"Hani, hari ini kamu ikut saya. Saya akan mengantarkan kamu ke rumah majikanmu," ucap Ibu Sukma.
Hari ini tepat tiga bulan Hani dan beberapa perempuan lain menyelesaikan pelatihan di yayasan penyalur milik ibu Sukma. Berbagai aturan, tata cara kerja yang baik, etika, hingga perilaku sopan-santun dalam melayani majikan. Beberapa rekannya sering saling menyindir, tetapi Hani tidak. Antara siapa yang lebih baik, dialah yang akan mendapatkan majikan kaya raya dan baik hati. Kadang-kadang, Hani berpikir untuk berhenti. Terlebih, dia mendengar mertua dan iparnya terlihat hidup berfoya-foya di kampung sana. Tapi, itu semua ditepis oleh Hani. Bagaimanapun, dia harus terus melangkah maju! Tidak perlu memikirkan masa lalu!Untunglah, semua kesabarannya terbayar! Hani mendapatkan kesempatan pertama diantar menuju ke rumah majikannya. Hati Hani merasa sangat senang sekali. Semua barang-barang miliknya, sudah dia masukan ke dalam tasnya, termasuk foto pernikahannya dengan sang suami tercintanya.***** Sebuah mobil datang menjemput mereka. Hani diantar oleh ibu Sukma menuju rumah yang akan menjadi tempat kerja barunya. Perjalanannya ternyata memakan waktu cukup lama. Beberapa kali, Hani diajak bicara oleh ibu Sukma dan Hani hanya menjawab pertanyaan secukupnya, lalu memilih diam.Tak terasa, dua jam sudah perjalanan mereka. Mobil yang ditumpangi oleh Hani masuk ke sebuah halaman rumah yang cukup besar. Garasi mobilnya bisa menampung beberapa mobil. Tamannya ditata dengan sangat rapi dan hijau. Dan, sungguh! Tanaman di dalamnya memanjakan mata siapapun yang memandang.Ibu Sukma menekan bel pintu rumah mewah bercat putih itu.Ting Tong! Ting Tong!Beberapa kali ibu Sukma menekan belnya, hingga seseorang dari dalam terdengar membuka pintu.Seorang wanita paruh baya, berambut lurus, tubuhnya tambun, dan pastinya tidak terlalu tinggi. Wanita paruh baya itu tersenyum pada ibu Sukma lalu mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah.Keduanya dituntun langsung menuju ke belakang. Di taman belakang, seorang wanita cantik berpenampilan anggun, menurut Hani, sedang duduk di bangku taman belakang. Sepertinya, dia masih sibuk menelpon seseorang."Iya, mas. Cepat pulang, ya! Aku udah kangen sama kamu. Dah." Wanita cantik yang kira-kira berusia empat puluhan tahunan itu, berbicara dengan nada sangat manja pada si penelpon--yang mungkin adalah suaminya. Walau kisaran umurnya empat puluhan tahun, wajah wanita di hadapan Hani itu masih seperti kulit wajah anak gadis. Mungkin, karena perawatan rutin? Yang jelas, tidak seperti wajah Hani yang agak gelap karena teriknya matahari di kampung, tanpa perawatan.Setelah menutup sambungan telpon, wanita yang sepertinya akan menjadi majikan Hani itu, menghampiri ibu Sukma dan Hani yang masih berdiri di tempatnya."Hani, kenalkan ini nyonya Greta. Dia adalah majikan kamu di rumah ini," ucap ibu Sukma--mempersilahkan keduanya bersalaman."Saya Hani, Nyonya." Sambil mengulur tangannya, Hani bisa melihat senyum keramahan dari majikannya."Baguslah, mulai hari ini kamu boleh bekerja di sini. Tolong, patuhi semua aturan kerja yang sudah tertera di kontrak kerjanya." Selain cantik dan murah senyum, nyonya Greta terlihat memiliki sikap tegas. Menampakkan sisi yang berbeda dari dirinya.Jika soal pekerjaan, wanita itu tak ingin ada yang melanggar aturan yang telah dibuat. Hani mengangguk patuh. Sebelum kemari, dia sudah membaca isi kontrak kerjanya. Dia paham akan segala konsekuensinya. Salah satu isi kontraknya berbunyi, seperti ini:1. Jika majikannya sudah tak menginginkan sang asisten bekerja