Bagaimana bisa keluar dari penderitaan ini? Hani tak memiliki apa pun untuk bisa membayar ganti rugi upah selama kontrak satu tahun pada majikannya. Hani memilih duduk di lantai bersandar di ranjangnya. Sebenarnya, jika dipikir kembali, Hani bisa saja mengungkapkan semuanya pada nyonya Greta."Ya, lebih baik kuceritakan saja pada Nyonya Greta," Setelah menimbang beberapa saat, Hani berpikir memutuskan untuk menceritakan yang sesungguhnya. Biar sama-sama dapat rugi saja sekalian. Sekalipun nanti nyonya Greta akan menjebloskannya ke penjara, setidaknya suaminya yang pengkhianat itu juga mendapatkan balasan yang setimpal.Hani menghapus air matanya. Kembali dia merapikan lagi pakaian yang sudah dia bongkar dari lemari. Dia menatanya kembali agar menjadi rapi. Setelah membereskan semuanya, Hani kembali ke dapur, membantu para rekan pelayannya untuk menyiapkan makan malam. Kemewahan yang disajikan oleh Nyonya Greta tak main-main. Menu spesial orang kaya, yang bahkan selama bersama dengann
"Mas Bram!" Suara Nyonya Greta memanggil mas Bram, membuat keduanya terkejut, "Mbok Rumi, lihat mas Bram nggak?"Mendengar ucapan sang majikan, Hani seketika sadar bahwa posisinya begitu berbahaya. Bisa-bisa, dia akan dituduh "menggoda" suami majikannya ini."Pergilah, mas! Istri kaya rayamu sedang mencari keberadaan kamu," usir Hani sambil memalingkan wajahnya. Akan tetapi, dalam hatinya, menahan perih yang teramat sakit di dalam dada."Aku tak mau pergi, dek, sampai kamu mau mendengar penjelasan dariku.""Sudahlah mas! Jangan mencari alasan. Aku sudah ikhlas kok.""Nggak bisa begitu dek. Mas mohon, kamu mendengar sedikit saja penjelasan dariku saat ini.""Aku sudah tak perduli lagi, mas! Tadinya, aku ingin sekali menanyakan alasan kamu mengkhianatiku. Tapi tidak, aku sudah tak berniat ingin tahu lagi. Dengan semua yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah mendapatkan jawabannya," tegas Hani tanpa menoleh dan memandang wajah suaminya. Tidak! Itu bukan wajah suaminya, namu
"Jika aku melapor pada polisi, kamu dan keluargamu tidak akan selamat!" tambah pria itu lagi.Hani masih terdiam di atas pohon. Masih belum mau beranjak dari tempat itu. Dia merasa masih berniat menyelesaikan hidupnya malam ini. Sedikit menunggu, dan membiarkan pria itu pergi. Sayangnya, pria itu enggan pergi. Dia masih berdiri di bawah sana, membuat Hani merasa risih sendiri."Kamu tahu kalau di pohon itu ada penunggunya?" tanya pria itu.Mendengar itu, Hani menggeleng."Jika kamu terus berada di situ, penunggunya bisa marah lho." Pria itu berusaha menakuti Hani.Hani terdiam dan mendengarkan pria itu."Jika penunggunya marah, bisa-bisa mata kamu dicungkil olehnya," ucapnya lagi dengan suara yang dibuat mengerikan. Membuat bulu roma Hani berdiri."Kamu mencoba membohongi aku kan?" tanya Hani, kesal."Aku tak biasa berbohong. Aku kan sudah lama berada di sini. Jadi, aku tahu siapa saja yang pernah menjadi korbannya," ucap pria itu meyakinkan, hingga membuat Hani bergidik ngeri."Ayo, t
Hani bangun dari tidurnya. Apa yang terjadi malam tadi cukup membuat badannya menjadi pegal. Apalagi, saat diturunkan secara sengaja oleh pria tak dikenal itu. Hani tersenyum sendiri mengingat kejadian konyol itu lagi. Akhirnya, Hani bergegas bersiap membersihkan diri lalu memakai seragam pelayan dan masuk segera ke kediaman mewah nyonya Greta.Kini sarapan sudah siap dihidangkan di atas meja. Kedua majikannya turun dari lantai atas. Tuan dan nyonya majikan kini duduk menyantap sarapan pagi mereka."Sayang," panggil Bram dengan suara yang dibuat selembut mungkin, hingga membuat Hani jijik."Iya?""Boleh nggak ibu dan adikku berkunjung ke mari? Mereka sangat kangen sama aku."Nyonya Greta memandang wajah suaminya beberapa saat. Membuat hati Bram berdetak lebih kencang, khawatir akan jawaban Greta yang akan mengecewakan.Namun, perempuan itu tersenyum manis, membuat hati Bram sedikit lega.Istrinya itu lalu menganggukkan kepala menyetujui permintaan suaminya."Boleh dong, sayang! Orang
