"Jadi, bagaimana Hani? Selama ini, ibu pernah meminjam uang pada pak Joko. Bunganya sudah bertambah banyak. Dari pada ibu tak bisa melunasinya, lebih baik ibu jual aja rumah ini," ucap ibu mertua pada Hani.Baru saja, Mas Bram, suami Hani, meninggal secara tragis dan mengguncang hatinya, kini ibu mertua dan iparnya datang ingin menjual harta sang peninggalan suami. Mereka seakan tidak peduli bahwa Mas Bram yang menjalani profesi sebagai supir truk, meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal. Bahkan, tubuhnya hangus terbakar, hingga tak dapat diidentifikasi oleh pihak kepolisian. Tega sekali mereka."Setelah ibu pikir tadi bersama Nita, rumah ini kan milik putra ibu. Kamu sudah nggak punya hak tinggal di rumah ini. Lagian, kamu juga akan pergi bekerja ke kota. Ibu meminta agar kamu mau berbesar hati menyerahkan hak putra ibu kepada ibu kandungnya."Tanpa beban, mereka menjadikan rumah warisan dari suami Hani sebagai pelunas utang mereka. Pak Joko membuka lembaran surat tanahnya membaca
"Hani, hari ini kamu ikut saya. Saya akan mengantarkan kamu ke rumah majikanmu," ucap Ibu Sukma.Hari ini tepat tiga bulan Hani dan beberapa perempuan lain menyelesaikan pelatihan di yayasan penyalur milik ibu Sukma. Berbagai aturan, tata cara kerja yang baik, etika, hingga perilaku sopan-santun dalam melayani majikan. Beberapa rekannya sering saling menyindir, tetapi Hani tidak. Antara siapa yang lebih baik, dialah yang akan mendapatkan majikan kaya raya dan baik hati. Kadang-kadang, Hani berpikir untuk berhenti. Terlebih, dia mendengar mertua dan iparnya terlihat hidup berfoya-foya di kampung sana. Tapi, itu semua ditepis oleh Hani. Bagaimanapun, dia harus terus melangkah maju! Tidak perlu memikirkan masa lalu!Untunglah, semua kesabarannya terbayar! Hani mendapatkan kesempatan pertama diantar menuju ke rumah majikannya. Hati Hani merasa sangat senang sekali. Semua barang-barang miliknya, sudah dia masukan ke dalam tasnya, termasuk foto pernikahannya dengan sang suami tercintanya.*
"Kamu kenapa sayang? Wajahmu pucat sekali. Apa terjadi sesuatu?" Nyonya Greta lalu memandang ke sekeliling. Dia menemukan mata suaminya tertuju ke arah seorang pelayan."Oh, itu namanya Hani, sayang. Dia pelayan baru di rumah kita. Dan, akan tinggal bersama kita di sini. Dia baru tiba hari ini diantarkan oleh ibu Sukma. Itu lho ibu yayasan penyalur asisten rumah tangga yang biasa aku minta tolong padanya."Mata tuan besar tak berkedip melihat Hani. Membuat nyonya Greta menjadi risih."Mas, kamu kenal sama dia?" tanya nyonya Greta kesal.Pertanyaan Nyonya Greta membuat suaminya kaget dan gelagapan."Nggak sayang, mana kenal aku sama orang yang baru aku lihat sekarang," ucap si tuan besar menutup kegugupannya."Kalau begitu, ayo kita duduk makan. Hari ini aku masak spesial khusus buat kamu.""Kamu istri yang paling cantik sedunia sayang, tak hanya cantik tapi hatimu begitu sempurna bagiku.""Ah, sayang pandai sekali kamu gombalin aku, yah!"Keduanya tertawa bersama, lalu menuju ke meja
"Nggak apa-apa, sayang. Mas hanya ingin buang air kecil di sini. Tanpa sengaja, Mas berpapasan sama dia.""Di kamar kita, di lantai atas kan ada kamar mandi. Kenapa mas mau masuk ke kamar mandi di sini?" tanya Nyonya Greta penuh selidik. Sejak tadi, dia melihat gelagat suaminya yang mencurigakan."Soalnya, mas udah kebelet sekali sayang. Udah nggak sempat naik ke atas."Mas Bram lalu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Yang Hani sangat tahu, dia hanya berpura-pura untuk menutupi kesalahannya saat ini. Hani menunduk hormat pada nyonya Greta dengan sopan, menuju ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya."Hani, tunggu!"Hani berbalik menghadap kembali pada nyonya Greta."Ada yang bisa saya bantu nyonya?" tanya Hani sopan."Mata kamu sembab, apa kamu baru habis menangis?" Nyonya Greta menghampiri Hani yang masih berdiri di tempatnya, sambil memandang lekat wajah Hani."Maaf, nyonya. Tadi, saat di kamar mandi mata saya kelilipan.""Kelilipan atau menangis, Hani? Aku nggak suka jika ada ya