karena kesalahan asistennya, majikan bisa langsung memecat asistennya tanpa pesangon.2. Jika asisten berniat berhenti dengan keinginan sendiri, apapun masalahnya sebelum masa kontraknya selesai, maka Asisten diwajibkan membayar penyalur dan majikannya sebanyak gaji masa kontrak.3. Masa kontrak Hani selama satu tahun. Jika pekerjaannya bagus dan memuaskan, majikannya bisa memperpanjang masa kontraknya."Nah, silakan kamu ke belakang, cari mbok Rumi di dapur agar dia tunjukkan di mana kamar kamu."Hani menggangguk patuh dan melakukan apa perintah nyonya tuan rumah padanya. Sedangkan ibu Sukma, setelah memberikan map berisikan kontrak kerja Hani pada nyonya Greta, dia langsung pamit pulang ke yayasannya.*****"Setelah bereskan kamar dan barang-barang kamu, segera susul mbok ke dapur, yah. Hari ini tuan besar akan kembali dari luar kota. Dan, nyonya Greta ingin membuat kejutan untuk tuan dengan merayakan ulang tahunnya." Mbak Rumi memberi tahu informasi penting pada Hani setelah mereka sampai di kamar yang akan ditempatinya.Ternyata, kamar mereka berbeda. Di rumah ini, masing-masing asisten rumah tangga mendapatkan kamar yang berbeda. Untungnya, kamar mbok Rumi berada tepat di sebelah kamar Hani. Jadi, Hani bisa bertanya pada beliau mengenai pekerjaan."Apa hari ini tuan besar ulang tahun, mbok?" tanya Hani hati-hati.Mbok Rumi mengangguk dan tersenyum lalu berlalu pergi meninggalkan Hani dalam kamar sendirian.Lagi-lagi ada yang menusuk rasanya di dada Hani. Tepat hari ini juga adalah ulang tahun mas Bram yang ke- 35. Hani cepat-cepat mengusap air matanya. Tidak boleh ada kesedihan! Di sini, tempatnya bekerja mencari uang. Bukan tempat untuk menumpahkan kesedihannya.Setelah merapikan kamar miliknya, bergegas Hani beranjak menuju ke dapur.Di dapur, terlihat nyonya Greta sendiri sedang menghias kue. Sedang beberapa pelayan di sini, tampak sibuk memasak olahan daging dan sayur. Hani mendekati mbok Rumi, dan mengambil alih apa yang bisa dia kerjakan."Selesai!" teriak nyonya Greta kegirangan setelah kuenya selesai dihias.Nyonya Greta lalu mengambil lilin berbentuk angka dan memasangkannya di atas kue tadi. Lilin dengan angka tiga dan lima bertengger indah di atas kue yang sudah selesai dibuat oleh nyonya majikannya.Hani tersenyum getir, ternyata tuan besar majikannya selain hari ulang tahunnya sama, umurnya juga sama dengan Mas Bram."Mbok, aku tinggal dulu yah. Mau mandi, sebentar lagi mas Bram akan tiba."Deg!Ucapan Nyonya Greta membuat Hani terpaku sesaat. Kalau ini kebetulan, rasanya ...."Hani, ayo cepat selesaikan dulu masakannya, nanti baru dilanjutkan ngelamunnya," panggil mbok Rumi membuat Hani sadar dari lamunannya. Dia bahkan tak sadar bahwa majikannya telah pergi dari sana.Segera Hani menepis pikiran buruknya, lalu melanjutkan membantu mbok Rumi dan rekan yang lain.Di dalam rumah ini, hanya mbok Rumi dan Hani yang bekerja tetap dan tinggal dalam rumah milik majikannya. Sementara, enam orang lain di sini sebagai pelayan, pagi hari masuk, sore harinya akan kembali pulang ke rumahnya masing-masing.Mbok Rumi orangnya hangat, pembawaannya tenang dan bijak. Hani cepat berbaur dengan enam pelayan lainnya, membuat mbok Rumi senang. Jika para pelayan rumah mewah ini berhubungan baik, maka pekerjaan pun akan berjalan dengan baik.
*****Tepat pukul 19.00 para pelayan sudah berpakaian rapi dan wangi sesuai keinginan nyonya majikan mereka. Baju kemeja putih dan rok hitam, dan sepatu pentofel hitam. Semuanya berseragam rapi.
Nyonya Greta sudah tak sabar menunggu kepulangan suaminya, dan memberikan kejutan padanya.