Setelah selesai membereskan pekerjaan, Hani bergegas keluar dari kediaman mewah majikannya. Hani melewati taman belakang, dan berjalan santai menuju ke arah kamarnya. Jarak menuju kamar pelayan memang sedikit memakan waktu kurang lebih tiga menit. "Ehem." Suara deheman seorang pria mengagetkan Hani, dan dia menoleh."Ka--mu?" Hani melonjak kaget, dan mendekapkan tangan di dadanya."Kenapa? Kamu kangen sama aku?" tanya pria itu tanpa basa basi. Melangkah maju mendekati Hani yang kini terpaku berdiri, masih belum mengusai keadaan, akibat rasa kagetnya."Bukan begitu, aku hanya kaget dengan suara kamu," jawab Hani asal."Oh." Pria itu mendengus kesal, melihat reaksi kaget Hani, yang terlalu berlebihan baginya. Pria itu lalu berdiri sejajar dengan Hani, sambil bersiul pelan. Entah kenapa keduanya diliputi rasa canggung yang tiba-tiba. Tak tahu harus berbicara apa lagi.Hani teringat dengan tujuannya jika bertemu dengan pria itu lagi. Perlahan dia mengambil sapu tangan dari balik saku ba
Niko mengangkat tangannya dan menyuruh para satpam berhenti menunduk. Kemudian, dia berjalan santai sambil menujukan jari telunjuk di bibirnya. Tanda, dia tak mau diketahui oleh seseorang keberadaannya di tempat itu. Semua satpam dalam pos jaga rumah mewah milik nyonya Greta itu lalu mengangguk dan menuruti perintahnya.Niko kemudian mengarahkan sebuah kunci pada mobil sport berwarna biru terang yang terparkir agak jauh dari rumah mewah itu, dan masuk ke dalamya. Tanpa menoleh lagi, dia segera menancapkan gas, melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota. Mobilnya terus melaju kencang, dengan kecepatan tinggi. Hingga setengah jam kemudian, mobilnya berhenti di area parkir sebuah kawasan apartemen mewah dan terbesar di kota ini.Niko masuk ke sebuah unit apartemen miliknya. Setelah membersihkan diri di kamar mandi dia merebahkan dirinya di atas ranjang empuk miliknya. Mata Niko terpejam, namun yang muncul dalam bayangannya membuat dia tersentak kaget."Hani," gumamnya dalam hati.Kini
"Nggak bisa bu. Apa ibu sudah membuat janji dengan nyonya Greta?" tanya pak Paijo pada ibu Siti."Heh, kamu tinggal buka pintu gerbangnya dan biarkan kami masuk!" perintah ibu Siti seakan dialah pemilik bangunan mewah di depan matanya.Seorang penjaga berinisiatif menelpon nyonya Greta, yang kebetulan sedang berada di kantor. Setelah mendapatkan izin dari nyonya Greta, ibu Siti dan Nita diperbolehkan masuk ke dalam rumah utama. Mbok Rumi lalu membuka pintu depan dan matanya membulat melihat ibu mertua dan ipar sang Nyonya yang sudah terpampang nyata di hadapannya."Apa kami boleh masuk, bi?" tanya Nita yang sudah tak memiliki kesabaran lagi. Namun, dia melengos masuk ke dalam rumah milik kakak iparnya itu dengan tak sopan. Dengan cepat, dia memilih duduk di sebuah sofa di ruangan tamu.Mbok Rumi sepertinya tak perlu repot mempersilahkan tamu spesial sang majikan untuk duduk. Dia memilih berbalik dan akan menuju ke dapur."Bibi!" panggil Nita.Mbok Rumi berbalik ke arah Nita dengan sop
Kisah pertemuanku dengan Greta sudah berlangsung selama tiga bulan. Awalnya, aku melihat mobilnya berhenti di tengah hutan pinus menuju ibu kota. Jalanan yang cukup sepi dan rawan begal. Setelah truk milikku mendekati, ternyata mobilnya memang sedang dipalak oleh beberapa orang begal.Tanpa berpikir panjang, aku menepikan truk yang aku kemudikan. Walau para begal berjumlah lima orang, aku bisa menghadapi mereka satu per satu. Berbekal dengan kemampuan bela diri yang sempat aku pelajari saat remaja dahulu, akhirnya tak membutuhkan waktu yang lama, aku dengan mudah bisa menumbangkan mereka satu per satu. Hingga mereka memilih melarikan diri meninggalkan kami berdua."Te--ri-ma kasih sudah menolong aku. Kalau nggak ada kamu aku tak bisa mengira hidupku akan menjadi apa," ucapnya dengan nada bergetar karena ketakutan. Dan air mata yang berlinang.Wanita di hadapanku sangat cantik dengan penampilannya yang pasti dia adalah orang kaya. Usianya mungkin berbeda jauh di atasku. Meski dia sedang