Sampai bangun pagi dan mulai melakukan aktivitas di dapur menyiapkan sarapan untuk kedua majikannya. Hani terus memutar otaknya bagaimana caranya untuk bisa pergi dari rumah ini. Sebenarnya dia sudah tak tahan dengan segala kesakitan di dalam hatinya. "Semalam baru permulaan, bagaimana bisa aku menghadapi semua ini setiap hari. Sungguh aku merasa tak kuat lagi." Bagaimana caranya menyusun rencana apa yang harus dia lakukan saat ini. Hingga sarapan pagi ini sudah terhidang semua di atas meja. Nyonya Greta dan mas Bram turun dari lantai atas menuju meja makan. Wajah segar dari keduanya terlihat semakin menawan. Apa lagi mas Bram, wajahnya sudah tak gelap dan kusam lagi seperti saat dia menjadi supir truk. Kini dia berubah menjadi pria kaya dan sangat tampan dengan wajah yang cerah.Entah bagaimana mas Bram bisa bertemu dengan nyonya Greta. Bagaimana bisa secepat itu menjadi suami nyonya Greta. Dan ibu mertua sudah sangat akrab dengan menantunya ini. Di mana yang belum dipahami betul
Bagaimana bisa keluar dari penderitaan ini? Hani tak memiliki apa pun untuk bisa membayar ganti rugi upah selama kontrak satu tahun pada majikannya. Hani memilih duduk di lantai bersandar di ranjangnya. Sebenarnya, jika dipikir kembali, Hani bisa saja mengungkapkan semuanya pada nyonya Greta."Ya, lebih baik kuceritakan saja pada Nyonya Greta," Setelah menimbang beberapa saat, Hani berpikir memutuskan untuk menceritakan yang sesungguhnya. Biar sama-sama dapat rugi saja sekalian. Sekalipun nanti nyonya Greta akan menjebloskannya ke penjara, setidaknya suaminya yang pengkhianat itu juga mendapatkan balasan yang setimpal.Hani menghapus air matanya. Kembali dia merapikan lagi pakaian yang sudah dia bongkar dari lemari. Dia menatanya kembali agar menjadi rapi. Setelah membereskan semuanya, Hani kembali ke dapur, membantu para rekan pelayannya untuk menyiapkan makan malam. Kemewahan yang disajikan oleh Nyonya Greta tak main-main. Menu spesial orang kaya, yang bahkan selama bersama dengann
"Mas Bram!" Suara Nyonya Greta memanggil mas Bram, membuat keduanya terkejut, "Mbok Rumi, lihat mas Bram nggak?"Mendengar ucapan sang majikan, Hani seketika sadar bahwa posisinya begitu berbahaya. Bisa-bisa, dia akan dituduh "menggoda" suami majikannya ini."Pergilah, mas! Istri kaya rayamu sedang mencari keberadaan kamu," usir Hani sambil memalingkan wajahnya. Akan tetapi, dalam hatinya, menahan perih yang teramat sakit di dalam dada."Aku tak mau pergi, dek, sampai kamu mau mendengar penjelasan dariku.""Sudahlah mas! Jangan mencari alasan. Aku sudah ikhlas kok.""Nggak bisa begitu dek. Mas mohon, kamu mendengar sedikit saja penjelasan dariku saat ini.""Aku sudah tak perduli lagi, mas! Tadinya, aku ingin sekali menanyakan alasan kamu mengkhianatiku. Tapi tidak, aku sudah tak berniat ingin tahu lagi. Dengan semua yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah mendapatkan jawabannya," tegas Hani tanpa menoleh dan memandang wajah suaminya. Tidak! Itu bukan wajah suaminya, namu
"Jika aku melapor pada polisi, kamu dan keluargamu tidak akan selamat!" tambah pria itu lagi.Hani masih terdiam di atas pohon. Masih belum mau beranjak dari tempat itu. Dia merasa masih berniat menyelesaikan hidupnya malam ini. Sedikit menunggu, dan membiarkan pria itu pergi. Sayangnya, pria itu enggan pergi. Dia masih berdiri di bawah sana, membuat Hani merasa risih sendiri."Kamu tahu kalau di pohon itu ada penunggunya?" tanya pria itu.Mendengar itu, Hani menggeleng."Jika kamu terus berada di situ, penunggunya bisa marah lho." Pria itu berusaha menakuti Hani.Hani terdiam dan mendengarkan pria itu."Jika penunggunya marah, bisa-bisa mata kamu dicungkil olehnya," ucapnya lagi dengan suara yang dibuat mengerikan. Membuat bulu roma Hani berdiri."Kamu mencoba membohongi aku kan?" tanya Hani, kesal."Aku tak biasa berbohong. Aku kan sudah lama berada di sini. Jadi, aku tahu siapa saja yang pernah menjadi korbannya," ucap pria itu meyakinkan, hingga membuat Hani bergidik ngeri."Ayo, t