"Nyonya Greta dan pak Bram baru menikah tiga bulan yang lalu. Mereka sungguh serasi. Suaminya ini begitu perhatian dan sangat menyayangi nyonya Greta dengan sepenuh hati," ucap Mbok Rumi menjelaskan, "berbeda dengan suami sebelumnya yang meninggalkan Nyonya Greta untuk wanita lain. Alasan klasik, katanya Nyonya tak bisa memberikan keturunan padanya."
Suara mobil menderu dari balik pintu rumah. Membuat nyonya Greta cepat-cepat mengambil piring kue dengan angka tiga puluh lima di atasnya. Kemudian menyalakan lilin angka itu dengan raut wajah bahagia. Sebelumnya nyonya Greta meminta semua para pelayan berdiri di belakangnya, lampu ruang tamu sudah sengaja di padamkan sejak tadi.
Tap tap tap!
Langkah berat seorang pria dari balik pintu kian mendekat. Ada yang aneh di dalam hati Hani, kenapa debaran di dadanya turut berdesir? Seakan, dia juga turut merasakan debaran hati seorang nyonya Greta, yang sejak tadi merasa deg-deg'an menunggu kedatangan suaminya.
Pintu utama terbuka seorang pria muncul dari balik pintu.
"KEJUTANNNN!"
Semuanya berteriak ke arah tuan besar yang baru tiba. Suara di ruang utama berubah menjadi riuh dengan lagu selamat ulang tahun dari nyonya Greta dan para pelayannya.
Setelah nyanyian selamat ulang tahun selesai, nyonya Greta meminta suaminya menutup mata mengucapkan permohonan diikuti sekali tiupan pada lilin angka tiga puluh lima di atasnya.
"Selamat ulang tahun sayang," ucap nyonya Greta memberikan piring kue ke seorang pelayan. Lalu segera memeluk sang suami dengan erat.
"Terima kasih sayang." Tuan besar, suami nyonya Greta, mengecup kening istrinya, lalu mengangkat nyonya Greta dalam pelukkannya dan berputar beberapa kali.
Ungkapan terima kasih dari tuan besar yang begitu bahagia mendapatkan sebuah kejutan kecil dari istri tercintanya. Lampu mendadak dinyalakan, ruang utama menjadi terang-benderang.
Nyonya Greta melepaskan pelukan dari suaminya. Mempersilahkan para pelayannya satu per satu menyalami tuan besar.
Langkah Hani terhenti. Sejak tadi, dia tak begitu memperhatikan sosok tegap bertubuh tinggi milik tuan besar. Akibat pencahayaan lampu yang redup dan dikarenakan tubuhnya yang tak terlalu tinggi, pandangannya pada tuan besar terhalangi.
Kini langkahnya menuju tempat tuan besar berdiri dia perlambat. Antara percaya dan tidak, dia terkejut melihat wajah tuan besar.
Hati Hani bergemuruh hebat, sambil menatap wajah tuan besar di hadapannya. Tanpa sadar, dia mengulurkan tangan berkulit kasar miliknya pada tuan yang sedang berulang tahun.
"Se---selamat ulang ta--tahun, tuan." Hani mengucapkan selamat ulang tahun dengan terbata, mengikuti yang lain.
Sebisa mungkin, dia menahan agar titik air di sudut matanya tidak jatuh.
Tuan besar tak bisa menjawab hanya diam membisu. Wajah tuan besar sudah pucat. Tangannya juga dingin karena kaget setengah mati. Hanya ekor mata tuan besar turut mengikuti arah langkah Hani, yang kembali ke tempatnya semula, bersama pelayan lainnya.
"Kamu kenapa sayang? Wajahmu pucat sekali. Apa terjadi sesuatu?" Nyonya Greta lalu memandang ke sekeliling. Dia menemukan mata suaminya tertuju ke arah seorang pelayan.
"Kamu kenapa sayang? Wajahmu pucat sekali. Apa terjadi sesuatu?" Nyonya Greta lalu memandang ke sekeliling. Dia menemukan mata suaminya tertuju ke arah seorang pelayan."Oh, itu namanya Hani, sayang. Dia pelayan baru di rumah kita. Dan, akan tinggal bersama kita di sini. Dia baru tiba hari ini diantarkan oleh ibu Sukma. Itu lho ibu yayasan penyalur asisten rumah tangga yang biasa aku minta tolong padanya."Mata tuan besar tak berkedip melihat Hani. Membuat nyonya Greta menjadi risih."Mas, kamu kenal sama dia?" tanya nyonya Greta kesal.Pertanyaan Nyonya Greta membuat suaminya kaget dan gelagapan."Nggak sayang, mana kenal aku sama orang yang baru aku lihat sekarang," ucap si tuan besar menutup kegugupannya."Kalau begitu, ayo kita duduk makan. Hari ini aku masak spesial khusus buat kamu.""Kamu istri yang paling cantik sedunia sayang, tak hanya cantik tapi hatimu begitu sempurna bagiku.""Ah, sayang pandai sekali kamu gombalin aku, yah!"Keduanya tertawa bersama, lalu menuju ke meja
"Nggak apa-apa, sayang. Mas hanya ingin buang air kecil di sini. Tanpa sengaja, Mas berpapasan sama dia.""Di kamar kita, di lantai atas kan ada kamar mandi. Kenapa mas mau masuk ke kamar mandi di sini?" tanya Nyonya Greta penuh selidik. Sejak tadi, dia melihat gelagat suaminya yang mencurigakan."Soalnya, mas udah kebelet sekali sayang. Udah nggak sempat naik ke atas."Mas Bram lalu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Yang Hani sangat tahu, dia hanya berpura-pura untuk menutupi kesalahannya saat ini. Hani menunduk hormat pada nyonya Greta dengan sopan, menuju ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya."Hani, tunggu!"Hani berbalik menghadap kembali pada nyonya Greta."Ada yang bisa saya bantu nyonya?" tanya Hani sopan."Mata kamu sembab, apa kamu baru habis menangis?" Nyonya Greta menghampiri Hani yang masih berdiri di tempatnya, sambil memandang lekat wajah Hani."Maaf, nyonya. Tadi, saat di kamar mandi mata saya kelilipan.""Kelilipan atau menangis, Hani? Aku nggak suka jika ada ya
Sampai bangun pagi dan mulai melakukan aktivitas di dapur menyiapkan sarapan untuk kedua majikannya. Hani terus memutar otaknya bagaimana caranya untuk bisa pergi dari rumah ini. Sebenarnya dia sudah tak tahan dengan segala kesakitan di dalam hatinya. "Semalam baru permulaan, bagaimana bisa aku menghadapi semua ini setiap hari. Sungguh aku merasa tak kuat lagi." Bagaimana caranya menyusun rencana apa yang harus dia lakukan saat ini. Hingga sarapan pagi ini sudah terhidang semua di atas meja. Nyonya Greta dan mas Bram turun dari lantai atas menuju meja makan. Wajah segar dari keduanya terlihat semakin menawan. Apa lagi mas Bram, wajahnya sudah tak gelap dan kusam lagi seperti saat dia menjadi supir truk. Kini dia berubah menjadi pria kaya dan sangat tampan dengan wajah yang cerah.Entah bagaimana mas Bram bisa bertemu dengan nyonya Greta. Bagaimana bisa secepat itu menjadi suami nyonya Greta. Dan ibu mertua sudah sangat akrab dengan menantunya ini. Di mana yang belum dipahami betul
Bagaimana bisa keluar dari penderitaan ini? Hani tak memiliki apa pun untuk bisa membayar ganti rugi upah selama kontrak satu tahun pada majikannya. Hani memilih duduk di lantai bersandar di ranjangnya. Sebenarnya, jika dipikir kembali, Hani bisa saja mengungkapkan semuanya pada nyonya Greta."Ya, lebih baik kuceritakan saja pada Nyonya Greta," Setelah menimbang beberapa saat, Hani berpikir memutuskan untuk menceritakan yang sesungguhnya. Biar sama-sama dapat rugi saja sekalian. Sekalipun nanti nyonya Greta akan menjebloskannya ke penjara, setidaknya suaminya yang pengkhianat itu juga mendapatkan balasan yang setimpal.Hani menghapus air matanya. Kembali dia merapikan lagi pakaian yang sudah dia bongkar dari lemari. Dia menatanya kembali agar menjadi rapi. Setelah membereskan semuanya, Hani kembali ke dapur, membantu para rekan pelayannya untuk menyiapkan makan malam. Kemewahan yang disajikan oleh Nyonya Greta tak main-main. Menu spesial orang kaya, yang bahkan selama bersama dengann
"Mas Bram!" Suara Nyonya Greta memanggil mas Bram, membuat keduanya terkejut, "Mbok Rumi, lihat mas Bram nggak?"Mendengar ucapan sang majikan, Hani seketika sadar bahwa posisinya begitu berbahaya. Bisa-bisa, dia akan dituduh "menggoda" suami majikannya ini."Pergilah, mas! Istri kaya rayamu sedang mencari keberadaan kamu," usir Hani sambil memalingkan wajahnya. Akan tetapi, dalam hatinya, menahan perih yang teramat sakit di dalam dada."Aku tak mau pergi, dek, sampai kamu mau mendengar penjelasan dariku.""Sudahlah mas! Jangan mencari alasan. Aku sudah ikhlas kok.""Nggak bisa begitu dek. Mas mohon, kamu mendengar sedikit saja penjelasan dariku saat ini.""Aku sudah tak perduli lagi, mas! Tadinya, aku ingin sekali menanyakan alasan kamu mengkhianatiku. Tapi tidak, aku sudah tak berniat ingin tahu lagi. Dengan semua yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah mendapatkan jawabannya," tegas Hani tanpa menoleh dan memandang wajah suaminya. Tidak! Itu bukan wajah suaminya, namu
"Jika aku melapor pada polisi, kamu dan keluargamu tidak akan selamat!" tambah pria itu lagi.Hani masih terdiam di atas pohon. Masih belum mau beranjak dari tempat itu. Dia merasa masih berniat menyelesaikan hidupnya malam ini. Sedikit menunggu, dan membiarkan pria itu pergi. Sayangnya, pria itu enggan pergi. Dia masih berdiri di bawah sana, membuat Hani merasa risih sendiri."Kamu tahu kalau di pohon itu ada penunggunya?" tanya pria itu.Mendengar itu, Hani menggeleng."Jika kamu terus berada di situ, penunggunya bisa marah lho." Pria itu berusaha menakuti Hani.Hani terdiam dan mendengarkan pria itu."Jika penunggunya marah, bisa-bisa mata kamu dicungkil olehnya," ucapnya lagi dengan suara yang dibuat mengerikan. Membuat bulu roma Hani berdiri."Kamu mencoba membohongi aku kan?" tanya Hani, kesal."Aku tak biasa berbohong. Aku kan sudah lama berada di sini. Jadi, aku tahu siapa saja yang pernah menjadi korbannya," ucap pria itu meyakinkan, hingga membuat Hani bergidik ngeri."Ayo, t
Hani bangun dari tidurnya. Apa yang terjadi malam tadi cukup membuat badannya menjadi pegal. Apalagi, saat diturunkan secara sengaja oleh pria tak dikenal itu. Hani tersenyum sendiri mengingat kejadian konyol itu lagi. Akhirnya, Hani bergegas bersiap membersihkan diri lalu memakai seragam pelayan dan masuk segera ke kediaman mewah nyonya Greta.Kini sarapan sudah siap dihidangkan di atas meja. Kedua majikannya turun dari lantai atas. Tuan dan nyonya majikan kini duduk menyantap sarapan pagi mereka."Sayang," panggil Bram dengan suara yang dibuat selembut mungkin, hingga membuat Hani jijik."Iya?""Boleh nggak ibu dan adikku berkunjung ke mari? Mereka sangat kangen sama aku."Nyonya Greta memandang wajah suaminya beberapa saat. Membuat hati Bram berdetak lebih kencang, khawatir akan jawaban Greta yang akan mengecewakan.Namun, perempuan itu tersenyum manis, membuat hati Bram sedikit lega.Istrinya itu lalu menganggukkan kepala menyetujui permintaan suaminya."Boleh dong, sayang! Orang
Setelah selesai membereskan pekerjaan, Hani bergegas keluar dari kediaman mewah majikannya. Hani melewati taman belakang, dan berjalan santai menuju ke arah kamarnya. Jarak menuju kamar pelayan memang sedikit memakan waktu kurang lebih tiga menit. "Ehem." Suara deheman seorang pria mengagetkan Hani, dan dia menoleh."Ka--mu?" Hani melonjak kaget, dan mendekapkan tangan di dadanya."Kenapa? Kamu kangen sama aku?" tanya pria itu tanpa basa basi. Melangkah maju mendekati Hani yang kini terpaku berdiri, masih belum mengusai keadaan, akibat rasa kagetnya."Bukan begitu, aku hanya kaget dengan suara kamu," jawab Hani asal."Oh." Pria itu mendengus kesal, melihat reaksi kaget Hani, yang terlalu berlebihan baginya. Pria itu lalu berdiri sejajar dengan Hani, sambil bersiul pelan. Entah kenapa keduanya diliputi rasa canggung yang tiba-tiba. Tak tahu harus berbicara apa lagi.Hani teringat dengan tujuannya jika bertemu dengan pria itu lagi. Perlahan dia mengambil sapu tangan dari balik saku ba
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini