamu akan ku depak dari sini tanpa mendapatkan sepeser pun upah dari istriku," ancam Bram di malam itu.Mbok Rumi tak berdaya, mau tak mau dia
Niko berjalan mendekati kakaknya. Tak terima dengan perlakuan tak adil kakanya pada Hani.Sedang Bram sendiri sedang berdiri dengan congkaknya di samping istrinya tanpa rasa bersalah."Kak, apa kakak lebih mempercayai mereka? Kakak sadar tidak, mereka semua adalah orang asing yang kebetulan menjadi bagian dari keluarga kakak sekarang. Tapi ingatlah kak, seharusnya kakak lebih mendengarkan alasan ku. Bukan malah terpengaruh dengan omong kosong mereka!" Pekik Niko, tak puas dengan keinginan kakaknya."Diam kamu Niko, kakak minta kamu berhenti untuk terus membela Hani. Semakin kamu membela dirinya, kakak semakin benci dirinya!" Sentak nyonya Greta walau suaranya sudah mulai melemah.Terlihat ibu Siti dan Nita tersenyum ke arah Bram. Mereka seakan puas, nyonya Greta lebih memilih untuk membela Bram.Nyonya Greta kembali menghampiri Hani."Puas kamu sudah membuat hubunganku sama Niko berantakkan seperti ini?"Wajah nyonya Greta memerah menahan sakit di dada. Biar bagaimana pun Niko adalah
Niko berlari naik ke lantai atas. Berusaha masuk ke kamar kakaknya. Namun sayang pintunya sudah dikunci dari dalam. Membuat Niko kesulitan, dan semakin geram pada Bram."Kakak, keluarlah sebentar. Aku ingin berbicara. Ini tak sepeti yang kakak pikirkan. Semuanya terjadi karena ulah suami kakak."Teriak Niko sambil terus mengetuk pintu kamar kakaknya.Tak ada jawaban apa pun dari dalam kamar.Niko semakin keras menggedor pintu kakaknya, hingga akhirnya nyonya Greta tak sabar lalu membuka pintunya."Kamu ini kenapa Niko. Tau tidak perbuatan kamu ini sungguh seperti tak memiliki etika lagi. Semakin lama kamu berdekatan dengan Hani, kelakuan kamu sudah seperti manusia yang baru turun dari gunung," bentak nyonya Greta, mulai berbicara dengan nada kasar pada adiknya."Kakak, aku tahu aku salah. Tapi cukup berikan waktu untuk Niko agar bisa menjelaskannya dahulu.""Mau jelaskan apa lagi sih Niko. Semuanya sudah jelas. Kedekatan kamu sama Hani itu tak pantas. Kakak tak suka, tau begini jadinya
Dengan berderai air mata, Hani keluar dari gerbang mewah milik majikannya. Seharusnya saat ini dia merasa lega, bisa terbebas dari rumah mewah milik suaminya. Tapi kenapa hati Hani terasa kosong dan hampa. Seperti ada yang tertinggal di dalam sana, tapi apa?Sekali lagi, Hani membalikkan tubuhnya. Untuk yang terakhir kalinya, dia kembali menatap rumah mewah milik majikannya.Kini dia harus pergi. Hani bingung kemana arah dan tujuannya saat ini. Apa dia memilih untuk kembali ke kampung saja? Apa bapak dan ibu akan baik-baik saja, jika mereka bertemu nanti dan mengetahui mas Bram masih hidup.Mau tidak mau, itu adalah jalan satu-satunya. Kembali ke rumah ibu dan bapaknya, itulah jalan satu-satunya.Hani segera menghentikan sebuah motor ojek. Tak berapa lama, sebuah motor ojek berhenti di hadapannya."Bang, bisa antarkan saya ke stasiun kereta ya?""Baik neng, " jawab tukang ojek tadi."Hani segera naik ke atas motor lalu melaju menuju stasiun yang di sebutkan oleh Hani tadi.Tiga puluh m
Hani menunduk, dia tak tahu harus menjawab apa. Dengan sabar ibu Victoria menantikan jawaban dari Hani.Ada sebulir bening air mata yang sempat menetes di pipi Hani. Tak lolos dari pandangan ibu Victoria, membuat hatinya menjadi iba."Sebenarnya saya mau pulang kampung bu, tapi rumah saya sudah dijual oleh ibu mertua dan ipar saya. Saya tak tahu harus ke mana lagi," ucap Hani dengan polos.Air matanya seolah tak ingin berhenti mengalir di pipinya. Mengingat kembali kejadian pagi tadi. Begitu cepat bagai mimpi, dia diusir dari rumah majikannya. Ibu mertua dan juga Nita pasti sangat senang saat ini merayakan kebebasan mereka. Sebenarnya dia sangat lega, keluar dari rumah majikannya itu. Terbebas dari belenggu jahat suaminya. Tapi kini dia menjadi bingung, jika dia keluar dari rumah mewah majikannya. Bagaimana dia bisa menggugat cerai suaminya. Bagaimana dia bisa terbebas dari status istri dari Bram. Karena Hani sangat ingin terbebas dari statusnya. Jangan bermimpi kamu mas Bram. Kini k
Tiga jam yang lalu, di kediaman mewah milik nyonya Greta.Mbok Rumi, mana Hani?" tanya Niko membuat Mbok Rumi terkejut. Saat Niko turum dari lantai atas, dia tak melihat sosok Hani lagi di tempatnya tadi."Bukannya sejak tadi Hani sudah pergi tuan?" Mbok Rumi juga bingung mendapat pertanyaan dari tuan Niko. Tak sempat memperhatikan kepergian Hani beberapa saat yang lalu."Pergi? Kemana?""Saya kurang tahu tuan, tadi setelah nyonya Nita memberikan amplop padanya, Hani langsung pergi," jelas mbok Rumi.Niko geram dalam hatinya dipenuhi amarah. Dia tak sempat melihat kepergian Hani tadi."Mbok, tolong keluar sebentar mencarinya. Siapa tahu Hani masih berada di depan gerbang," pinta Niko.Dia masih belum puas dengan perlakuan kakaknya tadi."Baik tuan." Mbok Rumi hanya menggeleng, melihat Niko perhatian pada Hani. Lalu mbok Rumi bergegas menuju gerbang depan, melakukan apa yang dipinta tuan Niko padanya.Niko berlari kecil meanaiki anak tangga dengan terburu-buru. Niko kembali menhged
Niko acuh tak acuh, membiarkan pria brengsek itu mengurus istrinya. Sudah sejak awal dia memperingatkan kakaknya, agar mau mendengarkan pendapatnya. Dan kini, kakaknya harus menerima juga resiko menerima pinangan pria yang tak tahu asal usulnya yang tak jelas seperti ini.Niko berlalu dan masuk ke kamarnya. Sementara Bram membopong tubuh istrinya turun dari tangga dan segera masuk ke dalam mobil. Tentu Bram akan membawa istrinya masuk ke rumah sakit lagi dan lagi. Tinggal menunggu waktu untuk melihat hasil kerja obat pemberian Bram selama ini. Sengaja Niko tak perduli, dia ingin kakaknya membuka matanya lebar-lebar melihat kebusukan hati suami dan keluarganya dalam rumah milik kakaknya itu. Tapi kakaknya selama ini seakan dibutakan oleh cinta palsu dari Bram. Sedang ibu mertua dan ipar kakaknya itu menikmati hidup tanpa beban menjadi benalu dalam rumah tangga Bram.Bram dengan tergesa-gesa menggendong tubuh nyonya Greta ke dalam mobil. Dia terus berteriak pada adik dan ibunya agar me
Mobil mewah milik ibu Victoria memasuki halaman rumah yang sangat besar. Kira-kira lebih dari lima puluh meter perjalanan hingga masuk ke pelataran rumah. Hani terkesima, sepertinya rumah ibu Victoria lebih besar dari rumah nyonya Greta. Halamannya saja saja sangat besar, apa lagi rumahnya begitu megah berdiri. Dengan pilar yang menjulang tinggi, sudah seperti rumah kerajaan Italia yang dilihat Hani di buku Sejarah dahulu sewaktu masih sekolah dasar."Tolong bangunkan ibu," pinta sang supir pada Hani, terdengar sopan.Syukurlah ternyata tampang serem supir ibu Victoria, dia memiliki sikap yang sopan bila berbicara. Membuat hati Hani merasa lega, ada terbesit rasa bersalah pada dirinya. Sudah berpikiran buruk pada pria tadi."Bangun bu," ucap Hani pelan, sambil menggoyangkan tubuh Ibu Victoria.Hani khawatir jika akan membuat ibu Victoria tak suka diganggu.Sedang ibu Victoria mengerjapkan matanya berulang kali. Sepertinya dia sangat kelelahan, hingga tertidur dalam mobil. Menurut ceri
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini